Bisakah Kopdes Merah Putih Menjadi Solusi Menghapus Tengkulak dan Rentenir di Desa?

20 April 2025 11:52 WIB
panen-padi-5_169.jpeg

Kuatbaca.com - Pemerintah tengah menggencarkan pendirian Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih sebagai bagian dari upaya mendorong kemandirian ekonomi desa. Salah satu tujuan utamanya adalah menggantikan peran tengkulak dan rentenir, dua aktor ekonomi yang selama ini dinilai merugikan petani. Namun, pertanyaan besar pun muncul: seberapa realistiskah rencana ini dan mampukah koperasi benar-benar menggeser kekuatan ekonomi informal tersebut?

Menurut Ekonom INDEF, Tauhid Ahmad, gagasan ini baik secara konsep, namun realisasinya tidak bisa terjadi secara instan. “Kita bicara soal jaringan sosial dan ekonomi yang sudah mengakar kuat. Tengkulak bukan hanya memberi modal, tapi mereka hadir saat petani paling membutuhkan,” ujar Tauhid. Kondisi ini membuat koperasi perlu waktu dan strategi yang matang untuk bisa mengambil alih peran tersebut.

1. Keterbatasan Jumlah Koperasi Aktif Jadi Tantangan Awal

Saat ini, jumlah koperasi desa aktif di Indonesia masih sangat terbatas. Data yang ada menunjukkan hanya sekitar 4.000 koperasi desa yang benar-benar beroperasi aktif. Ini tentu jauh dari memadai untuk menjangkau seluruh desa di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 74 ribu. Padahal, untuk bisa menjadi tandingan tengkulak, koperasi harus memiliki kehadiran yang kuat dan merata di tiap wilayah pedesaan.

Tauhid menambahkan, kelompok-kelompok tani seperti Gapoktan sebenarnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi koperasi. Namun, sebagian besar masih berfokus pada fungsi distribusi pupuk atau budidaya pertanian, bukan penguatan finansial seperti kredit atau penyaluran dana. “Mengubah fungsi itu perlu proses bertahap,” tambahnya.

2. Bukan Hanya Soal Panen, Tapi Juga Saat Petani Butuh Uang Mendesak

Salah satu kekuatan tengkulak adalah kemampuannya menyediakan uang tunai cepat saat petani menghadapi kebutuhan mendesak—seperti saat anak masuk sekolah atau anggota keluarga sakit. Dalam situasi tersebut, koperasi sering kali belum punya fleksibilitas atau struktur layanan yang mampu merespons dengan cepat dan tanpa birokrasi panjang.

"Misalnya petani gagal panen, butuh biaya sekolah atau pengobatan. Tengkulak bisa kasih dana cepat walau berbunga. Pertanyaannya, apakah koperasi mampu hadir secepat itu?” kata Tauhid, mempertanyakan kesiapan Kopdes Merah Putih dalam mengambil alih peran tersebut secara holistik.

3. Kritikan Terhadap Desain Program Kopdes Merah Putih

Tak hanya soal kesiapan lapangan, desain kebijakan Kopdes Merah Putih juga menuai kritikan. Direktur Kebijakan Publik dari Celios, Media Wahyu Askar, menilai program ini justru bisa menciptakan ketidakefisienan anggaran. Ia menyebut bahwa anggaran sebesar Rp400 triliun untuk mendirikan 80 ribu koperasi berpotensi membebani dana desa yang bisa dimanfaatkan untuk sektor lain yang lebih penting.

“Desa punya masalah dan karakteristik berbeda. Menyeragamkan program ini berpotensi menjadi alat kontrol politik terselubung dan melemahkan inisiatif desa seperti BUMDes yang sudah berjalan lebih dulu,” ujar Askar. Ia juga menyampaikan keprihatinan atas rencana menjadikan semua penerima bansos otomatis sebagai anggota koperasi, yang bertentangan dengan prinsip koperasi sebagai organisasi sukarela.

Sementara itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, justru menyambut positif program Kopdes Merah Putih. Menurutnya, jika dijalankan dengan benar, koperasi bisa mengambil alih peran-peran ekonomi yang selama ini dimonopoli oleh perusahaan besar dan tengkulak. Namun ia menekankan, koperasi harus lahir dari rakyat, bukan dikendalikan oleh pemerintah.

“Pemerintah cukup mendorong dan memfasilitasi, bukan menjadi pengelola koperasi. Petani harus menjadi subjek utama dalam koperasi ini. Bila dikelola dengan semangat gotong royong, koperasi bisa menjadi solusi jangka panjang,” ujar Henry.

Ia juga berharap agar pemerintah turut mendukung koperasi-koperasi lokal yang sudah ada, bukan hanya fokus pada yang baru. Kemudahan dalam proses legalisasi dan bantuan teknis sangat dibutuhkan agar koperasi bisa berkembang secara mandiri.

Fenomena Terkini






Trending