Harga Beras Melonjak, Tembus Rp 54.000/kg di Beberapa Daerah!

Kuatbaca.com - Kenaikan harga beras di Indonesia kembali terjadi dan menimbulkan keprihatinan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), lonjakan harga terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia pada minggu kedua Juni 2025. Tak tanggung-tanggung, ada wilayah yang mencatat harga beras tembus lebih dari Rp 50.000 per kilogram!
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa beras merupakan salah satu komoditas yang memberikan sumbangan signifikan terhadap inflasi, mengingat statusnya sebagai bahan pangan utama masyarakat. Data BPS mencatat kenaikan harga beras terjadi di 133 kabupaten/kota, dan tren ini menunjukkan pola yang konsisten di hampir seluruh zona pemantauan nasional.
Khusus untuk zona 1, yang mencakup Pulau Jawa, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTB, dan Sulawesi, rata-rata harga beras berada pada Rp 14.151/kg. Meskipun masih dalam batas Harga Eceran Tertinggi (HET), kenaikan sebesar 0,89% dibandingkan bulan Mei dinilai cukup mencemaskan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Beberapa daerah mencatat harga beras tertinggi di zona ini, seperti Kabupaten Wakatobi yang menembus Rp 17.455/kg, disusul Kabupaten Buton Utara Rp 16.863/kg, dan wilayah ibu kota seperti Jakarta Timur serta Jakarta Utara masing-masing menyentuh angka di atas Rp 15.700/kg.
Zona 2: Kenaikan Terkendali, Tapi Masih Mengkhawatirkan
Di wilayah zona 2, yang meliputi Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan, dan NTT, tren kenaikan harga beras juga terjadi. Kenaikan tercatat sebesar 0,31%, dengan rata-rata harga mencapai Rp 15.266/kg. Meskipun masih berada dalam rentang HET, beberapa wilayah mencatat harga di atas Rp 17.000/kg.
Daerah-daerah yang mencatat lonjakan tertinggi di zona ini termasuk Kabupaten Mahakam Ulu dengan harga Rp 18.098/kg, serta Kepulauan Meranti dan Kapuas Hulu yang berada di kisaran Rp 17.000-an per kilogram. Kondisi geografis yang sulit dijangkau serta distribusi logistik yang terbatas ditengarai menjadi salah satu penyebab utama harga beras melambung di wilayah-wilayah tersebut.
Selain itu, terdapat kekhawatiran akan keterbatasan pasokan lokal dan ketergantungan pada distribusi luar daerah. Jika tidak diantisipasi dengan baik, lonjakan harga bisa terus berlanjut dan memperburuk daya beli masyarakat.
BPS pun terus mendorong kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah agar memastikan distribusi beras dapat merata, terutama ke wilayah-wilayah dengan kondisi geografis menantang.
Zona 3: Harga Beras Melampaui Batas Wajar
Kondisi paling mencolok dan memprihatinkan terjadi di zona 3, yang mencakup wilayah Maluku dan Papua. Di zona ini, rata-rata harga beras mencapai Rp 19.695/kg, atau melampaui batas HET yang ditetapkan sebesar Rp 13.500/kg untuk beras medium dan Rp 15.800/kg untuk beras premium.
Bahkan, beberapa daerah mencatat harga yang sangat tinggi dan jauh di atas rata-rata nasional. Sebut saja Kabupaten Intan Jaya, di mana harga beras tercatat mencapai Rp 54.772/kg. Selain itu, Kabupaten Puncak dan Pegunungan Bintang juga mengalami lonjakan yang sangat tinggi, masing-masing mencatat Rp 45.000/kg dan Rp 40.000/kg.
Kondisi ini tidak hanya mengkhawatirkan dari sisi inflasi, tapi juga memunculkan potensi kerawanan sosial di daerah terpencil yang sulit dijangkau distribusi logistik. Akses jalan dan jalur distribusi yang minim menjadi penyebab utama harga beras di wilayah ini meroket.
Pemerintah diminta untuk segera mengambil langkah konkret seperti subsidi ongkos distribusi atau program intervensi langsung agar masyarakat di daerah tertinggal tidak semakin terbebani dengan tingginya harga kebutuhan pokok.
Tantangan Nasional: Antara Stok Aman dan Harga Melambung
Ironisnya, situasi kenaikan harga ini terjadi di tengah klaim pemerintah bahwa stok beras nasional dalam kondisi aman. Beberapa pihak bahkan menduga ada praktik spekulasi harga atau peran "mafia beras" di balik lonjakan ini, di mana stok melimpah tidak serta-merta menurunkan harga di pasaran.
Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional pun tengah turun ke lapangan untuk mengecek langsung kondisi distribusi dan harga di pasar-pasar tradisional. Tujuannya untuk memastikan tidak ada permainan harga yang merugikan konsumen, terutama di daerah terpencil.
Bagi masyarakat, lonjakan harga beras ini menjadi beban tambahan di tengah ketidakpastian ekonomi. Maka dari itu, sinergi antar lembaga dan transparansi distribusi beras menjadi kebutuhan yang sangat mendesak agar kestabilan harga bisa segera dipulihkan.