Bursa Efek Indonesia (BEI) Ungkap Rencana Delisting Emiten dan Buyback Saham

16 April 2025 13:12 WIB
ihsg-ditutup-menguat-3_169.jpeg

Kuatbaca - Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali membuat langkah signifikan dalam upayanya menjaga integritas pasar saham dengan merilis daftar 10 emiten yang terancam delisting atau penghapusan pencatatan saham. Langkah ini mencerminkan perhatian BEI terhadap perusahaan-perusahaan yang dianggap tidak memenuhi kriteria atau mengalami kesulitan dalam hal pengelolaan keuangan dan operasional. Meskipun demikian, BEI memberikan kesempatan bagi emiten yang terancam untuk melakukan buyback atau pembelian kembali saham sebelum keputusan delisting menjadi final.

Delisting adalah proses penghapusan saham suatu perusahaan dari daftar perdagangan di bursa, yang biasanya terjadi ketika perusahaan tersebut mengalami kesulitan finansial atau gagal memenuhi kewajiban administratif dan regulasi. Tindakan ini merupakan salah satu cara untuk menjaga kredibilitas pasar saham dan melindungi para investor dari potensi kerugian yang lebih besar.

Dua Emiten Mengumumkan Rencana Buyback

Dari 10 emiten yang terancam delisting, dua di antaranya telah mengajukan rencana untuk melakukan buyback saham. PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) dan PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW) menjadi dua perusahaan yang mengambil langkah ini sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki kondisi keuangan dan menghindari delisting. Buyback saham merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk meningkatkan nilai sahamnya dengan membeli kembali saham yang beredar di pasar, yang bisa membantu menstabilkan harga saham dan memberikan sinyal positif kepada investor.

Buyback ini juga merupakan upaya untuk memperlihatkan komitmen perusahaan terhadap pasar dan memberikan kepastian bagi investor. Dengan melakukan buyback, perusahaan menunjukkan kepercayaan terhadap prospek masa depan dan berusaha untuk meningkatkan performa sahamnya di pasar.

Tantangan Buyback: Kewajiban Pengendali Efek

Namun, meskipun beberapa emiten sudah mengungkapkan rencana buyback, keberhasilan dari upaya ini masih bergantung pada beberapa faktor penting. Salah satunya adalah kejelasan mengenai pengendali efek atau pihak yang bertanggung jawab atas transaksi saham di perusahaan tersebut. BEI menekankan pentingnya adanya pengendali efek yang memenuhi kewajiban hukum, terutama setelah beberapa pengendali efek terkait beberapa perusahaan sedang menjalani proses hukum terkait kasus pidana.

Pihak BEI juga mengungkapkan bahwa mereka sedang melakukan komunikasi dengan emiten yang terancam delisting untuk memastikan bahwa pihak pengendali efek yang tepat telah ditunjuk. Tanpa adanya pihak yang memenuhi kewajiban ini, proses buyback tidak akan dapat berjalan sesuai harapan, dan emiten yang bersangkutan berisiko tetap terhapus dari daftar saham BEI.

10 Emiten yang Ditetapkan Terancam Delisting

Di antara 10 emiten yang terancam delisting, terdapat beberapa nama yang sudah cukup dikenal di pasar modal Indonesia. Beberapa di antaranya mengalami kesulitan keuangan atau bahkan berstatus pailit, yang membuat mereka tidak dapat melanjutkan kegiatan perdagangan saham di BEI. Perusahaan-perusahaan ini harus melaksanakan buyback saham dalam periode antara 18 Januari hingga 18 Juli 2025, sebelum batas waktu delisting yang berlaku pada 21 Juli 2025.

Nama-nama emiten yang termasuk dalam daftar delisting ini antara lain PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), PT Nipress Tbk (NIPS), PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW), dan PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX). Beberapa emiten ini tercatat mengalami masalah besar dalam hal likuiditas dan operasional yang mengancam kelangsungan mereka di pasar saham.

Salah satu emiten yang terlibat dalam kasus hukum besar adalah PT Hanson International Tbk (MYRX), yang terkait dengan kasus korupsi Jiwasraya-Asabri. Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat dan pengusaha besar, dan membuat saham MYRX terancam terkena dampak negatif, bahkan pihak Kejaksaan Agung telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah saham perusahaan ini. Kejadian ini menunjukkan bagaimana masalah hukum dan keuangan bisa memengaruhi status perusahaan di pasar saham.

Kehadiran kasus hukum semacam ini tentu memberi dampak besar terhadap reputasi perusahaan di mata investor. Akibatnya, banyak investor yang menarik dananya, yang semakin memperburuk kondisi keuangan perusahaan dan mempercepat proses delisting di pasar saham.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan bahwa meskipun delisting bisa menjadi langkah yang sulit bagi perusahaan-perusahaan yang terancam, ini adalah bagian dari upaya menjaga integritas pasar saham Indonesia. BEI terus bekerja sama dengan emiten yang terlibat untuk memastikan bahwa mereka memenuhi kewajiban mereka, termasuk melakukan buyback saham dan menunjuk pihak pengendali efek yang sah.

Dengan langkah-langkah ini, BEI berharap dapat menciptakan pasar yang lebih transparan dan terpercaya, di mana perusahaan yang terdaftar benar-benar mampu memenuhi kewajiban mereka dan beroperasi dengan baik. Di sisi lain, investor juga diharapkan bisa lebih berhati-hati dalam memilih saham yang mereka beli, terutama dari perusahaan yang berada dalam kondisi keuangan yang kurang stabil.

Proses buyback saham dapat menjadi jalan keluar bagi emiten yang terancam delisting untuk meningkatkan stabilitas harga saham dan memperbaiki citra di mata investor. Namun, ini bukanlah solusi yang mudah dan membutuhkan kerja keras dari perusahaan untuk memenuhi semua persyaratan yang ada. Selain itu, BEI tetap berkomitmen untuk terus memantau dan mengambil tindakan yang diperlukan guna memastikan pasar saham Indonesia tetap sehat dan transparan.

Fenomena Terkini






Trending