Indonesia Dikenakan Tarif Impor Hingga 47% oleh AS, Pemerintah Bergerak!

19 April 2025 10:20 WIB

Kuatbaca.com - Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat (AS). Produk-produk asal Indonesia kini dikenakan tarif impor yang sangat tinggi oleh Negeri Paman Sam, bahkan mencapai 47%. Fakta ini diungkap langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang memimpin delegasi Indonesia dalam negosiasi dagang terbaru dengan pemerintah AS.

Tarif tinggi ini jauh lebih besar dibanding angka 32% yang sempat diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump dalam kebijakan tarif resiprokalnya. Setelah dilakukan pendalaman, ternyata Indonesia masih dibebani berbagai tarif proteksionis lain yang membuat beban biaya masuk ke pasar AS semakin berat.

1. Tekstil dan Garmen Indonesia Jadi Komoditas Paling Terdampak

Sektor industri yang paling merasakan dampaknya adalah produk tekstil dan garmen. Produk dari sektor ini dikenai tarif proteksionis tambahan sebesar 10-37%. Ketika tarif resiprokal Trump sebesar 32% sempat "disko" menjadi 10% untuk masa berlaku 90 hari, hal ini tetap tak meringankan secara signifikan karena tumpukan tarif lama tetap dikenakan.

“Meski saat ini tarif 10% untuk 90 hari, di tekstil, garmen, ini kan sudah ada tarif 10-37%, maka 10% tambahan bisa 10+10 atau 37+10. Ini concern kita karena ekspor kita biayanya lebih tinggi, karena ini di-sharing kepada pembeli dan juga ke Indonesia sebagai pengirim,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/4/2025).

Artinya, total beban tarif yang harus ditanggung oleh produk Indonesia ketika memasuki pasar Amerika bisa mencapai 47%, sebuah angka yang membuat posisi kompetitif Indonesia menjadi sangat lemah.

2. Produk RI Kalah Saing Dibanding Negara Tetangga

Airlangga juga menyoroti ketidakadilan yang diterapkan dalam sistem perdagangan internasional, khususnya terhadap Indonesia. Banyak negara pesaing di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur justru mendapatkan perlakuan tarif yang lebih ringan dari AS. Ini menyebabkan barang-barang Indonesia kalah saing di pasar global.

Ia menegaskan bahwa Indonesia menginginkan perlakuan yang adil dan setara, agar produk nasional bisa bersaing di level internasional. “Kami tegaskan bahwa selama ini tarif yang tidak level playing field diterapkan AS, termasuk dengan negara pesaing kita di ASEAN. Kita ingin diberikan tarif yang tidak lebih tinggi,” tegas Airlangga.

3. Pemerintah Indonesia Lakukan Langkah Negosiasi

Merespons situasi ini, pemerintah Indonesia telah memulai upaya negosiasi perdagangan bilateral dengan AS. Delegasi Indonesia dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian dan tim teknis dari kementerian terkait. Tujuannya adalah untuk menekan angka tarif dan memastikan adanya kesepakatan baru yang lebih menguntungkan.

Langkah negosiasi ini dilakukan seiring dengan strategi diplomasi ekonomi Indonesia yang terus didorong agar tidak hanya bergantung pada satu negara mitra dagang. Pemerintah juga tengah menjajaki peluang pasar non-tradisional di Afrika, Timur Tengah, hingga Eropa Timur untuk memperluas akses pasar.

Kondisi yang dihadapi Indonesia saat ini mencerminkan pentingnya reformasi dalam struktur perdagangan global, terutama dalam sistem tarif yang seharusnya mencerminkan semangat keterbukaan dan keadilan antar negara. Airlangga menegaskan bahwa Indonesia tidak menolak perdagangan bebas, namun ingin ada kesetaraan dalam hal perlakuan terhadap produk nasional.

Dengan terus mendorong diplomasi ekonomi dan kerja sama internasional, pemerintah berharap posisi Indonesia dapat semakin diperhitungkan, baik di sektor ekspor manufaktur, produk tekstil, hingga industri berbasis digital dan berkelanjutan.

Fenomena Terkini






Trending