Mengenal 5 Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat: Dari BUMN hingga Perusahaan Asing

1. PT Gag Nikel: Anak Usaha BUMN yang Paling Aktif
Kuatbaca.com - Di antara lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, PT Gag Nikel menjadi satu-satunya perusahaan yang telah memasuki tahap produksi aktif. Berstatus sebagai pemegang kontrak karya (KK), PT Gag Nikel memiliki izin usaha yang berlaku hingga tahun 2047, dengan cakupan wilayah tambang seluas 13.136 hektare.
Awalnya, perusahaan ini dimiliki oleh dua pihak, yaitu Asia Pacific Nickel (APN) Pty. Ltd, perusahaan asal Australia (75%), dan PT Aneka Tambang (Antam) (25%). Namun sejak tahun 2008, Antam berhasil mengambil alih seluruh kepemilikan, menjadikan PT Gag Nikel sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan pelat merah Indonesia. PT Gag Nikel juga merupakan salah satu dari 13 perusahaan tambang yang diizinkan melanjutkan operasionalnya di kawasan hutan berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 Tahun 2004.
2. PT Anugerah Surya Pratama: Perpanjangan Tangan Tambang Asing dari China
PT Anugerah Surya Pratama (ASP) menjalankan operasionalnya di Pulau Manuran, salah satu pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat. Perusahaan ini diketahui berstatus sebagai penanaman modal asing (PMA) dan merupakan anak usaha dari PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang berafiliasi dengan Vansun Group, grup tambang besar asal China.
ASP menjadi sorotan publik dan pemerintah karena disebut-sebut memiliki dampak lingkungan yang serius. Pemeriksaan Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan adanya indikasi pencemaran di bibir pantai Pulau Manuran, menyusul kebocoran kolam pengendapan (settling pond). Kondisi ini memperkuat urgensi pengawasan ketat terhadap perusahaan asing yang beroperasi di kawasan ekosistem sensitif seperti Raja Ampat.
3. PT Kawei Sejahtera Mining: Pemain Baru dengan Konsesi Ribuan Hektare
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) adalah perusahaan tambang bijih nikel yang baru berdiri pada Agustus 2023. Perusahaan ini mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) berdasarkan Keputusan Bupati Raja Ampat Nomor 210 Tahun 2013, dengan masa berlaku izin hingga 20 tahun ke depan dan luas konsesi mencapai 5.922 hektare.
KLH mencatat bahwa KSM telah memperoleh Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dan mulai membuka lahan tambang sejak 2023. Kegiatan penambangan aktif dijadwalkan mulai berlangsung pada tahun 2024, menjadikan KSM sebagai salah satu pemain baru yang patut dipantau intensif terkait kepatuhan lingkungan dan tata kelola tambangnya.
4. PT Mulia Raymond Perkasa: Eksplorasi Aktif di Pulau-Pulau Kecil
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) memiliki izin operasi di dua lokasi utama: Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele, yang berada di wilayah Distrik Waigeo Barat Kepulauan. Luas konsesi perusahaan ini tercatat sekitar 2.194 hektare.
Perusahaan ini belum masuk tahap produksi, namun sudah memulai eksplorasi sejak 9 Mei 2025. Aktivitasnya meliputi pemasangan 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel batuan. KLH mencatat bahwa MRP belum memiliki izin PPKH, padahal sebagian besar wilayah operasionalnya berada di kawasan hutan dan pulau kecil. Saat verifikasi lapangan, hanya ditemukan area perkemahan bagi para pekerja eksplorasi, belum ada indikasi kegiatan tambang aktif.
5. PT Nurham: Minim Informasi, Belum Aktif Produksi
PT Nurham adalah perusahaan tambang nikel lain yang tercatat beroperasi di Kabupaten Raja Ampat. Namun hingga kini, tidak banyak informasi publik tersedia mengenai aktivitas operasionalnya. Belum ada catatan bahwa PT Nurham telah memulai produksi nikel.
Perusahaan ini memang terdaftar dalam sistem pengadaan elektronik Pemerintah Provinsi Papua, namun tidak ada rincian lebih lanjut mengenai nilai kontrak maupun paket pekerjaan yang dimenangkan. Minimnya transparansi ini menimbulkan tanda tanya besar terhadap eksistensi dan rencana jangka panjang perusahaan tersebut di kawasan sensitif seperti Raja Ampat.
Pentingnya Transparansi dan Pengawasan Lingkungan
Lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat memperlihatkan keragaman dalam status kepemilikan dan tahapan operasional. Dari BUMN seperti PT Gag Nikel, hingga perusahaan asing seperti ASP, semuanya beroperasi di wilayah dengan nilai ekologis tinggi. Namun tidak semua perusahaan berjalan dengan tingkat kepatuhan yang sama terhadap regulasi lingkungan.
Karena sebagian besar tambang berada di pulau-pulau kecil, pengawasan ketat, transparansi data, dan akuntabilitas lingkungan menjadi hal mutlak. Pemerintah melalui Kementerian ESDM dan KLH perlu memastikan bahwa keuntungan ekonomi dari tambang nikel tidak mengorbankan keberlanjutan ekosistem Raja Ampat yang terkenal sebagai surga keanekaragaman hayati dunia.