Lonjakan Harga Kelapa di Pasar: Ekspor Tinggi Jadi Biang Keroknya

20 April 2025 13:22 WIB
menteri-perdagangan-mendag-budi-santoso-1745115949589_169.jpeg

Kuatbaca.com -Kenaikan harga kelapa bulat di pasar domestik akhir-akhir ini membuat masyarakat dan pelaku usaha kecil merasa tertekan. Penyebab utama dari melonjaknya harga komoditas ini ternyata berasal dari tingginya permintaan ekspor, terutama dari negara mitra dagang seperti Tiongkok. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, saat ditemui di Jakarta.

Menurut Budi, harga kelapa di pasar internasional saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh industri dalam negeri. “Itu kan kelapa naik harganya karena ekspor, ekspor dari Cina jadi harga naik. Sementara industri dalam negeri belinya dengan harga murah, sehingga eksportir kan lebih suka berjual. Jadinya langka gitu kan,” ujarnya pada Minggu (20/4/2025) di Sarinah, Jakarta Pusat.

1. Eksportir Prioritaskan Pasar Luar Negeri

Ketimpangan harga antara pasar lokal dan internasional membuat banyak eksportir lebih memilih menjual kelapa ke luar negeri. Pilihan ini dianggap lebih menguntungkan secara finansial karena harga jual di pasar ekspor jauh melebihi harga di dalam negeri. Akibatnya, suplai kelapa untuk kebutuhan lokal menjadi terbatas dan menyebabkan lonjakan harga secara signifikan.

Tak hanya pelaku usaha besar, bahkan pedagang kelapa di pasar-pasar tradisional pun turut terdampak. Harga kelapa yang biasanya dijual antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per butir, kini melonjak hingga menyentuh angka Rp 25.000 tergantung ukuran. Kondisi ini tentu menjadi beban tambahan bagi konsumen, terutama usaha mikro yang mengandalkan kelapa sebagai bahan baku utama.

2. Pemerintah Lakukan Upaya Mediasi antara Eksportir dan Industri Lokal

Melihat situasi yang kian kompleks, Kementerian Perdagangan tidak tinggal diam. Pemerintah berupaya mempertemukan para eksportir dengan pelaku industri dalam negeri agar tercipta solusi bersama. Namun, hingga saat ini, proses mediasi tersebut masih menemui jalan buntu.

“Sudah kita temukan antara eksportir dengan pelaku usaha industri. Tapi belum ada kesepakatan. Kita cari nanti solusinya yang terbaik,” terang Budi. Pemerintah berharap dapat menjembatani kepentingan dua pihak tersebut agar pasokan kelapa untuk kebutuhan lokal kembali stabil dan tidak terus memicu kenaikan harga di pasar.

3. Dampak Kenaikan Harga Kelapa terhadap Industri Kecil

Lonjakan harga kelapa tidak hanya dirasakan oleh rumah tangga, tetapi juga berdampak besar pada sektor UMKM. Banyak pelaku usaha kuliner seperti produsen kue tradisional, makanan berbahan dasar santan, hingga pengusaha katering, mengeluhkan kenaikan biaya produksi. Dengan harga kelapa yang hampir dua kali lipat dari harga normal, margin keuntungan pelaku UMKM pun makin tertekan.

Situasi ini mengkhawatirkan, karena UMKM merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Jika tidak segera ditangani, krisis pasokan kelapa bisa berdampak domino terhadap sektor pangan, harga konsumen, dan bahkan inflasi bahan pokok.

4. Potensi Solusi Jangka Menengah dan Panjang

Sebagai solusi jangka pendek, pemerintah tengah mempertimbangkan pengaturan ekspor agar kuota kelapa untuk pasar domestik tetap terjaga. Dalam jangka menengah, dibutuhkan sistem distribusi dan penetapan harga yang lebih adil bagi semua pelaku rantai pasok kelapa. Selain itu, perlu ada insentif bagi eksportir untuk tetap menyuplai sebagian produksinya ke pasar dalam negeri.

Di sisi lain, diversifikasi sumber pasokan kelapa juga menjadi penting. Pemerintah pusat bersama daerah bisa mendorong perluasan lahan kelapa di wilayah-wilayah potensial untuk meningkatkan produksi nasional. Upaya ini, jika dikombinasikan dengan kebijakan ekspor yang seimbang, diharapkan mampu mengatasi kelangkaan dan menstabilkan harga di pasar lokal.

Fenomena Terkini






Trending