Kuatbaca.com - Mulai Maret 2025, kebijakan pengelolaan dividen BUMN mengalami perubahan besar. Jika sebelumnya dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi salah satu sumber utama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kini seluruh dividen tersebut telah dialihkan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025. Akibatnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus memutar strategi agar target penerimaan negara tidak jebol.
Dalam struktur APBN 2025, penerimaan dari dividen BUMN sebelumnya ditargetkan mencapai Rp 90 triliun. Namun, karena kini dikelola Danantara, pos tersebut tidak lagi masuk dalam PNBP Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Data per 31 Maret 2025 menunjukkan realisasi penerimaan dari pos ini hanya sebesar Rp 10,88 triliun, atau sekitar 12,1% dari target. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, angka ini terkontraksi hingga 74,6% secara tahunan (year-on-year).
Plh Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Suahasil Nazara, mengonfirmasi bahwa pergeseran ini membuat penerimaan negara dari dividen praktis terhenti sejak awal Maret.
“Asalnya pada Januari lalu ada pembayaran dividen interim dari BRI untuk tahun buku 2024. Setelah itu tidak ada lagi karena dividen dialihkan ke Danantara,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI.
Untuk menutup lubang yang ditinggalkan oleh dividen BUMN, Kemenkeu menyusun strategi "extra effort" guna memaksimalkan PNBP dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) dan Kementerian/Lembaga (K/L). Upaya ini mencakup peningkatan kepatuhan, perluasan basis penerimaan, serta reformasi tata kelola pelaporan dan pembayaran.
Salah satu fokus utama ada pada Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA). Sistem ini akan diperluas mencakup komoditas seperti nikel dan bauksit, dengan harapan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.
“Kalau peningkatan kepatuhan terjadi, nanti akan berdampak positif terhadap penerimaan,” kata Suahasil.
Kebijakan baru yang berlaku sejak 26 April 2025 juga diharapkan mendongkrak PNBP, terutama melalui penyesuaian tarif royalti atas produksi mineral dan batu bara. Pemerintah berharap kenaikan tarif ini akan memberi kontribusi signifikan terhadap penerimaan, khususnya dari pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selain itu, pemerintah juga mendorong optimalisasi PNBP dari kementerian dan lembaga tertentu, seperti:
Suahasil menjelaskan, potensi penerimaan dari sektor ini diperkirakan bisa menyumbang antara ratusan miliar hingga Rp 2 triliun, tergantung efektivitas implementasi dan kepatuhan pelaksana di lapangan.
Upaya lain yang kini tengah diintensifkan Kemenkeu adalah pelaksanaan joint program antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kolaborasi ini bertujuan memperkuat pertukaran data antara wajib pajak dan wajib bayar dalam rangka memperluas basis PNBP.
“PNBP banyak yang berasal dari eksportir. Kalau ada koneksi data antara wajib bayar dan wajib pajak, itu bisa dianalisis dan ditindaklanjuti. Kami sudah mulai koneksitas ini,” ujar Suahasil.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) melalui perbaikan kepatuhan dan transparansi pembayaran.
Target PNBP dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp 513,64 triliun. Hingga akhir kuartal pertama (31 Maret), baru terealisasi sekitar Rp 115,9 triliun, atau 22,6% dari target tahunan. Dengan hilangnya salah satu sumber utama, yakni dividen BUMN, pemerintah mengandalkan strategi-strategi alternatif ini agar tetap menjaga stabilitas fiskal.
Walau tantangan cukup besar, Kemenkeu menyatakan tetap optimis bahwa berbagai upaya terintegrasi, termasuk revisi kebijakan, intensifikasi pengawasan, dan kerja sama lintas instansi, akan menghasilkan peningkatan penerimaan yang signifikan pada semester II 2025.