Indofarma Masih Rugi di Kuartal I 2025, Tapi Kerugian Menyusut Drastis

Kuatbaca.com - Kinerja keuangan PT Indofarma Tbk (INAF), anggota holding BUMN sektor farmasi, masih menunjukkan tantangan besar. Di kuartal I tahun 2025, perusahaan farmasi pelat merah ini kembali mencatat kerugian. Namun, ada secercah harapan karena nilai kerugian tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
1. Rugi Bersih Turun Lebih dari 50 Persen
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), Indofarma melaporkan rugi bersih sebesar Rp 25,1 miliar hingga Maret 2025. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 53,45% dibanding periode yang sama di tahun 2024, di mana kerugian tercatat mencapai Rp 53,9 miliar.
Penurunan kerugian ini menjadi sinyal positif bahwa perusahaan mulai menemukan jalan perbaikan, meskipun masih jauh dari titik balik menuju profitabilitas.
2. Utang Masih Besar, Tapi Mulai Berkurang
Di sisi lain, liabilitas (utang) Indofarma tetap tinggi, yakni mencapai Rp 1,3 triliun pada kuartal pertama 2025. Meski begitu, angka ini menyusut cukup signifikan dibandingkan posisi pada kuartal pertama 2024 yang mencapai Rp 1,7 triliun atau turun sekitar 22,65%.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berusaha keras menekan beban utang dalam kondisi keuangan yang masih belum stabil.
3. Pinjaman ke Bank Himbara Masih Tersisa
Dalam laporan yang sama, diketahui bahwa Indofarma masih memiliki utang jangka pendek kepada salah satu anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Pinjaman ini tercatat sebesar Rp 93,99 miliar dan menjadi salah satu komponen penting dalam struktur kewajiban jangka pendek perseroan.
4. Ekuitas Mengalami Penurunan
Total ekuitas perusahaan pada akhir Maret 2025 berada di angka Rp 788,95 miliar, turun dari Rp 1,1 triliun di kuartal yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini menjadi sinyal bahwa secara keseluruhan, nilai kekayaan bersih perusahaan masih tertekan akibat akumulasi kerugian yang belum bisa dibalikkan dengan laba.
5. Penjualan Menurun, Beban Pokok Masih Lebih Tinggi
Dari sisi operasional, Indofarma membukukan penjualan bersih sebesar Rp 36,76 miliar pada kuartal I 2025. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan Rp 43,63 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, beban pokok penjualan tercatat sebesar Rp 42,36 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan kuartal I 2024 yang mencapai Rp 43,34 miliar.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun beban pokok sudah mulai ditekan, nilai penjualan yang lebih rendah menyebabkan margin operasional tetap negatif.
6. Penurunan di Semua Segmen Penjualan
Indofarma juga mengalami penurunan signifikan di hampir semua segmen usahanya. Penjualan produk obat-obatan anjlok dari Rp 106,1 miliar di kuartal IV 2024 menjadi hanya Rp 20,28 miliar di kuartal I 2025. Begitu pula dengan penjualan alat kesehatan, yang merosot dari Rp 104,22 miliar menjadi Rp 16,47 miliar dalam periode yang sama.
Turunnya pendapatan dari dua segmen utama ini mempertegas bahwa perusahaan masih menghadapi tantangan serius dalam meningkatkan kinerja penjualannya.
7. Tantangan Besar, Tapi Ada Peluang Perbaikan
Meski masih mencatat kerugian, ada beberapa indikator perbaikan yang patut dicermati, seperti menurunnya liabilitas dan efisiensi beban pokok penjualan. Dalam situasi ini, langkah-langkah strategis seperti efisiensi operasional, penguatan distribusi, dan pembenahan struktur utang menjadi krusial bagi masa depan Indofarma.
Sebagai bagian dari holding Bio Farma, diharapkan restrukturisasi menyeluruh dan sinergi antar anak usaha dapat membawa Indofarma kembali ke jalur positif dalam beberapa kuartal ke depan.
8. Jalan Terjal Pemulihan Keuangan
Kinerja Indofarma di kuartal I 2025 masih dibayangi kerugian dan tekanan finansial. Namun, sinyal positif berupa penurunan kerugian dan liabilitas menunjukkan adanya upaya serius untuk bangkit. Dukungan holding BUMN dan perbaikan strategi bisnis akan menjadi kunci bagi transformasi keuangan perusahaan ke arah yang lebih sehat di masa mendatang.
Indofarma masih harus bekerja keras menghadapi ketatnya persaingan industri farmasi dan menjaga kepercayaan investor di tengah tantangan yang belum berakhir.