Ketegangan Timur Tengah Memuncak, Harga Minyak Dunia Anjlok Drastis

Kuatbaca.com - Ketegangan geopolitik kembali mengguncang pasar energi global. Harga minyak mentah dunia mencatat penurunan tajam setelah Iran meluncurkan serangan rudal ke Pangkalan Udara Al-Udeid di Qatar, yang merupakan fasilitas militer utama Amerika Serikat di kawasan Teluk. Meskipun serangan tersebut tidak menimbulkan korban jiwa, pasar merespons dengan cepat karena kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.
Pada akhir perdagangan hari Senin, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), acuan utama minyak AS, merosot lebih dari 7% dan ditutup pada level USD 68,51 per barel. Di sisi lain, minyak Brent sebagai acuan global juga turun signifikan ke level USD 71,48 per barel. Ini menjadi titik harga terendah sejak meningkatnya tensi antara Israel dan Iran pada pertengahan Juni.
1. Serangan Rudal Iran Tak Timbulkan Korban, Pasar Bereaksi Positif
Meskipun Iran telah menargetkan fasilitas militer strategis AS di Qatar, serangan tersebut tidak memakan korban jiwa. Pihak Qatar memastikan bahwa sistem pertahanan udara berhasil menggagalkan sebagian besar rudal yang ditembakkan. Fakta ini memberi sinyal positif kepada pasar bahwa konflik mungkin tidak berkembang ke tahap yang lebih luas.
Investor global menilai situasi ini sebagai peluang untuk stabilisasi, terutama karena belum ada indikasi balasan langsung berskala besar dari pihak AS. Ketiadaan korban jiwa menjadi faktor penting yang meredam kekhawatiran pasar terhadap risiko suplai minyak dari kawasan Teluk, yang selama ini menjadi pusat produksi dan ekspor energi dunia.
2. Harga Sempat Naik Sebelum Akhirnya Terjun Bebas
Sebelum mengalami penurunan, harga minyak sebenarnya sempat melonjak drastis pada Minggu malam ketika muncul kabar bahwa Amerika Serikat mulai terlibat aktif dalam operasi militer bersama Israel terhadap Iran. Brent bahkan sempat menembus harga USD 80 per barel karena sentimen panik pasar terhadap potensi gangguan pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah.
Namun setelah adanya konfirmasi bahwa serangan balasan Iran tidak menimbulkan kerusakan besar atau korban, pasar mulai berbalik arah. Investor yang sebelumnya melakukan pembelian spekulatif mulai melakukan aksi ambil untung (profit taking), yang mempercepat penurunan harga dalam waktu singkat.
3. Potensi Pemulihan Harga Bergantung pada Langkah Politik Selanjutnya
Meskipun harga minyak saat ini mengalami penurunan signifikan, situasi di Timur Tengah masih sangat dinamis dan belum bisa diprediksi sepenuhnya. Jika situasi kembali memanas atau jika serangan lanjutan terjadi dan menimbulkan korban, bukan tidak mungkin harga minyak akan melonjak kembali.
Para analis memperkirakan bahwa pemulihan harga minyak akan sangat tergantung pada bagaimana Amerika Serikat dan Iran menavigasi krisis ini. Jika kedua pihak memilih jalur diplomatik, maka stabilitas pasokan energi bisa terjaga. Sebaliknya, jika konflik bereskalasi, maka pasar harus bersiap menghadapi lonjakan harga yang ekstrem dan potensi terganggunya jalur distribusi minyak global, termasuk risiko terhadap Selat Hormuz sebagai titik krusial pengiriman minyak dunia.
4. Dampak pada Ekonomi Global dan Indonesia
Penurunan harga minyak ini memberikan dua sisi efek bagi perekonomian global, termasuk Indonesia. Di satu sisi, harga minyak yang lebih rendah dapat menurunkan tekanan inflasi global dan mengurangi biaya impor energi, khususnya bagi negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia. Namun di sisi lain, ketidakpastian geopolitik dapat memperburuk sentimen pasar, memicu volatilitas nilai tukar, dan menghambat investasi di sektor energi.
Bagi Indonesia, stabilitas harga minyak sangat penting untuk menjaga keberlanjutan fiskal, terutama karena subsidi energi masih menjadi beban utama dalam APBN. Jika harga minyak tetap rendah namun stabil, ini bisa menjadi angin segar untuk pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi dan menjaga daya beli masyarakat.