Ketika Logam Mulia Jadi Rebutan: Investasi atau Sekadar Ikut Tren?

1. Demam Emas, Antrean Panjang Jadi Pemandangan Biasa
Kuatbaca.com - Di tengah lonjakan harga emas, butik Logam Mulia (LM) Antam di Pulogadung menjadi saksi antusiasme luar biasa masyarakat. Mila dan suaminya adalah contoh nyata dari fenomena ini. Mereka rela datang sejak pukul 08.00 pagi dan mendapat antrean ke-200 hanya demi mendapatkan emas batangan. Fenomena ini tidak hanya terjadi sehari dua hari bahkan Mila mengaku sudah mencoba ke beberapa butik emas selama dua hari berturut-turut namun selalu kehabisan stok.
2. Harga Emas Tembus Rp 2 Juta, Picu Kegilaan Massal
Tanggal 17 April 2025 menjadi tonggak penting dalam dunia investasi emas di Indonesia. Harga emas batangan di butik Antam mencapai Rp 1.975.000 per gram, dan di Pegadaian bahkan sudah menembus angka Rp 2 juta. Kenaikan ini bukan hanya membahagiakan para investor lama, tapi juga menciptakan gelombang baru pembeli yang terdorong oleh rasa takut ketinggalan atau fear of missing out (FOMO).
3. Ketika FOMO Mengalahkan Logika Finansial
Rasa takut kehilangan momentum sering kali menjadi pemicu keputusan finansial yang tidak bijak. Banyak orang merasa perlu ikut membeli emas hanya karena orang lain melakukannya, bukan karena analisis atau perencanaan yang matang. Fenomena ini berbahaya karena dapat membuat masyarakat melakukan pembelian impulsif saat harga berada di puncaknya, tanpa memahami potensi risiko jangka pendek.
4. Emas: Investasi atau Reaksi Sosial?
Logam mulia memang memiliki reputasi sebagai aset lindung nilai dalam jangka panjang, apalagi di tengah gejolak ekonomi global. Namun, membeli emas saat harganya sudah sangat tinggi bisa menjadi keputusan yang keliru jika tidak dilandasi tujuan yang jelas. Investasi idealnya dilakukan berdasarkan strategi, bukan sekadar mengikuti arus sosial atau karena dorongan emosional sesaat.
5. Naiknya Literasi Investasi, Turunnya Rasionalitas?
Tingginya penjualan emas Antam yang mencatat rekor 43.776 kg di tahun 2024, meningkat 68% dari tahun sebelumnya menunjukkan antusiasme masyarakat terhadap logam mulia. Namun di sisi lain, fenomena ini juga membuka kenyataan bahwa banyak yang belum memahami esensi dari investasi itu sendiri. Berdasarkan data OJK, indeks literasi keuangan Indonesia pada 2024 adalah 65,43%. Ini masih menyisakan ruang besar untuk edukasi, terutama dalam mengenali waktu terbaik untuk berinvestasi.
6. Contoh Nyata: Ketika Investasi Jadi Beban
Ambil contoh Budi yang membeli emas Antam saat harga Rp 1.900.000 per gram dengan dana Rp 10 juta. Hanya dua bulan berselang, ia terpaksa menjual emas itu karena kebutuhan mendadak. Sayangnya, harga buyback emas lebih rendah dari harga beli, dan Budi akhirnya harus menjual rugi. Kasus seperti ini menunjukkan bahwa investasi tanpa rencana hanya akan menghasilkan beban baru, bukan solusi keuangan.
7. Tradisi dan Momen Jadi Pemicu Pembelian Massal
Peningkatan penjualan emas juga terjadi saat momen besar seperti Lebaran. Di Bandung, sebuah toko emas bahkan mencatat lonjakan penjualan hingga dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Banyak yang membeli emas bukan untuk investasi, tetapi sebagai simbol status dan bagian dari budaya memberi saat hari raya. Di sinilah tekanan sosial sering kali menutupi pertimbangan rasional.
8. Ketidakpastian Global, Emas dan Dolar Jadi Pelarian
Pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi menyebut harga emas saat ini sudah terlalu mahal untuk dibeli. Namun, karena ketidakpastian ekonomi global seperti potensi resesi atau krisis finansial banyak orang tetap memilih emas dan dolar sebagai alat lindung nilai. Sayangnya, pembelian yang dilandasi kepanikan justru berisiko jika dilakukan tanpa persiapan.
9. Pentingnya Kendali Emosi dalam Investasi
FOMO adalah musuh terbesar investor. Dalam situasi volatil seperti saat ini, kemampuan mengendalikan emosi dan membuat keputusan berdasarkan data menjadi kunci keberhasilan. Emas memang aman untuk jangka panjang, tetapi tidak berarti bebas risiko. Harga tetap bisa turun dan naik, sehingga pemahaman terhadap siklus pasar menjadi penting.
10. Saatnya Naikkan Literasi, Turunkan Kepanikan
Fenomena emas menunjukkan urgensi untuk meningkatkan literasi finansial di Indonesia. Masyarakat perlu belajar bahwa ada banyak instrumen investasi lain yang bisa dimanfaatkan, seperti saham, reksadana, obligasi, atau deposito. Diversifikasi portofolio, bukan hanya fokus pada emas, adalah strategi cerdas untuk melindungi aset dalam jangka panjang.
Investasi Butuh Akal, Bukan Sekadar Tren
Emas memang bisa jadi investasi yang menjanjikan, tetapi hanya bila dilakukan dengan strategi dan pemahaman yang tepat. Jangan biarkan tren dan tekanan sosial menggiring Anda ke keputusan finansial yang keliru. Di tengah harga yang melambung, logam mulia butuh mental kuat untuk menjadikannya investasi yang benar-benar menguntungkan.