Pemerintah Pertimbangkan Pajak Impor Singkong dan Tapioka untuk Lindungi Petani

5 July 2025 10:30 WIB
9abc8852-932d-4590-bf65-15de59458532_169.jpg

Kuatbaca.com - Pemerintah tengah mengkaji kebijakan pengenaan tarif bea masuk pada impor singkong dan tapioka. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengatasi anjloknya harga singkong di tingkat petani dan menstabilkan penyerapan produk tapioka oleh industri dalam negeri. Pajak impor diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi petani dan produsen lokal agar tidak semakin merugi.

Namun demikian, kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan internal di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan belum diputuskan secara resmi. Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan bahwa keputusan final mengenai tarif impor ini akan dibahas lebih lanjut dalam rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Kami masih menunggu hasil rapat koordinasi Kemenko Perekonomian. Salah satu solusi yang sedang dibahas memang pemberian tarif bea masuk, tapi keputusan akhir belum ada,” ujar Budi Santoso saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

1. Penyebab Utama Anjloknya Harga Singkong dan Tapioka Dalam Negeri

Permasalahan ini bermula dari turunnya harga singkong yang sangat drastis, sehingga membuat petani merugi. Salah satu faktor utama yang menyebabkan hal tersebut adalah melimpahnya pasokan singkong yang tidak terserap oleh pabrik-pabrik pengolahan tapioka di dalam negeri.

Bukan hanya petani, produsen tapioka juga mengalami kesulitan. Pabrik-pabrik tapioka kesulitan menjual produknya karena adanya banjir impor tepung tapioka dengan harga jauh lebih murah dibandingkan produk lokal. Hal ini menyebabkan produksi mereka menurun, sehingga mereka juga enggan membeli singkong dari petani.

Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengungkapkan bahwa sekitar 250 ribu ton tapioka dari Lampung saat ini belum terserap oleh industri dalam negeri karena terpukul oleh kehadiran produk impor yang lebih murah. "Harga tepung tapioka impor sekitar Rp 5.200 per kilogram, jauh di bawah harga produksi lokal yang mencapai Rp 6.000 per kilogram, dan yang lebih merugikan lagi adalah produk impor ini tidak dikenakan pajak," katanya dalam sebuah rapat dengan Badan Legislasi DPR RI.

2. Harga Eceran Tertinggi Singkong dan Dampaknya pada Petani dan Produsen

Salah satu upaya pemerintah untuk menstabilkan harga singkong adalah dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) singkong sebesar Rp 1.350 per kilogram. Namun, hal ini juga menimbulkan dilema bagi produsen tapioka karena harga beli singkong menjadi lebih mahal.

Gubernur Lampung menjelaskan, “HET yang sudah ditetapkan ini sebenarnya bukan solusi permanen, melainkan untuk menyelamatkan petani singkong agar mereka tidak mengalami kerugian lebih dalam. Namun di sisi lain, pengusaha tapioka harus menerima harga yang lebih tinggi demi menjaga kelangsungan produksi.”

3. Rencana Pembatasan Impor dan Perlunya Koordinasi Antarlembaga

Sekitar dua bulan lalu, Kemendag telah menyatakan akan membahas usulan larangan atau pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka. Pembahasan ini akan dilakukan dalam koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta lembaga terkait lainnya untuk memastikan kebijakan yang diambil dapat berjalan efektif dan berimbang.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Isy Karim, menyebut bahwa Kemendag terbuka terhadap berbagai masukan dan evaluasi yang mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional dan perkembangan perdagangan global yang sangat dinamis.

“Kebijakan pengendalian impor ini juga mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 yang mengatur tentang penyelenggaraan bidang perdagangan, khususnya terkait tata kelola ekspor-impor,” jelas Isy Karim.

Fenomena Terkini






Trending