LPS Dihujani 2,2 Miliar Serangan Siber: Alarm Bahaya dari 40 Negara

4 July 2025 20:46 WIB
ketua-dewan-komisioner-lps-purbaya-yudhi-sadewa-1751633258111.jpeg

Kuatbaca - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kembali menjadi sorotan, bukan karena kebijakan ekonomi atau simpanan masyarakat, tetapi karena gempuran serangan siber yang jumlahnya mencengangkan. Selama kurun waktu tertentu, LPS tercatat menerima 2,2 miliar serangan digital, yang bersumber dari 40 negara berbeda. Jumlah ini bukan hanya angka statistik, tapi gambaran nyata bahwa ruang digital Indonesia kian rentan terhadap ancaman global.

Serangan DoS: Senjata Lama, Efek Masih Berbahaya

Jenis serangan yang mendominasi adalah Denial of Service atau DoS—metode yang tampaknya sederhana tapi sangat efektif dalam membuat sistem online lumpuh. Dengan membanjiri server target dengan permintaan palsu dalam jumlah besar, sistem menjadi tidak responsif terhadap permintaan pengguna asli. Ini bukan kali pertama metode ini digunakan, namun volumenya yang mencapai miliaran dalam kasus LPS menunjukkan bahwa pelaku terus mengandalkan cara lama dengan skala yang jauh lebih masif.

Serangan ini menyasar infrastruktur LPS yang notabene berkaitan langsung dengan sistem keuangan nasional. Jika tidak ditangani dengan tepat, serangan semacam ini bisa menimbulkan dampak berantai terhadap kepercayaan publik pada stabilitas sistem perbankan.

Bukan Lagi Urusan Teknis, Tapi Strategi Nasional

Isu keamanan siber kini sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai urusan teknis semata. Ketika lembaga sekelas LPS, yang mengelola data dan simpanan masyarakat, menjadi target, maka pertahanan digital sudah seharusnya masuk dalam prioritas strategi nasional.

LPS sendiri telah menanggapi situasi ini dengan memperkuat sistem pengamanan internal dan menggandeng berbagai pemangku kepentingan, baik dari dalam negeri maupun internasional. Pendekatan kolaboratif menjadi kunci, karena sifat serangan yang lintas negara membutuhkan respons yang tidak bisa hanya dilakukan secara terisolasi.

40 Negara, Satu Ancaman Global

Fakta bahwa serangan berasal dari 40 negara menunjukkan betapa terbukanya celah di era konektivitas global ini. Internet memungkinkan pelaku kejahatan siber menyerang dari belahan dunia mana pun, tanpa harus berpindah tempat. Hal ini mempersulit pelacakan dan penanganan, terutama ketika pelaku memanfaatkan jaringan botnet atau sistem komputer yang dikendalikan dari jarak jauh untuk melakukan serangan secara serempak.

Meski belum ada laporan kebocoran data atau kerugian langsung akibat serangan ini, intensitasnya sudah cukup menjadi sinyal bahaya. Dunia digital tak mengenal batas negara, dan dalam kasus ini, ancamannya sangat nyata bagi infrastruktur keuangan Indonesia.

Menangkal serangan siber bukan pekerjaan sekali jalan. Sistem keamanan perlu terus diperbarui dan diuji, sementara sumber daya manusia juga harus ditingkatkan kemampuannya. Indonesia masih memiliki kesenjangan besar dalam hal jumlah talenta di bidang keamanan digital, yang membuat tantangan ini semakin kompleks.

Lembaga negara seperti LPS harus menjadi contoh dalam membangun sistem digital yang tidak hanya canggih, tapi juga tangguh terhadap ancaman. Investasi di bidang ini seharusnya tidak dilihat sebagai beban, melainkan sebagai bentuk proteksi terhadap aset publik yang bernilai tinggi.

Apa yang dialami LPS bisa menjadi pelajaran penting bagi seluruh institusi, baik pemerintah maupun swasta. Ketahanan siber tidak hanya berbicara soal teknologi, tetapi juga kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga ruang digital sebagai bagian dari kedaulatan negara.

Ke depan, dibutuhkan sinergi antara lembaga negara, sektor swasta, dan masyarakat digital untuk membangun pertahanan siber yang adaptif dan berkelanjutan. Tanpa itu, kita hanya tinggal menunggu waktu sebelum serangan berikutnya menghantam lebih dalam dan lebih luas.

Fenomena Terkini






Trending