Krisis Beras Melanda Asia: Jepang dan Malaysia Kekurangan Pasokan

Kuatbaca - Di tengah perubahan iklim dan dinamika pasar global, sejumlah negara di kawasan Asia mengalami krisis pangan, khususnya beras. Dua negara yang kini menjadi sorotan adalah Jepang dan Malaysia, di mana lonjakan harga dan kelangkaan stok menjadi persoalan yang cukup serius. Kabar ini mencuat seiring pernyataan Menteri Pertanian Indonesia, Andi Amran Sulaiman, yang mengungkapkan situasi tersebut saat menghadiri pengukuhan pengurus Perpadi (Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia) di Jakarta.
Lonjakan Harga Beras di Negeri Sakura
Jepang, yang selama ini dikenal dengan sistem pertanian modern dan kebijakan pangan yang ketat, kini menghadapi lonjakan harga beras yang mencengangkan. Harga eceran beras di negara tersebut dilaporkan mendekati Rp100.000 per kilogram—angka yang tentu mengagetkan bagi standar harga di Asia.
Situasi ini menunjukkan betapa rapuhnya ketahanan pangan bahkan di negara maju sekalipun, apalagi jika menghadapi kombinasi antara gagal panen, gangguan cuaca ekstrem, dan fluktuasi global. Sebagai negara yang juga masih bergantung pada impor untuk sebagian kebutuhan pangannya, Jepang kini terlihat mulai mencari solusi, termasuk dengan mempererat kerja sama dengan negara penghasil beras seperti Indonesia.
Malaysia Bergantung Impor dan Minta Bantuan
Sementara itu, di sisi lain Selat Malaka, Malaysia juga mengalami tekanan serupa. Negara tersebut hanya mampu memenuhi sekitar 40–50 persen kebutuhan beras nasional dari produksi dalam negeri. Sisanya harus dipenuhi lewat impor. Dalam kondisi normal, hal ini mungkin bisa dikelola. Namun ketika pasokan global terganggu dan harga melonjak, Malaysia pun mulai merasa terdesak.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah Malaysia disebut telah mengajukan permintaan kepada Indonesia untuk membantu dengan pasokan beras. Namun, Menteri Pertanian RI menanggapi permintaan itu dengan hati-hati. Menurutnya, meski Indonesia bersahabat dengan negara tetangga, kondisi dalam negeri tetap menjadi prioritas utama.
Berbeda dengan kondisi di negara-negara tetangga, Indonesia saat ini justru sedang berada dalam situasi yang relatif aman dalam hal cadangan beras. Berdasarkan laporan terbaru, stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog telah mencapai 3,3 juta ton. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah hingga mencapai 4 juta ton pada Mei 2025 mendatang.
Jika proyeksi itu benar-benar tercapai, maka ini akan menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia—karena stok beras sebanyak itu belum pernah tercapai sejak negara ini merdeka. Menteri Amran menilai keberhasilan ini tak lepas dari kerja sama antara pemerintah, petani, serta pelaku usaha di sektor perberasan nasional.
Iklim Jadi Faktor Penentu
Namun, meski stok melimpah, pemerintah tetap bersikap waspada. Perubahan iklim yang tak menentu masih menjadi ancaman nyata bagi produksi pertanian. Hujan yang datang tak sesuai musim, banjir, hingga kekeringan ekstrem bisa terjadi sewaktu-waktu dan mengacaukan siklus tanam maupun panen. Oleh karena itu, ekspor beras ke luar negeri, termasuk ke Malaysia, belum menjadi prioritas dalam waktu dekat.
Kebijakan ini bertujuan menjaga ketahanan pangan nasional agar tidak terganggu di tengah ketidakpastian global. Pemerintah juga ingin memastikan bahwa kebutuhan dalam negeri tercukupi, terutama menjelang bulan-bulan rawan seperti pertengahan tahun yang biasanya diwarnai musim kering.
Di balik kabar kurang menggembirakan dari negara tetangga, Indonesia justru punya peluang untuk memperkuat posisi sebagai negara agraris yang mandiri. Jika dikelola dengan baik, kelebihan stok beras ini bukan hanya menjadi alat stabilisasi harga dalam negeri, tapi juga bisa membuka peluang ekspor strategis ke negara-negara yang kini kesulitan pasokan.
Ke depan, penguatan data pertanian, perlindungan petani, serta investasi dalam teknologi pertanian menjadi kunci. Pemerintah juga diharapkan tidak hanya fokus pada peningkatan produksi, tetapi juga pada distribusi dan efisiensi logistik, agar beras bisa dinikmati masyarakat dengan harga yang wajar.
Di tengah dinamika global yang serba tak pasti, ketahanan pangan bukan hanya soal cadangan beras, tetapi juga kemampuan negara untuk mengelola sumber dayanya dengan bijak dan berkelanjutan. Indonesia, tampaknya, sedang berada di jalur yang tepat—namun tantangan belum usai.