Kuatbaca - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengguncang dunia teknologi. Kali ini datang dari Intel, raksasa chip asal Amerika Serikat, yang dikabarkan akan memangkas lebih dari 20% karyawannya dalam waktu dekat. Keputusan drastis ini disebut sebagai langkah awal CEO baru, Lip-Bu Tan, dalam merombak total arah perusahaan yang selama beberapa tahun terakhir mengalami penurunan performa.
Penunjukan Tan sebagai nahkoda baru Intel membawa harapan akan adanya perubahan signifikan. Berbekal pengalaman panjang di sektor semikonduktor, ia datang dengan agenda besar: menyederhanakan birokrasi, mempercepat pengambilan keputusan, dan mengembalikan fokus perusahaan pada kekuatan intinya—teknologi dan inovasi.
Intel dulunya dikenal sebagai penguasa pasar prosesor untuk komputer pribadi dan server. Namun dalam lima tahun terakhir, dominasi itu terus tergerus. Salah satu penyebab utamanya adalah lonjakan permintaan akan chip berbasis kecerdasan buatan (AI), di mana Intel tertinggal jauh dari pesaing seperti Nvidia dan AMD. Sementara Nvidia terus melesat berkat produk GPU-nya yang dioptimalkan untuk kebutuhan AI dan machine learning, Intel justru tampak gamang dalam merespons perubahan arah industri.
PHK kali ini disebut-sebut bukan hanya soal efisiensi, tapi juga bagian dari upaya menyelamatkan masa depan Intel. Dengan memangkas struktur yang dianggap terlalu gemuk, perusahaan berharap bisa bergerak lebih lincah di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Gelombang PHK ini bukanlah yang pertama. Tahun lalu, Intel telah mengurangi sekitar 15.000 pekerjaan, membuat total jumlah karyawan mereka menyusut dari 124.800 menjadi sekitar 108.900 pada akhir 2024. Pemangkasan lebih dari 20% kali ini akan menjadi restrukturisasi terbesar dalam sejarah modern perusahaan.
Langkah ini tentu bukan tanpa risiko. Meski bisa memangkas biaya operasional dalam jangka pendek, kehilangan tenaga kerja dalam jumlah besar bisa berdampak pada produktivitas dan moral internal. Namun, manajemen tampaknya menilai bahwa perubahan radikal memang diperlukan jika Intel ingin tetap relevan di era baru teknologi.
Salah satu strategi Lip-Bu Tan adalah melepas unit bisnis yang dianggap kurang strategis. Salah satu contohnya adalah penjualan 51% saham di divisi chip programable, Altera, ke perusahaan investasi Silver Lake. Langkah ini mencerminkan fokus Intel untuk kembali ke “akar” mereka: menciptakan chip berkualitas tinggi yang kompetitif di pasar global.
Tan juga mengungkapkan niat untuk merekrut kembali para insinyur terbaik, meningkatkan kualitas proses produksi, serta membangun kembali budaya kerja yang berfokus pada rekayasa mutakhir. Dalam konferensi teknologi yang digelar bulan lalu, ia menegaskan pentingnya mengembalikan kejayaan Intel melalui inovasi, bukan hanya efisiensi.
Tak hanya persoalan internal, Intel juga menghadapi tantangan dari sisi eksternal. Program insentif dari pemerintah AS lewat Chips and Science Act 2022, yang awalnya digadang-gadang akan menguntungkan Intel, kini berada dalam ketidakpastian. Kembalinya Donald Trump sebagai Presiden membuat arah kebijakan industri chip kembali abu-abu. Proyek-proyek besar seperti pembangunan pabrik di Ohio pun tertunda karena ketidakjelasan dukungan pemerintah.
Situasi ini menambah tekanan bagi Intel yang harus bertahan di tengah transisi global dan gejolak ekonomi. Dalam iklim seperti ini, hanya perusahaan yang cepat beradaptasi yang bisa bertahan.
Meski tengah berada dalam badai, Intel belum sepenuhnya kehilangan peluang. Dengan sumber daya manusia, infrastruktur, dan rekam jejak teknologi yang panjang, perusahaan ini masih memiliki potensi besar untuk bangkit. Kuncinya ada pada eksekusi dan keberanian mengambil keputusan strategis, termasuk mempercepat masuk ke pasar chip AI, membangun kemitraan strategis baru, dan memperkuat riset dan pengembangan.
Namun, seperti banyak raksasa teknologi lainnya, Intel kini berada di titik balik: apakah akan kembali ke puncak atau terus merosot menjadi pemain sekunder dalam industri yang dulu mereka kuasai?
Waktu akan menjawab. Tapi yang pasti, langkah PHK massal ini menandai babak baru bagi Intel—babak yang akan menentukan arah perjalanan mereka di era semikonduktor masa depan.