Pemerintah Rancang Harga LPG 3 Kg Seragam dari Aceh hingga Papua

4 July 2025 19:50 WIB
wakil-menteri-esdm-yuliot-tanjung-1751610997067_169.jpeg

Kuatbaca - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menggodok kebijakan baru terkait harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilogram. Langkah ini bertujuan untuk menciptakan keadilan harga di seluruh pelosok negeri. Dengan konsep serupa seperti BBM satu harga, kebijakan ini nantinya akan memastikan bahwa harga LPG bersubsidi tersebut tidak lagi berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Langkah ini muncul dari kebutuhan untuk mengurangi disparitas harga antarwilayah, terutama antara wilayah barat dan timur Indonesia. Di daerah terpencil seperti Papua, harga LPG 3 kg bisa melonjak berkali lipat dibandingkan di Jawa atau Sumatra. Situasi ini kerap memunculkan keresahan, mengingat LPG 3 kg adalah kebutuhan utama masyarakat kecil.

Pusat Ambil Alih Penetapan Harga

Dalam skema baru ini, penetapan harga LPG 3 kg tidak lagi berada di tangan pemerintah daerah. Selama ini, sejumlah daerah memiliki wewenang menentukan harga eceran tertinggi (HET), yang menyebabkan variasi harga di tingkat pengecer. Pemerintah pusat akan mengambil alih kendali penuh untuk menentukan harga yang seragam secara nasional.

Kebijakan ini diharapkan mampu mencegah permainan harga di lapangan serta memastikan subsidi benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan. Pemerintah menilai bahwa pengendalian dari pusat akan lebih efektif untuk menjaga transparansi serta konsistensi dalam distribusi subsidi energi.

Revisi Regulasi Dipercepat

Untuk merealisasikan kebijakan satu harga ini, pemerintah tengah mempercepat revisi dua peraturan presiden yang menjadi landasan hukum distribusi dan subsidi LPG 3 kg. Kedua regulasi tersebut adalah Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Revisi ini penting sebagai payung hukum agar kebijakan baru bisa segera diterapkan dan tidak menimbulkan tumpang tindih aturan.

Dengan dukungan regulasi baru, pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola distribusi LPG 3 kg, yang selama ini kerap mengalami penyimpangan di lapangan, seperti penimbunan, pengoplosan, dan kebocoran distribusi.

Menekan Potensi Kebocoran Subsidi

Salah satu alasan utama penerapan kebijakan satu harga ini adalah untuk mengatasi potensi kebocoran subsidi LPG yang mencapai angka sangat besar. Pemerintah mengungkapkan bahwa setiap tahunnya negara menggelontorkan dana sekitar Rp 80 triliun hingga Rp 87 triliun untuk subsidi LPG 3 kg. Dari jumlah tersebut, diperkirakan sekitar Rp 25 triliun tidak tepat sasaran.

Dana sebesar itu seharusnya dinikmati oleh masyarakat miskin dan rentan. Namun kenyataannya, banyak juga masyarakat mampu dan pelaku industri kecil yang menikmati subsidi tersebut. Dengan skema harga tunggal, diharapkan pengawasan distribusi akan lebih mudah dilakukan dan dana subsidi bisa lebih tepat guna.

Sebagai bagian dari reformasi di sektor energi bersubsidi, pemerintah juga tengah menyiapkan sistem transformasi subsidi LPG berbasis data. Artinya, ke depan penerima subsidi akan ditentukan berdasarkan data yang terverifikasi, seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau sistem digital lainnya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa hanya masyarakat yang benar-benar membutuhkan yang mendapatkan manfaat.

Transformasi ini tentu tak bisa dilakukan dalam semalam. Pemerintah menyadari perlunya kesiapan infrastruktur digital, pendataan masyarakat, serta pemahaman publik terkait sistem baru tersebut. Oleh karena itu, proses implementasi akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di tiap daerah.

Dengan diterapkannya skema satu harga LPG 3 kg, pemerintah berharap distribusi energi di Indonesia akan menjadi lebih adil dan merata. Masyarakat di daerah terluar dan terpencil tidak lagi harus membayar lebih mahal hanya karena faktor jarak distribusi. Subsidi energi pun akan lebih tepat sasaran dan dapat mengurangi beban APBN yang selama ini membengkak karena distribusi yang tidak efisien.

Kebijakan ini sekaligus menjadi bagian dari langkah besar Indonesia dalam menciptakan sistem energi nasional yang lebih modern, adil, dan berkelanjutan. Kini, tantangannya adalah bagaimana mewujudkan sistem tersebut secara efektif tanpa mengganggu akses masyarakat terhadap LPG bersubsidi.

Fenomena Terkini






Trending