Indonesia Kuasai 65% Pasar Nikel Dunia, Tapi Harga Turun Drastis

7 May 2025 08:08 WIB
ilustrasi-nikel-1745899899557_169.png

Kuatbaca.com - Indonesia kini menjadi kekuatan dominan dalam industri nikel dunia. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia menyuplai sekitar 65% kebutuhan nikel global, menjadikannya sebagai pemasok terbesar komoditas logam tersebut di dunia.

Tri Winarno, perwakilan dari ESDM, menyampaikan bahwa kontribusi besar ini menunjukkan pentingnya posisi Indonesia dalam rantai pasokan logam dunia, terutama nikel yang menjadi bahan baku utama untuk berbagai sektor industri. “Untuk nikel sekarang ini hampir 65% dunia itu disuplai oleh Indonesia,” ujar Tri dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (6/5/2025).

1. Nikel Indonesia Banyak Digunakan untuk Stainless Steel

Mayoritas nikel yang diproduksi Indonesia diarahkan untuk kebutuhan industri stainless steel, terutama di pasar ekspor. Sekitar 65% dari nikel Indonesia dimanfaatkan untuk memproduksi baja tahan karat, yang menjadi komponen penting di berbagai industri seperti otomotif, konstruksi, hingga elektronik.

Tri menambahkan bahwa sebagian besar dari produk nikel Indonesia dikirim ke pasar internasional, terutama ke Tiongkok, yang memang dikenal sebagai salah satu negara dengan permintaan tinggi terhadap bahan baku logam. “Dan sekitar 65% juga nikel ini menjadi stainless steel... karena pasar kita untuk stainless steel atau untuk nikel itu kan kebanyakan ke Cina ya,” katanya.

2. Dominasi Pasar Tak Mampu Cegah Penurunan Harga

Meskipun mendominasi pasar global, harga nikel justru mengalami tren penurunan yang cukup tajam dalam beberapa bulan terakhir. Berdasarkan data Harga Mineral Logam Acuan (HMA) yang diterbitkan Kementerian ESDM, harga nikel pada bulan Mei 2025 ditetapkan sebesar US$ 15.049,23 per dmt, lebih rendah dibandingkan harga bulan April 2025 yang berada di level US$ 16.126,33 per dmt.

Tri menjelaskan bahwa turunnya harga nikel ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kondisi kelebihan pasokan. Namun ia juga tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh dari dinamika geopolitik global, seperti perang dagang antar negara besar yang dapat mengganggu stabilitas permintaan dan harga.

“Nikel memang mengalami penurunan, kalau dilihat supply-demand memang supply yang over. Tetapi apakah penurunan ini karena supply yang over, atau sebetulnya akibat dari perang dagang, hal ini kita nggak tahu juga,” jelas Tri.

3. Tantangan dalam Mengelola Dominasi Pasar

Meskipun Indonesia memiliki pangsa pasar yang sangat besar, tantangan besar tetap membayangi. Kelebihan pasokan, fluktuasi harga global, dan ketergantungan pada satu pasar ekspor utama seperti Tiongkok, menempatkan Indonesia dalam posisi yang rentan jika terjadi gejolak pasar internasional.

Karena itu, dibutuhkan strategi diversifikasi pasar dan penguatan hilirisasi industri nikel di dalam negeri. Hilirisasi dapat meningkatkan nilai tambah komoditas ini dan mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah ke negara lain.

4. Hilirisasi Jadi Jawaban untuk Masa Depan Nikel RI

Langkah hilirisasi yang telah digaungkan oleh pemerintah dinilai sebagai solusi jangka panjang dalam menjaga keberlanjutan industri nikel nasional. Dengan mendorong pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter), Indonesia bisa mengolah nikel mentah menjadi produk turunan seperti nikel sulfat dan prekursor baterai, yang sangat dibutuhkan dalam industri kendaraan listrik (EV).

Dengan posisi sebagai raja nikel dunia, Indonesia memiliki peluang besar untuk membentuk ekosistem industri baterai global, apalagi di tengah meningkatnya tren elektrifikasi kendaraan di seluruh dunia. Namun, untuk benar-benar menjadi pusat industri global, pemerintah dan pelaku usaha nasional perlu menyiapkan kebijakan yang adaptif terhadap dinamika pasar serta meningkatkan kemampuan teknologi dalam negeri.

Fenomena Terkini






Trending