Grab Ungkap Alasan Driver Ojol Tak Semua Dapat 'THR': Fokus ke Produktivitas dan Layanan

Kuatbaca.com - Polemik seputar pemberian Bonus Hari Raya (BHR) atau kerap disebut sebagai THR bagi pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat, khususnya setelah sejumlah mitra Grab mengeluhkan ketidakadilan dalam pembagiannya. Menanggapi hal ini, pihak Grab Indonesia akhirnya memberikan klarifikasi resmi mengenai skema pemberian BHR yang diterapkan menjelang Hari Raya Idulfitri 2025.
1. Skema BHR Berdasarkan Produktivitas Driver
Menurut Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, BHR diberikan dengan mempertimbangkan keaktifan dan produktivitas mitra pengemudi. Hal ini disebut sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dan Surat Edaran (SE) dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"Yang diberikan adalah Bonus Hari Raya yang mempertimbangkan keaktifan mitra. Ini sejalan dengan imbauan presiden dan surat edaran dari Kemnaker," kata Tirza dalam pernyataannya, Kamis (10/4/2025).
2. Nominal BHR: Mulai dari Rp 850.000 hingga Rp 1,6 Juta
BHR diberikan dalam nominal berbeda tergantung jenis kendaraan dan performa mitra:
- Driver roda dua (ojek online): hingga Rp 850.000
- Driver roda empat (mobil): hingga Rp 1,6 juta
Besaran ini berlaku untuk mitra yang tergolong paling aktif dan konsisten dalam melayani pengguna selama periode tertentu.
3. Banyak yang Dapat, Tapi Nominal Bervariasi
Tirza menyebut bahwa Grab Indonesia memilih untuk menyalurkan BHR kepada lebih banyak mitra pengemudi, meski dalam jumlah yang bervariasi. Tujuannya agar semangat berbagi bisa menjangkau lebih banyak pihak, bahkan meskipun nilainya tidak seragam.
"Nominalnya bisa berbeda, termasuk ada yang kecil. Tapi kita memilih skema ini supaya yang bisa mendapat lebih banyak, totalnya hampir 500 ribu mitra," ujar Tirza.
4. Siapa yang Tidak Dapat BHR?
Salah satu pertanyaan yang banyak muncul di kalangan driver adalah: kenapa ada mitra yang tidak menerima BHR sama sekali?
Tirza menjelaskan bahwa mitra yang tidak aktif atau tidak pernah menarik penumpang selama periode evaluasi kemungkinan besar tidak masuk dalam daftar penerima. Artinya, sekadar terdaftar di platform Grab tidak otomatis membuat driver berhak atas BHR.
"Yang nggak dapat itu macam-macam. Ada yang terdaftar tapi tidak pernah narik, itu juga ada. Jadi yang dapat adalah mereka yang memang memberikan pelayanan secara aktif," jelasnya.
5. Evaluasi dari Pemerintah dan Status BHR yang Belum Wajib
Terkait kritik dari berbagai pihak, termasuk Wakil Menteri Ketenagakerjaan, yang menyebut ada aplikator yang hanya memberikan "THR" sebesar Rp 50 ribu, Tirza menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada regulasi yang mewajibkan pemberian BHR bagi mitra ojol.
Menurutnya, skema ini masih bersifat imbauan, bukan kewajiban hukum. Namun pihaknya tetap menyampaikan skema tersebut secara transparan kepada pemerintah sejak awal.
"Tidak mungkin semua mitra pengemudi dapat. Itu secara finansial mustahil. Maka apresiasi diberikan kepada mitra yang betul-betul aktif melayani masyarakat," kata Tirza.
6. Ukuran Keaktifan: Jumlah Perjalanan dan Feedback Konsumen
Grab menyusun sistem internal untuk mengukur keaktifan mitra berdasarkan:
- Frekuensi perjalanan atau order yang diambil
- Feedback dan rating dari pengguna
- Konsistensi jam kerja
Pengemudi yang rajin, konsisten, dan mendapat ulasan positif dari pelanggan, akan berpeluang lebih besar mendapat BHR dalam jumlah maksimal.
7. Ke Depan: Pemerintah Siapkan Aturan Khusus THR Ojol
Sementara itu, dari sisi pemerintah, Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan sedang menyusun aturan khusus agar driver ojol bisa mendapatkan THR secara rutin dan adil setiap tahun, termasuk dasar hukum yang kuat bagi aplikator.
Langkah ini menyusul tingginya antusiasme dan harapan para mitra driver untuk mendapat pengakuan lebih formal sebagai pekerja sektor informal berbasis digital.
Bonus Bukan Hak Mutlak, Tapi Apresiasi Berbasis Kinerja
Pemberian Bonus Hari Raya oleh Grab Indonesia memang masih bersifat apresiatif, bukan kewajiban hukum. Namun, skema yang diterapkan dengan berbasis performa dan keaktifan ini menuai pro dan kontra, terutama dari driver yang merasa kontribusinya belum diapresiasi secara adil.
Yang jelas, langkah ini membuka diskusi penting tentang perlindungan sosial bagi pekerja gig economy, serta pentingnya regulasi yang berpihak secara adil terhadap mitra pengemudi dan keberlanjutan perusahaan.