Harga Kelapa Melonjak Tajam, Ini Biang Kerok di Baliknya

20 April 2025 14:44 WIB
menteri-perdagangan-mendag-budi-santoso-1745115949589_169.jpeg

Kuatbaca - Pasar domestik tengah dibuat heboh oleh melonjaknya harga kelapa bulat dalam beberapa pekan terakhir. Di sejumlah pasar tradisional, harga satu butir kelapa bahkan menyentuh angka Rp 25.000, jauh di atas harga normal yang biasa berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000. Lonjakan ini mengejutkan banyak kalangan, terutama pelaku usaha kecil seperti pedagang makanan, pengusaha kue tradisional, dan konsumen rumahan yang menjadikan kelapa sebagai bahan pokok sehari-hari.

Kenaikan ini tidak sekadar terjadi karena faktor musiman atau gangguan pasokan, melainkan karena dorongan kuat dari tren ekspor yang kian agresif. Para eksportir lebih memilih menjual kelapa ke luar negeri yang harganya jauh lebih menggiurkan dibanding pasar lokal. Akibatnya, pasokan dalam negeri menipis dan harga pun melonjak drastis.

Permintaan Ekspor Tinggi, Pasar Lokal Tertekan

Meningkatnya permintaan dari luar negeri, terutama dari negara-negara seperti Cina, menjadi pemicu utama kelangkaan pasokan di dalam negeri. Negara-negara tersebut bersedia membayar harga lebih tinggi untuk kelapa Indonesia yang dikenal berkualitas. Dalam konteks perdagangan bebas, pilihan para eksportir ini tentu sah-sah saja secara bisnis. Namun, dampaknya langsung terasa oleh masyarakat dalam negeri.

Para pelaku usaha lokal—yang selama ini membeli kelapa dengan harga lebih rendah dari pasar ekspor—kesulitan bersaing. Mereka tak sanggup memenuhi harga tinggi yang ditawarkan oleh eksportir kepada para petani dan pengepul. Akibatnya, kelapa menjadi semakin langka di pasar lokal dan harganya pun melejit.

Kebijakan Masih Mencari Titik Temu

Menteri Perdagangan, Budi Santoso, mengakui bahwa ketidakseimbangan antara pasar ekspor dan kebutuhan domestik saat ini menjadi masalah serius. Pemerintah, menurutnya, telah mencoba menjembatani dialog antara pelaku usaha dalam negeri dan eksportir agar ditemukan solusi bersama yang adil. Namun hingga kini, belum ada kesepakatan konkret yang bisa mengatasi persoalan ini.

Tujuannya bukan untuk menekan kegiatan ekspor yang menguntungkan secara devisa, melainkan untuk mencari jalan tengah agar kebutuhan dalam negeri tidak terabaikan. Pemerintah menginginkan adanya keseimbangan harga dan distribusi agar masyarakat lokal tidak menjadi korban dalam dinamika pasar global.

Dampak Nyata di Lapangan

Bagi masyarakat, khususnya pedagang kelapa parut di pasar-pasar tradisional, kenaikan harga ini bukan sekadar statistik. Usin, salah satu pedagang di Pasar Rawa Bebek, mengeluhkan penurunan daya beli dan protes dari pelanggan. Banyak pembeli yang mundur saat tahu harga kelapa melonjak dua kali lipat. Bahkan ada yang memilih menghentikan produksi makanan berbahan dasar kelapa karena biaya yang tidak lagi masuk akal.

Kondisi ini mengganggu rantai usaha kecil dan menengah yang menggantungkan hidup dari kelapa. Mulai dari pembuat kue tradisional, pedagang es kelapa, hingga pelaku industri kelapa rumahan ikut terdampak. Jika kondisi ini dibiarkan terlalu lama tanpa solusi konkret, bukan tidak mungkin akan berimbas pada sektor ketahanan pangan lokal.

Lonjakan harga kelapa membuka mata semua pihak bahwa ketergantungan terhadap pasar ekspor bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan strategi perlindungan pasar domestik. Pemerintah diharapkan bisa segera merumuskan kebijakan yang mengatur kuota ekspor atau memberikan insentif kepada pelaku usaha lokal agar mereka tetap mampu membeli bahan baku di tengah persaingan harga dengan eksportir.

Langkah jangka pendek seperti operasi pasar atau pengaturan distribusi mungkin bisa meredakan gejolak sementara. Namun yang lebih penting adalah merancang sistem perdagangan kelapa yang adil dan berkelanjutan, di mana petani, eksportir, dan pelaku industri lokal bisa sama-sama mendapat keuntungan tanpa harus saling mengorbankan.

Harga kelapa yang naik ‘gila-gilaan’ ini seharusnya menjadi alarm bahwa komoditas lokal tak boleh sepenuhnya dikendalikan oleh dinamika pasar luar negeri. Negara harus hadir untuk menjaga keseimbangan antara ekspor yang menguntungkan dan kebutuhan rakyatnya sendiri.

Fenomena Terkini






Trending