Kuatbaca - Pemerintah Indonesia tengah memperkuat barisan dalam menghadapi berbagai persoalan hukum di sektor energi dan sumber daya mineral. Langkah tegas dilakukan dengan membentuk Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kehadiran lembaga ini menandai babak baru dalam pengawasan dan penindakan terhadap berbagai pelanggaran, khususnya di sektor pertambangan dan migas.
Selama ini, berbagai kasus tambang ilegal, penyalahgunaan izin, hingga kerusakan lingkungan kerap kali sulit ditangani secara langsung oleh pemerintah karena keterbatasan kewenangan. Kini, melalui Ditjen Gakkum, Kementerian ESDM tak lagi hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum, tetapi memiliki kemampuan untuk langsung turun tangan dalam proses penegakan hukum. Inilah gebrakan yang diharapkan bisa memberi efek jera bagi para pelanggar di sektor strategis ini.
Langkah pertama Ditjen Gakkum adalah melakukan penataan ulang terhadap sistem perizinan tambang yang selama ini kerap menjadi celah penyimpangan. Banyak kasus ditemukan di mana aktivitas pertambangan dilakukan tanpa izin resmi atau dengan menggunakan dokumen palsu. Hal ini tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga membawa dampak lingkungan dan sosial yang serius.
Dalam sistem baru ini, evaluasi terhadap izin usaha pertambangan akan dilakukan lebih ketat. Meskipun kewenangan pencabutan izin tetap berada di tangan Menteri ESDM, namun Ditjen Gakkum akan memainkan peran penting dalam mengumpulkan data, melakukan verifikasi di lapangan, dan memastikan proses hukum berjalan bagi pihak-pihak yang melanggar. Prosedurnya dibuat efisien agar proses hukum tidak tersandera birokrasi.
Sebagai bentuk keseriusan, Ditjen Gakkum diperkuat oleh sosok-sosok berpengalaman dari lembaga penegak hukum. Salah satunya adalah pelantikan Jeffri Huwae sebagai Dirjen Gakkum dan Ma’mun, seorang perwira tinggi dari Bareskrim Polri, sebagai Direktur Penindakan Pidana. Keduanya memiliki rekam jejak yang kuat di bidang penegakan hukum, khususnya di wilayah-wilayah yang kerap menjadi lokasi pertambangan liar.
Dengan bekal pengalaman tersebut, Ditjen Gakkum tidak hanya akan menyusun strategi di atas kertas, tetapi mampu bergerak cepat di lapangan. Mereka paham bagaimana skema pelanggaran dijalankan, dari praktik jual beli surat hingga penggelapan dokumen legal. Pengetahuan ini menjadi amunisi penting untuk membongkar praktik-praktik gelap yang selama ini sulit disentuh.
Ditjen Gakkum juga dipersiapkan untuk membawa kasus hingga ke ranah pengadilan jika diperlukan. Artinya, proses penegakan hukum tidak akan berhenti di tahap teguran atau rekomendasi administratif saja, melainkan bisa berujung pada proses pidana. Ini merupakan sinyal tegas bahwa pemerintah tidak akan mentolerir lagi praktik pertambangan ilegal atau penyalahgunaan izin di sektor energi.
Ke depan, lembaga ini akan menjadi garda depan dalam menjaga agar aktivitas pertambangan dan energi di Indonesia berjalan sesuai aturan. Pelaku usaha yang patuh akan diberi dukungan penuh, sementara mereka yang menyimpang harus siap menghadapi sanksi hukum.
Pembentukan Ditjen Gakkum tidak hanya tentang aspek hukum, tetapi juga menyentuh dimensi keadilan sosial. Pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara adil, transparan, dan berkelanjutan. Masyarakat di sekitar wilayah tambang berhak mendapatkan manfaat, bukan justru menjadi korban dari aktivitas ilegal yang tak terkendali.
Dengan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang lebih kuat, pemerintah berharap sektor energi dan sumber daya mineral dapat menjadi pilar pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Langkah ini juga menjadi bukti bahwa negara hadir secara nyata dalam menjaga kedaulatan dan keberlanjutan pengelolaan kekayaan alam bangsa.