Kuatbaca.com - Pemerintah Indonesia mulai menyusun blueprint atau cetak biru pembangunan Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall (GSW) sebagai bentuk kesiapan menghadapi ancaman nyata dari penurunan muka tanah dan banjir rob, khususnya di wilayah pantai utara Pulau Jawa (Pantura). Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan pentingnya pendekatan yang menyeluruh dan terintegrasi untuk menanggulangi permasalahan ini secara jangka panjang.
Blueprint ini nantinya akan menjadi panduan teknis dan strategis pembangunan, termasuk pemetaan wilayah prioritas yang paling mendesak dibentengi, serta pendekatan-pendekatan berbeda yang akan diterapkan sesuai dengan tingkat kerusakan lingkungan dan potensi risiko di masing-masing wilayah pesisir.
1. Pendekatan Hybrid: Tidak Semua Wilayah Dibangun Beton
Salah satu poin penting dalam penyusunan blueprint adalah bahwa tidak semua pesisir akan dibangun dengan tanggul beton. Pemerintah mengakui bahwa pendekatan alamiah atau nature-based solution bisa diterapkan di wilayah tertentu yang kondisi lingkungannya masih memungkinkan. Contohnya, penggunaan tanaman mangrove yang terbukti efektif menahan abrasi dan gelombang pasang di sejumlah daerah pesisir akan lebih diutamakan di wilayah yang belum mengalami kerusakan parah.
“Tapi ada yang memang sudah sangat parah, artinya tidak bisa (tidak dilindungi tanggul beton). Kita harus benar-benar membangun dinding tebal dan tinggi, tapi tidak semua (lokasi dibangun),” ujar AHY dalam siaran langsung melalui akun Instagram pribadinya pada Selasa, 17 Juni 2025.
2. Prioritas Pembangunan: Wilayah Paling Rentan Jadi Fokus Awal
Dalam tahap awal pembangunan GSW, pemerintah akan memfokuskan pembangunan di wilayah-wilayah yang paling rentan terhadap banjir rob, seperti DKI Jakarta dan Semarang. Selain itu, beberapa daerah pesisir lain seperti Pekalongan dan Brebes juga menjadi sorotan karena air laut sudah mulai mengganggu aktivitas dan tempat tinggal warga.
“Prioritas kita adalah DKI-Semarang. Semarang, Pekalongan, Brebes, itu airnya sudah mengancam kehidupan rakyat. Kita harus segera dan ini sesuatu yang harus kita laksanakan,” ungkap Presiden Prabowo Subianto dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta Convention Center (JCC) beberapa waktu lalu.
Pembangunan di wilayah ini diharapkan bisa menjadi model yang efektif sebelum diperluas ke wilayah lain sepanjang Pantura.
3. Tantangan Utama: Pendanaan dan Efisiensi Waktu
Meskipun proyek ini menjadi kebutuhan mendesak, AHY mengingatkan agar kecepatan pembangunan tidak mengorbankan efisiensi dan akurasi perencanaan. Ia menegaskan bahwa prosesnya harus disiapkan secara matang, karena proyek GSW ini merupakan proyek jangka panjang yang diprediksi memakan waktu hingga 20 tahun untuk menyelesaikan seluruh kawasan Pantura, dari ujung barat hingga timur.
Di sisi lain, pendanaan juga menjadi tantangan besar. Dengan keterbatasan fiskal di tingkat nasional dan daerah, pemerintah membuka peluang untuk menggandeng investor swasta, baik dari dalam maupun luar negeri, sebagai bagian dari strategi pembiayaan proyek ini.
“Kita dihadapkan pada keterbatasan fiskal, baik nasional maupun masing-masing daerah. Oleh karena itu kita harus kreatif untuk mencari sumber-sumber pendanaan dari dunia swasta, termasuk dari dalam dan luar negeri,” ujar AHY.
4. Perlindungan Jangka Panjang untuk Wilayah Pesisir Utara
Pembangunan Giant Sea Wall bukan hanya sekadar proyek infrastruktur, tetapi juga upaya menyelamatkan jutaan penduduk di wilayah pesisir utara Jawa dari dampak perubahan iklim, penurunan muka tanah, dan banjir rob yang makin sering terjadi. Pemerintah berharap proyek ini dapat menjadi solusi jangka panjang yang tidak hanya membendung air laut, tetapi juga mendorong kesadaran akan pentingnya pemulihan ekosistem pesisir.
Proyek ini diperkirakan membutuhkan 8–10 tahun untuk menyelesaikan kawasan DKI Jakarta saja. Sedangkan jika menggarap seluruh kawasan pesisir utara Pulau Jawa, waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 15–20 tahun. Dengan dukungan seluruh pihak—baik pemerintah pusat, daerah, swasta, hingga masyarakat—proyek ini bisa menjadi warisan infrastruktur strategis untuk generasi mendatang.