Banyak Perusahaan Terpaksa Ikut Job Fair, Tapi Tidak Semua Rekrut

Kuatbaca.com - Bursa kerja atau job fair selama ini menjadi salah satu cara yang diharapkan dapat membantu penyerapan tenaga kerja. Namun, menurut pengamatan Center of Economic and Law Studies (CELIOS), banyak perusahaan yang sebenarnya dipaksa oleh pemerintah untuk ikut dalam gelaran job fair, terutama di kawasan industri. Hal ini membuat keikutsertaan perusahaan jadi sekadar formalitas dan tidak benar-benar dilakukan untuk merekrut karyawan baru.
Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa paksaan tersebut biasanya datang dari pemerintah daerah. Akibatnya, perusahaan ikut job fair tanpa ada niat nyata membuka lowongan kerja atau melakukan proses seleksi. "Perusahaan itu terpaksa ikut saja, tetapi tidak benar-benar melakukan rekrutmen," ujarnya.
1. Tidak Ada Aturan yang Memaksa Perusahaan Ikut Job Fair
Walaupun banyak perusahaan yang ikut job fair karena paksaan, secara hukum tidak ada aturan yang mewajibkan perusahaan berpartisipasi dalam acara tersebut. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 tentang Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri justru mengatur hal lain, seperti kewajiban perusahaan melaporkan lowongan kerja secara resmi.
Dalam Pasal 29 ayat (2) Perpres tersebut, disebutkan bahwa perusahaan harus menginformasikan data lowongan pekerjaan secara lengkap, mulai dari identitas pemberi kerja, jabatan, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, hingga persyaratan calon pekerja seperti usia, pendidikan, dan pengalaman. Informasi ini harus dilaporkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan melalui platform resmi bernama SIAPkerja.
2. SIAPkerja: Solusi Digital Penghubung Pencari dan Pemberi Kerja
Menurut Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, SIAPkerja merupakan platform yang seharusnya menjadi jembatan efektif antara pencari kerja dan perusahaan. Melalui portal ini, pencari kerja dapat mendaftar dan melamar pekerjaan secara online, sementara perusahaan melaporkan kebutuhan tenaga kerjanya.
Namun, Nailul Huda meragukan apakah pencari kerja dan perusahaan sudah benar-benar memanfaatkan platform ini sesuai aturan. Menurutnya, banyak job fair yang berlangsung hanya sebatas pendaftaran administrasi tanpa adanya sesi wawancara langsung, sehingga tidak efisien dalam menciptakan peluang kerja nyata.
3. Job Fair Tanpa Interview, Efektivitas Jadi Dipertanyakan
Job fair yang hanya menyediakan pendaftaran administratif saja dinilai kurang efektif. Nailul Huda menegaskan, proses seleksi melalui interview langsung sangat penting agar pencari kerja bisa lebih cepat mendapatkan kepastian dan perusahaan bisa segera memilih calon pekerja yang sesuai.
Ia juga menyoroti bahwa dalam era digital seperti sekarang, penyelenggaraan job fair secara online justru bisa lebih efisien dibandingkan yang dilakukan secara offline. Dengan sistem digital, semua proses bisa lebih transparan, mudah diakses, dan menghemat waktu pencari kerja maupun perusahaan.
4. Pemerintah Dinilai Perlu Tingkatkan Kualitas Pertumbuhan Ekonomi
Di sisi lain, Nailul Huda menilai pemerintah belum berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif. Hal ini terlihat dari ketidakseimbangan antara angka pertumbuhan ekonomi dengan serapan tenaga kerja yang masih kurang memadai.
Menurutnya, job fair yang hanya jadi ajang formalitas demi memenuhi tuntutan pemerintah daerah atau pusat tidak akan menyelesaikan masalah pengangguran. Pemerintah perlu memastikan bahwa kegiatan ini benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan membuka kesempatan kerja yang luas.