Efisiensi Anggaran Rp 226 Miliar, MK Hanya Bisa Bayar Gaji Pegawai Hingga Mei 2025

Kuatbaca - Mahkamah Konstitusi (MK) menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan keuangan setelah adanya efisiensi anggaran sebesar Rp 226,1 miliar. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden kepada seluruh kementerian dan lembaga negara untuk melakukan penghematan dalam belanja operasional.
Dampak dari kebijakan ini cukup signifikan bagi MK, terutama dalam hal pembayaran gaji dan tunjangan pegawai. Dengan anggaran yang tersisa, MK hanya mampu membayarkan hak pegawai hingga bulan Mei 2025. Setelahnya, masih belum ada kepastian mengenai sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan operasional hingga akhir tahun.
Anggaran yang Tersisa Hanya Rp 69 Miliar
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Sekretaris Jenderal MK, Heru Setiawan, mengungkapkan bahwa awalnya MK memiliki pagu anggaran sebesar Rp 611,4 miliar. Namun, dengan realisasi penggunaan yang telah mencapai 51,73% atau sekitar Rp 316,3 miliar, anggaran yang tersisa seharusnya mencapai Rp 295,1 miliar.
Namun, situasi berubah ketika Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan pemblokiran anggaran pada 11 Februari 2025 malam. Pemblokiran tersebut mencapai Rp 226,1 miliar, sehingga anggaran yang benar-benar bisa digunakan MK saat ini hanya sekitar Rp 69 miliar.
"Karena adanya pemblokiran ini, pagu anggaran MK berubah menjadi Rp 385,3 miliar. Dari jumlah itu, sisa anggaran yang dapat kami manfaatkan hanya Rp 69 miliar," jelas Heru di hadapan anggota DPR.
Alokasi Anggaran yang Tersisa
Dari dana Rp 69 miliar yang masih bisa digunakan, sebagian besar akan dialokasikan untuk kebutuhan gaji dan tunjangan pegawai. Berikut rincian penggunaan anggaran tersebut:
Pembayaran gaji dan tunjangan pegawai – Rp 45,09 miliar
Honor tenaga PPNPN (Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri) dan tenaga kontrak – Rp 13,1 miliar
Biaya langganan daya dan jasa – Rp 9,83 miliar
Honor tenaga outsourcing – Rp 610 juta
Honorarium perbantuan penyelenggaraan persidangan perkara PHP gubernur, bupati, dan wali kota – Rp 400 juta
Dengan alokasi seperti ini, pembayaran gaji pegawai hanya bisa bertahan hingga bulan Mei 2025. Selain itu, kebutuhan lain seperti penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), pengujian Undang-Undang (PUU), dan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) berpotensi tidak bisa ditangani secara optimal karena keterbatasan dana.
Ancaman bagi Kinerja MK
Situasi ini tentu menimbulkan pertanyaan besar terkait kelangsungan operasional MK, terutama menjelang penyelenggaraan Pilkada serentak 2025. Sebagai lembaga yang memiliki peran penting dalam menegakkan konstitusi, MK diharapkan tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, tanpa anggaran yang mencukupi, pelaksanaan persidangan, pembayaran tenaga kerja, serta operasional harian MK bisa terganggu.
Komisi III DPR yang menaungi MK pun diminta untuk mencari solusi terkait permasalahan ini. Sebab, jika tidak ada intervensi atau penyesuaian kebijakan, dikhawatirkan MK akan mengalami hambatan besar dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi.
Dengan kondisi seperti ini, MK harus mencari opsi lain untuk menutupi kekurangan anggaran. Salah satu caranya adalah dengan melakukan negosiasi kembali dengan Kementerian Keuangan atau mengajukan usulan tambahan anggaran kepada DPR.
Selain itu, efisiensi di berbagai sektor lain juga harus menjadi perhatian. Jika tidak, MK bisa menghadapi situasi darurat di mana pegawai tidak bisa menerima gaji setelah bulan Mei, yang tentunya berdampak pada stabilitas kelembagaan.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak pemerintah terkait kemungkinan pencairan anggaran tambahan untuk MK. Namun, dengan mendekatnya Pilkada 2025, diharapkan ada solusi konkret agar lembaga peradilan ini tetap bisa menjalankan tugasnya secara maksimal.