KuatBaca.com - Dalam upaya meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas antara dua kota besar di Indonesia, Jakarta dan Bandung, pemerintah telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023.
1. Peraturan Tata Cara Pemberian Pinjaman
Peraturan ini mengatur tata cara pemberian penjaminan pemerintah dalam percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana Kereta Cepat yang menghubungkan kedua kota tersebut. Dengan dikeluarkannya aturan ini pada tanggal 11 September 2023, pemerintah berkomitmen penuh untuk memastikan kelancaran proyek ini.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memberikan pandangannya mengenai langkah strategis ini. Dia menyatakan bahwa penjaminan utang ini diberikan sebagai solusi atas adanya cost overrun atau pembengkakan biaya proyek kereta cepat. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang tertuang dalam Perpres 93 tahun 2021, yang mencakup penyelenggaraan prasarana dan sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Sri Mulyani menegaskan, "Pemberian jaminan ini bukan tanpa alasan. Adanya cost overrun telah diaudit oleh BPKP dan BPK dan mereka memberikan rekomendasi penanganannya."
Salah satu alasan yang membuat pemerintah yakin untuk memberikan penjaminan adalah pendapatan PT KAI, yang saat ini dinilai mampu menutupi biaya proyek. Dari laporan Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan beberapa pejabat kunci seperti Menko Kemaritiman dan Investasi, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN, PT KAI memiliki pendapatan tambahan dari transportasi batu bara di Sumatera.
"Dengan pendapatan dari traffic batu bara di Sumatera, kami percaya PT KAI memiliki fondasi keuangan yang kuat untuk menangani pembayaran utang," kata Sri Mulyani.
2. Kerjasama Dengan Kementerian BUMN
Selain itu, pemerintah juga bekerja sama dengan Kementerian BUMN untuk mengawasi keuangan PT KAI, termasuk pendapatan dan biaya serta menyusun dana khusus, guna memastikan bahwa utang dapat dibayar tepat waktu.
Namun, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memiliki tantangan sendiri. Pembiayaan awal proyek diperkirakan sekitar US$ 5,5 miliar. Namun, terjadi beberapa kenaikan hingga mencapai US$ 7,27 miliar. Pembengkakan biaya ini diatasi dengan beberapa cara, salah satunya melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) sebesar US$ 550 juta atau setara dengan Rp 8,5 triliun.
Pemerintah juga telah menginject penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3,2 triliun ke PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai bagian dari pemenuhan ekuitas konsorsium Indonesia di KCIC. Sebagai pemegang saham terbesar, KAI memegang peranan penting dalam konsorsium ini.
Dengan berbagai langkah strategis dan keputusan yang diambil, pemerintah berharap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat segera rampung dan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat serta pertumbuhan ekonomi Indonesia. (*)