China Ancam Negara yang Terlibat dalam Negosiasi Tarif AS: Ketegangan Dagang Memanas

21 April 2025 13:14 WIB
emosi-trump-ke-china-belum-reda-kini-patok-tarif-impor-145-1744351428863_169.jpeg

Kuatbaca.com - Hubungan dagang internasional kembali memanas seiring sikap tegas China terhadap negara-negara yang ikut serta dalam negosiasi tarif dengan Amerika Serikat. Pemerintah China menyampaikan bahwa mereka tidak akan tinggal diam apabila ada negara yang menyepakati kerja sama dagang dengan AS yang dinilai merugikan kepentingan Tiongkok. Sikap ini menandai meningkatnya tensi geopolitik dalam perekonomian global yang masih belum pulih sepenuhnya pasca-pandemi.

Langkah ini merupakan respons langsung atas rencana kebijakan tarif baru yang diinisiasi oleh Presiden AS Donald Trump dalam upaya menekan negara-negara mitra dagangnya agar membatasi hubungan ekonomi dengan Tiongkok.

1. Ancaman Tindakan Balasan jika Kepentingan China Tersudutkan

China secara terbuka menyatakan akan mengambil langkah balasan apabila merasa dikorbankan dalam perjanjian dagang antara negara-negara lain dengan Amerika Serikat. Beijing menekankan bahwa mereka tidak akan tinggal diam jika kepentingannya diabaikan atau dijadikan alat tawar dalam negosiasi perdagangan global.

Peringatan keras ini mencerminkan perubahan sikap diplomatik Tiongkok, dari yang sebelumnya lebih lunak dan diplomatis, kini menjadi lebih konfrontatif dan protektif terhadap kepentingan ekonominya. Negara-negara yang sedang atau berencana membuka jalur negosiasi tarif dengan AS diminta untuk mempertimbangkan dengan matang risiko geopolitik yang mungkin timbul.

2. Strategi Balasan China: Tarif Tinggi hingga Pembatasan Ekspor

Sebagai bentuk ketegasan, China telah memberlakukan tarif impor hingga 125% terhadap sejumlah produk asal Amerika Serikat. Tidak hanya itu, pemerintah China juga memperketat ekspor mineral penting yang menjadi bahan baku utama dalam sektor teknologi tinggi dan industri strategis. Ini adalah bentuk pembalasan konkret atas kebijakan perdagangan yang dianggap tidak adil dari pihak AS.

Tindakan lainnya yang tak kalah tegas adalah dengan memasukkan sejumlah perusahaan kecil asal AS ke dalam daftar hitam. Akibatnya, perusahaan-perusahaan tersebut kini menghadapi hambatan besar untuk menjalin kerja sama dengan entitas bisnis di China, baik dalam hal investasi, distribusi, maupun manufaktur.

3. Pendekatan Diplomatik Xi Jinping ke Asia Tenggara

Presiden China, Xi Jinping, belum lama ini melakukan kunjungan resmi ke beberapa negara Asia Tenggara, seperti Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Dalam pertemuan dengan para pemimpin negara tersebut, Xi menyerukan pentingnya membentuk aliansi untuk menolak tekanan sepihak dan kebijakan tarif proteksionis.

Langkah diplomatik ini merupakan strategi memperkuat posisi China di kawasan Asia, terutama dalam memperluas jaringan perdagangan bebas yang tidak bergantung pada hegemoni Amerika Serikat. Kawasan Asia Tenggara kini menjadi mitra dagang regional terbesar China, menggantikan ketergantungan lama pada pasar Barat.

4. Gugatan di WTO dan Pergantian Kepala Negosiator Dagang

Dalam upaya formal menanggapi kebijakan tarif baru dari AS, China juga telah menggugat Amerika Serikat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tindakan ini mencerminkan bahwa Tiongkok tidak hanya bergerak secara diplomatik dan ekonomi, tetapi juga secara hukum di tingkat internasional.

Sebagai langkah strategis lainnya, China mengganti kepala negosiator perdagangan internasionalnya dengan Li Chenggang, seorang pejabat senior yang berpengalaman di WTO. Pergantian ini diyakini sebagai sinyal bahwa China akan lebih aktif dan tegas dalam menghadapi berbagai kebijakan perdagangan internasional yang dianggap merugikannya.

5. Dunia Menghadapi Pilihan Sulit: Netral atau Memihak?

Dengan meningkatnya ketegangan antara dua kekuatan ekonomi dunia, banyak negara kini dihadapkan pada dilema: apakah akan tetap netral atau memihak salah satu blok. Negosiasi dagang dengan AS yang terlihat menguntungkan di permukaan, kini membawa konsekuensi yang tidak ringan, termasuk potensi tindakan pembalasan dari China.

Perekonomian global yang saling terhubung membuat keputusan satu negara bisa berdampak luas. Oleh karena itu, banyak negara kini mempertimbangkan untuk mencari jalur kerja sama yang inklusif dan adil, agar tidak terjebak dalam konflik dagang dua raksasa dunia tersebut.

Fenomena Terkini






Trending