LG Batalkan Investasi Raksasa Rp129 Triliun di Indonesia, Proyek Baterai EV Gagal Terealisasi

Kuatbaca.com - Rencana besar investasi konsorsium yang dipimpin oleh LG Energy Solution untuk membangun rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia resmi dibatalkan. Proyek yang awalnya diperkirakan mencapai nilai Rp129 triliun atau sekitar US$7,7 miliar itu sebelumnya digadang-gadang sebagai tonggak penting dalam transisi energi nasional serta pengembangan industri baterai EV di tanah air.
Konsorsium ini terdiri dari sejumlah perusahaan besar Korea Selatan, termasuk LG Energy Solution, LG Chem, dan LX International Corp. Bersama pemerintah Indonesia dan beberapa BUMN, proyek ini dirancang untuk menciptakan ekosistem produksi baterai mulai dari bahan baku hingga pembuatan sel baterai.
1. Indonesia, Pemilik Nikel Terbesar yang Gagal Manfaatkan Potensi
Sebagai negara dengan cadangan dan produksi nikel terbesar di dunia, Indonesia sempat berada dalam posisi strategis untuk menjadi pusat produksi baterai kendaraan listrik dunia. Nikel adalah salah satu bahan utama dalam produksi baterai EV. Karena itulah kehadiran LG dan mitra-mitranya disambut hangat, bahkan sempat menjadi topik utama dalam berbagai forum energi global.
Namun, rencana ambisius tersebut tak berhasil melangkah lebih jauh. Salah satu sumber yang mengetahui proses di balik layar menyebutkan bahwa keputusan LG untuk mundur merupakan hasil dari pertimbangan bersama dengan pemerintah Indonesia, terutama karena adanya perubahan dalam dinamika industri kendaraan listrik global.
2. Permintaan EV Dunia Melambat, LG Tinjau Ulang Strategi Global
Salah satu alasan utama yang mendasari mundurnya LG dari proyek ini adalah perlambatan permintaan kendaraan listrik secara global. Sebagaimana dijelaskan oleh salah satu pejabat dari LG Energy Solution, “Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut.”
Perlambatan ini disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari penyesuaian regulasi, kondisi makroekonomi, hingga perubahan kebijakan energi di beberapa negara besar. Bagi LG dan mitra lainnya, menjaga keberlanjutan bisnis di tengah ketidakpastian global menjadi lebih penting daripada mengejar ekspansi yang berisiko.
3. Investasi Tetap Berlanjut di Sektor Lain, Termasuk HLI Green Power
Meski proyek besar ini dibatalkan, LG memastikan bahwa mereka tidak sepenuhnya hengkang dari Indonesia. LG tetap berkomitmen untuk melanjutkan investasi yang telah berjalan, salah satunya melalui pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), yang merupakan hasil kerja sama dengan Hyundai Motor Group.
“Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group,” jelas pejabat LG tersebut.
Pernyataan ini menjadi angin segar bahwa Indonesia masih memiliki daya tarik di mata investor global, meskipun satu proyek besar batal dieksekusi.
4. Tantangan Masa Depan bagi Indonesia dalam Menarik Investasi Strategis
Batalnya proyek LG ini menjadi catatan penting bagi pemerintah Indonesia dan seluruh pemangku kebijakan. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya saja tidak cukup untuk menjamin terjadinya investasi. Dibutuhkan kepastian hukum, stabilitas kebijakan, serta insentif yang kompetitif agar investor global tetap tertarik menanamkan modalnya.
Selain itu, Indonesia juga perlu segera menyesuaikan diri dengan dinamika industri global yang bergerak sangat cepat, terutama dalam sektor energi terbarukan dan elektrifikasi transportasi. Ketergantungan terhadap raksasa industri luar negeri bisa menjadi tantangan jika tidak dibarengi dengan pembangunan industri dalam negeri yang kuat dan mandiri.