Mampukah Kopdes Merah Putih Singkirkan Tengkulak dan Rentenir dari Desa?

Kuatbaca.com - Pemerintah memiliki misi besar melalui program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih, yakni untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap tengkulak dan rentenir. Selama ini, peran tengkulak sangat kuat dalam ekosistem pertanian di pedesaan, sering kali menjadi satu-satunya opsi bagi petani untuk mendapatkan pinjaman cepat meski harus membayar harga mahal lewat potongan hasil panen dan bunga tinggi.
Dengan Kopdes Merah Putih, diharapkan lahir alternatif pembiayaan dan distribusi hasil tani yang lebih adil dan transparan. Namun, berbagai kalangan menilai bahwa harapan tersebut belum tentu bisa segera terwujud. Butuh strategi dan waktu yang tidak singkat untuk menggeser struktur ekonomi informal yang sudah mengakar kuat.
1. INDEF: Tantangan Berat Gantikan Tengkulak dalam Waktu Dekat
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai bahwa keberadaan Kopdes Merah Putih belum bisa langsung menggantikan peran tengkulak di desa. Menurutnya, saat ini jumlah koperasi desa yang benar-benar aktif masih sangat terbatas.
"Mereka itu rata-rata memang basisnya adalah petani yang berusaha untuk di sektor budidaya. Kemudian menginput untuk mendistribusikan pupuk subsidi dan sebagainya. Tetapi belum beralih menjadi bisnis untuk punya peran seperti rentenir dan sebagainya. Itu kan perlu waktu, ya," jelas Tauhid pada Sabtu (19/4/2025).
Ia juga menekankan, hubungan sosial dan ekonomi antara petani dengan tengkulak sudah berlangsung lama dan sulit diurai hanya dengan pendekatan kelembagaan formal. Menurutnya, perlu pendekatan yang lebih menyeluruh dan inklusif agar petani mau beralih ke koperasi.
2. Risiko Sosial dan Ekonomi Masih Jadi Kendala
Tauhid juga menyoroti bahwa keberadaan koperasi belum tentu bisa menutup semua fungsi yang selama ini diisi oleh tengkulak, terutama dalam situasi darurat seperti gagal panen atau kebutuhan mendesak.
"Ya, dia (Kopdes Merah Putih) bisa menampung misalnya panen untuk dijual, ambil untung. Tetapi ketika ada gagal panen, ada kekurangan misalnya anaknya petani butuh sekolah, atau ada yang sakit. Nah, apakah koperasi mau masuk ke wilayah itu? Kalau tengkulak berani ada di wilayah itu," katanya.
Menurutnya, hanya koperasi yang mampu memberikan layanan holistik dan cepat tanggap terhadap kebutuhan petani yang akan benar-benar bisa menggantikan posisi tengkulak.
3. Desain Kebijakan Dianggap Belum Efisien
Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyu Askar, justru mempertanyakan efektivitas desain kebijakan Kopdes Merah Putih. Menurutnya, fokus seharusnya bukan sekadar menandingi tengkulak, tetapi memperbaiki desain regulasi dan model pembiayaan agar tidak terjadi pemborosan anggaran negara.
"Dengan desain kebijakan, regulasi, dan model pembiayaan seperti sekarang, yang terjadi adalah inefisiensi anggaran. Ada potensi kekacauan pembiayaan. Tidak yakin juga bisa mengatasi tengkulak," ujarnya, Sabtu (19/4/2025).
Ia menambahkan bahwa rencana pemerintah untuk menghadirkan 80 ribu Kopdes membutuhkan anggaran hingga Rp400 triliun, yang dinilai terlalu membebani dana desa dan berpotensi mengganggu eksistensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah lebih dulu berjalan.
4. Henry Saragih Optimistis, Tapi Perlu Dorongan Rakyat
Berbeda dari pandangan kritis sebelumnya, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, justru optimis bahwa Kopdes Merah Putih bisa menjadi solusi untuk menggeser dominasi tengkulak dan rentenir di desa.
"Menurut kita bisa, bisa akan mengambil alih peran-peran yang selama ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang menurut kita itu tidak menguntungkan kepada petani. Rakyat bisa mengelolanya melalui koperasi-koperasi tersebut," ujarnya pada Selasa (15/4/2025).
Ia menekankan bahwa kunci keberhasilan Kopdes Merah Putih adalah keterlibatan aktif masyarakat desa, bukan dikendalikan oleh pemerintah. Menurutnya, koperasi yang baik adalah yang lahir dari inisiatif rakyat dan bekerja untuk kesejahteraan anggota, bukan alat kebijakan politik tersentralisasi.
5. Perlu Konsolidasi dan Keberpihakan Kebijakan
Ke depan, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa Kopdes Merah Putih tidak hanya menjadi proyek politik semata, tetapi benar-benar berfungsi sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi desa. Penyusunan kebijakan harus mempertimbangkan keunikan tiap desa serta melibatkan petani sebagai subjek, bukan sekadar objek program.
Meskipun jalan masih panjang, inisiatif Kopdes Merah Putih tetap bisa menjadi langkah awal dalam menciptakan kemandirian ekonomi desa. Namun, agar bisa sepenuhnya menggantikan tengkulak dan rentenir, koperasi harus mampu memberikan layanan yang cepat, fleksibel, dan berpihak pada petani.