Kuatbaca.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa Indonesia berpotensi mengalami defisit gas dalam jangka panjang, hingga tahun 2035. Prediksi ini muncul seiring dengan meningkatnya konsumsi gas dalam negeri yang semakin besar. Menurut Bahlil, sebelumnya ada kesalahan perhitungan dalam proyeksi kebutuhan gas domestik yang kurang memperhatikan tingkat konsumsi yang terus berkembang.
Bahlil menambahkan, meskipun ada potensi defisit, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengoptimalkan produksi gas domestik dan berupaya maksimal untuk menghindari impor gas. "Hingga saat ini, Indonesia masih bisa memenuhi kebutuhan gas dalam negeri tanpa mengandalkan impor, dan kami akan terus berupaya agar itu tetap bertahan," ujar Bahlil dalam penjelasannya.
Dalam pemaparannya, Bahlil menambahkan bahwa pada tahun 2026 dan 2027, diperkirakan akan terjadi peningkatan produksi atau lifting gas. Peningkatan ini diharapkan dapat mengimbangi kenaikan konsumsi gas domestik yang terus berkembang. Walaupun demikian, Bahlil menekankan pentingnya menjaga agar Indonesia tidak bergantung pada impor gas, kecuali jika keadaan benar-benar darurat.
"Jika situasinya mendesak dan produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan, barulah kami mempertimbangkan impor gas, tetapi kami berharap itu tidak terjadi," lanjut Bahlil. Hal ini menunjukkan tekad pemerintah untuk mempertahankan kemandirian energi dan mencegah ketergantungan pada impor gas yang dapat membebani perekonomian negara.
Masalah utama yang menyebabkan defisit gas ini adalah penurunan produksi gas dari lapangan-lapangan migas yang sudah ada. Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Arief S Handoko, mengungkapkan bahwa wilayah Sumatera Utara dan Jawa Barat diperkirakan akan mengalami kekurangan pasokan gas yang cukup signifikan mulai tahun 2025 hingga 2035. Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi gas dari lapangan yang ada, sementara penemuan cadangan gas baru masih terbatas.
Menurut Arief, kekurangan pasokan gas ini diperkirakan akan mulai terasa di Sumatera Utara dan bagian tengah pada tahun 2028. Pada saat itu, kekurangan gas diperkirakan akan mencapai sekitar 96 juta kaki kubik standar per hari (MMSCFD). Kondisi ini diperkirakan akan semakin memburuk pada tahun-tahun berikutnya, dengan kekurangan gas yang semakin meluas hingga ke wilayah Sumatera bagian Selatan, Jawa bagian Barat, dan Lampung.
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh PGN, kekurangan pasokan gas akan semakin parah pada periode 2025 hingga 2035. Pada 2025, diperkirakan kekurangan gas mencapai 177 MMSCFD, dan angka ini akan terus meningkat seiring berjalannya waktu. Pada tahun 2026, kekurangan gas diperkirakan mencapai 239 MMSCFD, dan pada tahun 2027 mencapai 369 MMSCFD.
Proyeksi lebih lanjut menunjukkan bahwa pada 2028, kekurangan gas akan mencapai 390 MMSCFD dan terus meningkat hingga mencapai 524 MMSCFD pada 2033. Pada tahun 2035, diperkirakan kekurangan gas akan mencapai 513 MMSCFD. Angka-angka ini menunjukkan betapa besar tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan gas domestik di masa depan.
Menghadapi prediksi defisit gas yang semakin nyata, pemerintah Indonesia bersama dengan sektor energi terus berupaya mencari solusi. Salah satu langkah yang diambil adalah mendorong eksplorasi dan pengembangan lapangan gas baru. Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan efisiensi penggunaan gas dan memanfaatkan sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Pemerintah juga terus memantau dan mengatur kebijakan yang dapat mendorong sektor energi untuk mengurangi ketergantungan pada impor, serta memastikan bahwa produksi gas domestik dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Meningkatkan infrastruktur energi, seperti pembangunan pipa gas dan fasilitas penyimpanan gas, juga menjadi prioritas untuk memastikan distribusi gas yang lebih merata di seluruh Indonesia.