Kilau Emas di Tepi Jalan: Bisnis Pedagang Emperan Pasar Senen yang Tak Pernah Sepi

Kuatbaca.com - Di tengah hiruk-pikuk ibu kota, kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat, menyimpan potret unik dari aktivitas jual beli emas yang tak lazim. Bukan di dalam toko mewah berpendingin udara, namun di trotoar, di bawah payung sederhana, pedagang emas emperan tetap eksis dan menjadi pilihan banyak orang untuk menjual perhiasan mereka. Para pedagang ini membuka lapak di sepanjang Jalan Pasar Senen hingga ke Jalan Senen Raya III, dan sebagian lagi terlihat di persimpangan Jalan Kwini I.
Meski bermodalkan meja kecil dan etalase seadanya, mereka menawarkan layanan jual beli emas yang cukup fleksibel dan cepat. Keberadaan mereka mencerminkan sisi lain dari pasar emas yang lebih inklusif, khususnya bagi masyarakat yang ingin menjual perhiasan dalam kondisi apa pun.
1. Menerima Emas Apa Adanya: Tanpa Surat, Tanpa Bentuk Utuh
Salah satu daya tarik pedagang emas emperan adalah kemudahan dalam menjual emas, bahkan dalam kondisi rusak atau tanpa surat resmi. Seorang pedagang yang membuka lapak tepat setelah flyover Jalan Pasar Senen menjelaskan, "Jual lah. Di sini kebanyakan orang jual emas. Apalagi kan dia kan nggak ada surat atau kondisi emasnya itu rusak. Cuma kalau di kita kondisi emas pun rusak sama saja, tetap diterima."
Hal ini diamini oleh pedagang lainnya bernama Udin yang biasa mangkal di persimpangan Senen Raya dan Kwini I. Ia menyatakan bahwa bentuk fisik emas tak memengaruhi harga, asalkan kadar dan beratnya masih bisa diukur. "Mau barang itu utuh, putus, hancur-hancuran, harga tetap sama dengan yang utuh. Yang penting per gram dan kadarnya," ujarnya.
2. Cara Penaksiran Harga Emas di Lapak Emperan
Proses penilaian emas di lapak emperan umumnya mengacu pada harga logam mulia harian yang berlaku di pasar. Udin menambahkan bahwa harga beli akan disesuaikan dengan kadar emas dan beratnya, bukan berdasar bentuk atau kelengkapan dokumen.
"Kalau beli emas ya tergantung kadarnya, ada 6 karat, 8 karat, 10 karat, 22, 23, 24. Tergantung kadarnya. Kalau emas kita tampung sesuai perkalian (harga per gram) hari ini," jelasnya.
Misalnya, jika harga logam mulia saat ini berada di kisaran Rp 1.800.000 per gram untuk kadar 99,99%, maka emas dengan kadar 25% (setara 6 karat) hanya akan dihargai sekitar Rp 450.000 per gram. Itulah mengapa pembeli seperti Udin menawarkan harga sesuai kadar, misalnya Rp 500.000 untuk emas 6 karat, hingga Rp 1,7 juta untuk emas 97%.
3. Negosiasi: Seni Bertransaksi di Lapak Tradisional
Berbeda dengan toko emas besar yang memiliki harga tetap, di lapak kaki lima ini, proses jual beli sering kali dibumbui seni tawar-menawar. Udin menjelaskan bahwa pembeli dan penjual bisa saling bernegosiasi untuk menemukan harga yang pas. “Nah, si penjual mau ya kita beli. Kalau nggak mau ya sudah nggak apa-apa. Kalau toko memang nggak beli, kaya anting sebelah. Seandainya dia beli juga, nggak tau harganya apa di bawah kita,” ungkapnya.
Bagi para pedagang ini, keuntungan kecil pun tetap berarti. "Kan kita nego, ini nggak tentu, antara penjual sama si pembeli. Kita beli nanti ada kelebihan nggak? Walaupun Rp 1.000-2.000, yang penting ada penglaris," lanjut Udin.
4. Pedagang Emperan: Alternatif Jual Emas yang Fleksibel
Keberadaan para pedagang emas emperan ini menjadi solusi bagi mereka yang kesulitan menjual emas dalam kondisi tidak ideal. Toko emas atau Pegadaian umumnya tidak menerima emas rusak atau tanpa surat, sementara lapak-lapak ini lebih fleksibel dan cepat dalam melayani.
Bahkan, tanpa fasilitas modern dan perlengkapan lengkap, para pedagang ini tetap menjunjung transparansi dalam bertransaksi. Dengan alat ukur sederhana dan harga acuan pasar harian, mereka tetap mampu bersaing dalam pasar emas informal.