Kuatbaca.com - Pecinta olahraga padel kini perlu mencermati bahwa aktivitas mereka telah masuk dalam kategori objek pajak. Berdasarkan ketentuan terbaru, fasilitas olahraga padel termasuk lapangan dan layanannya kini dikenai pajak sebesar 10%. Penetapan ini bukan pajak pusat, melainkan bagian dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Informasi ini dikonfirmasi langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui akun resmi media sosial mereka @DitjenPajakRI. DJP menjelaskan bahwa pengenaan pajak terhadap olahraga padel ini mengacu pada aturan daerah, yaitu Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025 yang merupakan perubahan dari keputusan sebelumnya.
1. Pajak Berlaku untuk Penyewa, Disetorkan oleh Penyedia Jasa
Bagi masyarakat yang menggunakan fasilitas padel, seperti menyewa lapangan atau membeli tiket pertandingan, akan dikenakan pajak sebesar 10%. Pajak ini tidak dibayar langsung oleh pemain ke pemerintah, melainkan akan dipungut oleh penyedia jasa seperti pengelola lapangan atau operator venue.
Menurut penjelasan dari DJP, “Penyewa lapangan padel sebagai konsumen dikenai PBJT sebesar 10% meliputi tiket masuk, sewa lapangan, dan jasa lainnya, dipungut oleh penyedia jasa sewa lapangan, untuk selanjutnya disetorkan ke Kas Daerah, menurut UU HKPD 1/2022.”
Dengan sistem ini, pemungutan pajak menjadi tanggung jawab pelaku usaha, sementara konsumen hanya membayar sesuai tarif yang diberlakukan.
2. Dasar Hukum: UU HKPD dan Regulasi Daerah
Pengenaan pajak terhadap olahraga padel bukan kebijakan sembarangan. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) Nomor 1 Tahun 2022, yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak atas barang dan jasa tertentu.
Selain itu, secara teknis, aturan ini dituangkan dalam keputusan daerah yang telah disahkan melalui Bapenda setempat. Artinya, setiap kota atau kabupaten memiliki otonomi untuk menetapkan tarif dan jenis jasa hiburan atau olahraga yang dikenai pajak.
Padel, yang belakangan ini sedang naik daun di kalangan urban, dianggap masuk ke dalam kategori Jasa Kesenian dan Hiburan, bersama dengan berbagai bentuk olahraga rekreasional lainnya.
3. Pajak Daerah Berbeda dengan Pajak Pusat
Penting dipahami bahwa pengenaan pajak untuk fasilitas padel merupakan bagian dari pajak daerah, bukan pajak pusat yang dikelola oleh Kementerian Keuangan melalui DJP. Pajak pusat meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPnBM, dan sebagainya.
Sementara itu, pajak daerah terdiri dari berbagai jenis, tergantung kewenangan masing-masing level pemerintahan. Di tingkat provinsi, pajak meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Alat Berat, dan lain-lain. Di tingkat kabupaten/kota, termasuk di dalamnya Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), Pajak Air Tanah, Pajak Reklame, dan sebagainya.
Fasilitas olahraga padel masuk dalam lingkup PBJT kabupaten/kota. Oleh karena itu, ketentuan ini bisa berbeda di setiap daerah, tergantung keputusan kepala daerah dan regulasi lokal.
4. Studi Kasus Pajak Padel: Apa yang Dikenakan?
Dalam praktiknya, pajak padel tidak hanya berlaku pada sewa lapangan, tapi juga dapat mencakup berbagai jasa yang ditawarkan oleh tempat penyedia layanan olahraga tersebut. Misalnya, jika Anda membeli tiket masuk turnamen padel, menyewa raket, menggunakan pelatih, atau menggunakan fasilitas tambahan lainnya—semua bisa termasuk dalam objek pajak 10% tersebut.
Meski begitu, banyak masyarakat belum menyadari adanya pajak ini karena sistem pemungutan dilakukan otomatis oleh penyedia layanan dan langsung disetorkan ke kas daerah. Dengan demikian, transparansi dan edukasi kepada publik sangat penting agar tidak menimbulkan kebingungan di lapangan.
5. Respons Masyarakat dan Implikasinya bagi Industri Olahraga
Kebijakan ini menuai berbagai respons dari masyarakat, khususnya pelaku industri olahraga dan pemilik fasilitas padel. Sebagian menyayangkan beban tambahan ini di tengah tren positif olahraga padel yang sedang berkembang di Indonesia.
Namun, dari sisi pemerintah, pajak ini dianggap sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang bisa mendukung pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Dengan pengelolaan yang baik, dana dari PBJT bisa dikembalikan dalam bentuk fasilitas olahraga yang lebih baik, program kesehatan masyarakat, dan layanan sosial lainnya.