Ironi Upah Minimum: 109 Juta Pekerja Indonesia Digaji di Bawah UMP, Ini Penyebab dan Dampaknya

31 May 2025 21:08 WIB
cbe5e480-7ccd-4daf-8fd6-635d9d509d47_169.jpeg

1. Lonjakan Pekerja Bergaji di Bawah UMP Capai 109 Juta Orang

Kuatbaca.com - Fenomena mengkhawatirkan tengah terjadi di dunia ketenagakerjaan Indonesia. Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkap bahwa per tahun 2024, sebanyak 109 juta pekerja di Indonesia menerima gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Angka ini melonjak drastis dibanding tahun 2021 yang masih berada di kisaran 83 juta pekerja. Secara persentase, jumlahnya naik dari 63% menjadi 84% dari total pekerja nasional.

Data ini diperoleh dari hasil olahan CELIOS terhadap survei ketenagakerjaan Badan Pusat Statistik (BPS), dan mencerminkan kondisi serius terkait ketimpangan antara peraturan dan praktik nyata di lapangan.

2. Lemahnya Penegakan Hukum dan Pasar Kerja yang Tidak Berimbang

Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS, penyebab utama dari tingginya angka ini adalah lemahnya penegakan aturan upah minimum. Undang-undang memang melarang perusahaan membayar pekerja di bawah UMP, namun kenyataannya banyak pengusaha yang melanggar tanpa konsekuensi hukum berarti.

Bhima menyebut bahwa para pekerja cenderung pasif dan menerima kondisi tersebut karena minimnya pilihan kerja dan ancaman pengangguran. “Daripada tidak bekerja, mereka memilih tetap bekerja meski digaji rendah,” ujarnya. Ditambah lagi, union busting atau larangan berserikat makin marak, membuat pekerja kehilangan saluran untuk melapor dan memperjuangkan haknya.

3. Pekerjaan Informal Jadi Pelarian Usai Gelombang PHK

Tingginya angka pekerja bergaji di bawah UMP juga dipengaruhi oleh besarnya proporsi sektor informal, terutama setelah terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) beberapa tahun terakhir di sektor industri. Banyak pekerja formal yang beralih menjadi ojek online, kurir, pekerja UMKM keluarga, hingga buruh serabutan yang tidak terikat kontrak dan tidak memiliki perlindungan tenaga kerja yang memadai.

Jenis pekerjaan ini sangat rentan terhadap praktik pemberian upah rendah, tanpa jaminan kesehatan, pensiun, maupun perlindungan lainnya seperti BPJS Ketenagakerjaan.

4. Upah Rendah Picu Masalah Sosial: Utang, Depresi, Hingga Perceraian

Dampak dari situasi ini tidak hanya dirasakan pada aspek ekonomi, tapi juga menimbulkan masalah sosial dan psikologis. Bhima menjelaskan bahwa banyak pekerja yang tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar seperti makan, sewa rumah, dan biaya sekolah anak. Akibatnya, mereka sering terjerat utang, termasuk pinjaman online (pinjol) yang menjebak dan bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.

“Kondisi ini bahkan bisa menyebabkan depresi hingga perceraian, terutama di keluarga yang mengalami tekanan ekonomi berat. Tidak sedikit pula pasangan yang harus bekerja ganda dan overworked hanya untuk bertahan hidup,” kata Bhima.

5. UMP Wajib Ditegakkan, Tapi Celah Hukum Masih Dimanfaatkan

Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, sudah jelas disebutkan bahwa:

  • Pasal 89 Ayat 1 menyatakan upah minimum berlaku berdasarkan wilayah atau sektor tertentu.
  • Pasal 90 Ayat 1 melarang pengusaha membayar di bawah upah minimum.
  • Namun, Pasal 90 Ayat 2 membuka celah bagi pengusaha untuk mengajukan penangguhan pembayaran UMP, selama bisa membuktikan ketidakmampuan secara finansial.

Sayangnya, pasal ini sering disalahgunakan oleh pelaku usaha sebagai dalih untuk tetap menggaji pekerja di bawah standar, tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dari pemerintah.

Perlunya Reformasi Ketenagakerjaan dan Perlindungan Nyata bagi Buruh

Data 109 juta pekerja bergaji di bawah UMP menjadi alarm serius bagi pemerintah dan pemangku kebijakan. Reformasi ketenagakerjaan mutlak diperlukan, dimulai dari penegakan hukum yang adil, peningkatan pengawasan ketenagakerjaan, serta perlindungan bagi sektor informal melalui regulasi dan jaminan sosial yang menyeluruh.

Di sisi lain, edukasi dan pemberdayaan buruh melalui serikat pekerja dan program pelatihan kerja juga harus diperkuat agar pekerja tidak selalu berada dalam posisi lemah. Tanpa langkah konkret, fenomena ini bisa menjadi bom waktu bagi stabilitas sosial dan ekonomi Indonesia di masa depan.

Fenomena Terkini






Trending