Gelombang PHK Ancam Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kuatbaca.com - Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang semakin marak di Indonesia mulai menimbulkan dampak nyata terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Peringatan ini disampaikan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI), Erwin Gunawan Hutapea, dalam acara bertajuk Efektivitas Kebijakan Moneter Pro-market untuk Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah, yang digelar di Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
1. PHK Melemahkan Konsumsi, Sumber Pertumbuhan Utama Ekonomi
Erwin menegaskan bahwa PHK berdampak langsung pada penurunan daya beli, yang pada akhirnya memengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga. Padahal, konsumsi masih menjadi pilar utama dalam mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
“PHK itu jelas akan berdampak ke konsumsi. Konsumsi yang turun akan menyeret pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” ujar Erwin.
2. Tantangan Ekspor Kian Berat Akibat Tarif Impor AS
Beban ekonomi semakin berat dengan hadirnya tarif impor 32% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap produk dari Indonesia. Langkah ini menambah tekanan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor, terutama sektor manufaktur.
Tarif tinggi menyebabkan produk Indonesia kurang kompetitif di pasar global, sehingga perusahaan menghadapi penurunan pesanan dan omzet. Bila kondisi ini berlangsung lama, maka potensi terjadinya PHK massal semakin besar.
3. Pemerintah Berupaya Negosiasi, Tapi Perlu Waktu
Menyikapi situasi tersebut, pemerintah Indonesia sedang melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat, sekaligus mendorong upaya diversifikasi pasar ekspor. Namun, Erwin mengingatkan bahwa langkah-langkah ini tidak bisa membuahkan hasil instan, karena proses pengalihan pasar dan adaptasi rantai pasok membutuhkan waktu dan strategi yang matang.
“Ekonominya, korporasinya masih mampu nggak menahan beban? Kalau tidak, ya pasti akan ada layoff,” tambahnya.
4. Dampak Tidak Langsung ke Nilai Tukar, Tapi Tetap Signifikan
Meskipun efek PHK dan penurunan daya beli tidak serta-merta memengaruhi nilai tukar rupiah, namun sentimen pasar terhadap kondisi ekonomi Indonesia akan sangat menentukan. Pelaku pasar global selalu menilai kinerja ekonomi makro sebagai indikator kepercayaan, termasuk stabilitas kurs.
“Mungkin bukan hubungan langsung, tapi pelaku pasar akan menilai apakah ekonomi kita tetap resilient atau mulai goyah,” jelas Erwin.
5. Perlu Kebijakan Terpadu Hadapi Gelombang PHK
Dalam menghadapi kondisi ini, pemerintah dan otoritas moneter perlu bersinergi dalam merancang kebijakan perlindungan tenaga kerja, serta stimulus fiskal untuk menjaga konsumsi tetap berjalan. Tak hanya itu, perlu ada insentif bagi industri padat karya agar tetap bisa mempertahankan karyawannya di tengah tekanan ekonomi global.
6. Sinyal Awal untuk Evaluasi Kekuatan Ekonomi Domestik
Gelombang PHK ini menjadi sinyal peringatan awal bagi seluruh pemangku kebijakan untuk meninjau kembali daya tahan struktur ekonomi nasional. Ketergantungan pada pasar ekspor yang sensitif terhadap dinamika geopolitik perlu segera dikurangi melalui penguatan sektor domestik, khususnya UMKM dan ekonomi kreatif.
Jangan Abaikan Ancaman PHK terhadap Stabilitas Ekonomi
Maraknya PHK tidak bisa dianggap remeh. Selain mengancam kesejahteraan individu dan rumah tangga, PHK juga bisa menjadi awal dari perlambatan ekonomi yang lebih dalam. Pemerintah perlu bertindak cepat, mulai dari perbaikan kebijakan tenaga kerja, perluasan pasar ekspor, hingga pemberian insentif bagi sektor produktif.
Dalam situasi global yang tidak menentu, stabilitas ekonomi dalam negeri adalah benteng terakhir untuk menjaga agar daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi tidak semakin terpuruk.