Dolar AS Menguat Tajam Usai Operasi Serangan ke Fasilitas Nuklir Iran

23 June 2025 10:40 WIB
dolar-as-kian-perkasa-1744106243339_169.jpeg

Kuatbaca.com - Di awal pekan, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) kembali berjaya melawan rupiah dengan posisi yang terus mendekati Rp 16.500. Pada perdagangan Senin (23/6/2025) pagi, dolar menguat sekitar 0,37%, bergerak di kisaran Rp 16.454 hingga Rp 16.465 dan sempat menyentuh level Rp 16.456. Penguatan ini terjadi di tengah tekanan pasar global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Pergerakan dolar terhadap rupiah ini bukan terjadi dalam isolasi. Akumulasi kekhawatiran investor terhadap potensi perang membuat mata uang safe-haven seperti dolar AS menjadi incaran utama, menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah Indonesia yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap sentimen global.

1. Dolar Kuasai Mayoritas Mata Uang Asia

Penambahan tekanan pada dolar AS terjadi karena mata uang regional di Asia juga melemah terhadap dolar. Won Korea Selatan tergelincir 0,74%, peso Filipina melemah 0,73%, dan dolar Taiwan turun 0,36%. Yen Jepang dan dolar Australia juga tertekan dengan masing-masing penurunan sebesar 0,25% dan 0,41%.

Beberapa mata uang lain yang mengalami pelemahan adalah ringgit Malaysia (–0,60%) dan baht Thailand (–0,52%). Sementara itu, rupiah dan yuan China relatif stabil, dengan yuan hanya tertekan tipis 0,09%, dan rupiah terdepresiasi di kisaran awal perdagangan tersebut.

2. Pangkal Semua Ini: Serangan AS ke Fasilitas Nuklir Iran

Peningkatan nilai dolar terjadi setelah Amerika Serikat secara resmi melancarkan serangan ke tiga lokasi nuklir Iran—Fordow, Natanz, dan Isfahan—dalam operasi kodename "Midnight Hammer". Menurut pernyataan Gedung Putih dan dilakukan dengan dukungan enam pesawat pengebom B‑2 serta peluncuran rudal Tomahawk oleh kapal selam AS.

Operasi ini melibatkan penggunaan bunker-buster GBU‑57A/B Massive Ordnance Penetrator (MOP)—bom seberat 30.000 pon yang diproyeksikan mampu menembus struktur bawah tanah tebal hingga lebih dari 60 meter. Ledakan B‑2 di Fordow diikuti oleh peluncuran 30 rudal jelajah ke Natanz dan Isfahan, menghasilkan kerusakan struktural besar menurut pejabat militer AS .

3. Analisis Kerusakan dan Implikasi Geopolitik

Gambar citra satelit terbaru memperlihatkan dampak hebat pada fasilitas di ketiga lokasi tersebut, termasuk Fordow yang berada di bawah bukit dan Natanz yang memiliki banyak lorong bawah tanah. Meski Iran menyatakan kerusakan tersebut tidak signifikan, sejumlah sumber internasional tak sepakat, menyebut kerusakan yang cukup parah.

Operasi ini mendapat respons global: Israel memuji aksi AS sebagai bentuk “restorasi deterrence”, tetapi komunitas internasional seperti PBB dan Uni Eropa menyerukan pendekatan diplomatik, mengingat potensi eskalasi konflik dan dampak besar pada stabilitas regional.

4. Dampak terhadap Pasar Komoditas dan Rupiah

Melonjaknya ketegangan geopolitik ini juga menekan pasar komoditas, terutama minyak. Geopolitical risk yang berkembang mendorong harga minyak global naik, dan secara otomatis berdampak pada biaya impor bahan bakar di Indonesia serta defisit neraca pembayaran. Hal ini meningkatkan tekanan pada nilai tukar rupiah.

Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, penguatan dolar akibat kebijakan proteksionis Trump seperti tarif impor, telah melemahkan rupiah hingga menyentuh Rp 16.500–17.000. Kini, konflik tambahan di Timur Tengah menambah volatilitas yang perlu diwaspadai oleh Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas makro ekonomi.

Fenomena Terkini






Trending