Mitos atau Fakta: Sell in May and Go Away di Pasar Modal Indonesia?

13 May 2025 08:38 WIB
platform-trader-untuk-yang-menginginkan-fleksibilitas-3_169.jpeg

Kuatbaca.com - Fenomena "Sell in May and Go Away" adalah strategi investasi yang menyarankan investor untuk menjual saham mereka pada bulan Mei dan kembali berinvestasi setelah musim panas berakhir. Strategi ini didasarkan pada asumsi bahwa pasar saham cenderung mengalami penurunan selama periode tersebut. Namun, apakah strategi ini relevan untuk pasar saham Indonesia, khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)?

1. Asal Usul Fenomena "Sell in May and Go Away"

Fenomena ini pertama kali dikenal di pasar saham Inggris dan Amerika Serikat, di mana aktivitas pasar cenderung menurun selama musim panas. Alasan utama di balik strategi ini adalah liburan musim panas yang menyebabkan volume perdagangan berkurang, sehingga potensi volatilitas meningkat dan harga saham cenderung turun. Namun, penting untuk dicatat bahwa fenomena ini berasal dari pasar dengan karakteristik berbeda dibandingkan dengan pasar saham Indonesia.

2. Data Historis IHSG Selama Bulan Mei

Melihat data historis IHSG selama 20 tahun terakhir, terdapat fluktuasi yang signifikan pada bulan Mei. Beberapa tahun menunjukkan kenaikan yang signifikan, sementara tahun lainnya mengalami penurunan. Misalnya, pada tahun 2002, IHSG turun sebesar 30,9%, sedangkan pada tahun 2007, IHSG naik sebesar 32,23%. Namun, secara keseluruhan, tidak ada pola konsisten yang menunjukkan bahwa bulan Mei selalu menjadi bulan yang buruk bagi IHSG.

3. Analisis Perbandingan dengan Pasar Lain

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Negeri Surabaya menunjukkan bahwa fenomena "Sell in May and Go Away" tidak berlaku di pasar saham Indonesia dan Malaysia. Selama periode 2017 hingga 2019, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam return saham antara periode Mei-Oktober dan November-April. Hal ini menunjukkan bahwa strategi tersebut tidak efektif diterapkan di pasar saham Asia Tenggara.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja IHSG

Kinerja IHSG dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi domestik, kebijakan pemerintah, dan sentimen global. Misalnya, pada tahun 2020, meskipun berada dalam periode Mei-Oktober, IHSG mengalami kenaikan sebesar 8,73% karena adanya stimulus fiskal pemerintah dan optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Sebaliknya, pada tahun 2015, meskipun berada di luar periode "Sell in May", IHSG turun sebesar 12,41% akibat ketidakpastian ekonomi domestik dan global.

Fenomena Terkini






Trending