Dinamika Investasi Danantara di Tengah Rumor Merger Grab-GOTO

8 June 2025 19:46 WIB
danantara-1740123997555_169.jpeg

Kuatbaca - Di tengah kabar hangat merger dua raksasa teknologi transportasi Asia Tenggara—Grab dan GOTO—muncul desas-desus baru yang menambah kompleksitas lanskap ekonomi digital Indonesia. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, atau Danantara, disebut-sebut tertarik menanamkan investasi dalam bentuk kepemilikan saham minoritas di entitas hasil gabungan dua perusahaan tersebut. Langkah ini memunculkan berbagai spekulasi, mulai dari upaya menjaga iklim persaingan usaha hingga dugaan intervensi negara di sektor bisnis yang seharusnya terbuka dan kompetitif.

Persaingan Usaha di Ujung Tanduk

Bagi banyak pengamat dan pelaku usaha, wacana merger Grab dan GOTO saja sudah cukup menimbulkan keresahan. Keduanya selama ini telah mendominasi sektor transportasi dan layanan digital di kawasan ini. Bila benar-benar melebur menjadi satu entitas, potensi dominasi pasar yang lebih besar sangat mungkin terjadi. Dalam konteks Indonesia, hal ini bisa mempersempit ruang gerak pelaku usaha lainnya yang tengah berkembang atau berusaha masuk ke pasar.

Kehadiran Danantara di tengah proses ini bukan tanpa konsekuensi. Lembaga pengelola dana negara itu bukan hanya membawa dana, tetapi juga membawa simbol keterlibatan pemerintah dalam struktur kepemilikan bisnis swasta. Di mata sebagian pihak, ini bisa mengaburkan garis antara fungsi regulator dan pelaku usaha—dua posisi yang semestinya dijaga tetap independen.

Peluang atau Ancaman?

Investasi dari lembaga negara memang bisa dipandang sebagai bentuk kepercayaan terhadap potensi ekonomi digital dalam negeri. Namun, dalam kasus ini, campur tangan Danantara di entitas hasil merger Grab-GOTO justru dinilai menimbulkan konflik kepentingan. Alih-alih menjadi penyelamat dari potensi monopoli, kehadiran Danantara justru dikhawatirkan membuat regulasi semakin bias dan tidak adil.

Pemerintah seharusnya menjadi pihak yang menjaga netralitas dan menjamin terciptanya kompetisi yang sehat. Namun bila mereka juga memiliki saham—meski minoritas—di dalam perusahaan dominan, maka wajar bila muncul kekhawatiran akan potensi intervensi atau keberpihakan dalam kebijakan publik.

Dampak Psikologis bagi Kompetitor

Tak hanya secara struktural, dampak dari kabar ini juga terasa secara psikologis di kalangan kompetitor. Perusahaan lain yang berencana masuk atau berkembang di pasar transportasi dan layanan digital Indonesia bisa merasa gentar menghadapi entitas yang didukung negara. Persepsi bahwa pemerintah "bermain di dua kaki"—sebagai wasit dan pemain—menciptakan atmosfer yang tidak sehat dalam dunia usaha.

Dalam iklim seperti ini, investasi dari luar negeri pun bisa terhambat. Investor tentu lebih senang berinvestasi di pasar yang fair, terbuka, dan tidak dikendalikan oleh kekuatan oligopolistik yang dibungkus dalam payung regulasi.

Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak-pihak terkait. Baik Danantara, GOTO, maupun Grab belum memberikan konfirmasi atau klarifikasi atas isu yang berkembang. Ketidakjelasan ini hanya memperkuat asumsi-asumsi negatif yang beredar di publik dan membuat spekulasi semakin liar.

Minimnya transparansi dalam proses ini menjadi salah satu sorotan utama. Dalam era keterbukaan informasi, publik berhak mengetahui rencana strategis yang bisa berdampak pada struktur ekonomi digital nasional. Apalagi jika ada potensi penggunaan dana publik yang seharusnya dikelola dengan penuh tanggung jawab.

Isu merger dan keterlibatan Danantara dalam investasi GOTO-Grab menempatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada posisi krusial. Lembaga ini harus mampu menegakkan aturan dengan independen, terlepas dari siapa pun pemilik saham dalam perusahaan yang diperiksa. Pengawasan ekstra diperlukan agar tidak terjadi praktik-praktik yang merugikan ekosistem usaha secara keseluruhan.

Ke depan, masyarakat dan pelaku industri tentu berharap pemerintah tetap konsisten dalam menjaga prinsip keadilan dan persaingan yang sehat. Bila merger ini benar-benar terjadi, dan Danantara ikut ambil bagian, maka transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan mutlak harus ditingkatkan.

Fenomena Terkini






Trending