Kuatbaca.com- Setelah mengalami tekanan fiskal selama kuartal pertama 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia akhirnya mencatatkan surplus pada akhir April 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa APBN menunjukkan perbaikan signifikan, ditandai dengan pendapatan negara sebesar Rp 810,5 triliun atau 27% dari target tahunan, sementara belanja negara berada di angka Rp 806,2 triliun atau 22,3% dari pagu anggaran.
Dengan selisih tersebut, surplus fiskal sebesar Rp 4,3 triliun atau setara 0,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB) berhasil dicapai. Ini menjadi titik balik yang positif, mengingat selama Januari hingga Maret 2025, APBN terus mencatat defisit akibat berbagai tekanan ekonomi baik domestik maupun global.
1. Akselerasi Penerimaan Pajak Jadi Faktor Kunci
Salah satu faktor utama di balik kembalinya surplus APBN adalah peningkatan penerimaan pajak, terutama setelah dilakukan beberapa penyesuaian terhadap Tarif Efektif Rata-rata (TER) PPh 21 serta pengembalian pajak (restitusi) yang sebelumnya tertunda.
Dalam unggahan resmi di media sosialnya, Sri Mulyani menyampaikan, “Setelah mengalami defisit di tiga bulan pertama, APBN mencatatkan surplus pada April 2025. Penerimaan pajak mengalami akselerasi pasca mengalami beberapa restitusi dan penyesuaian TER atas pajak penghasilan pegawai (PPh 21),” tulisnya pada Sabtu (24/5/2025).
Langkah-langkah ini terbukti mampu mempercepat realisasi penerimaan negara, sekaligus menunjukkan sinyal positif dalam pengelolaan fiskal yang lebih efisien.
2. Tantangan Global Belum Mereda, Tapi Ekonomi Indonesia Tangguh
Meski demikian, kondisi perekonomian global masih menghadapi ketidakpastian tinggi. Sri Mulyani menyoroti ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China yang belum menemukan titik temu. Penundaan penerapan tarif selama 90 hari dinilai memberikan ruang negosiasi, tetapi belum menjamin stabilitas ekonomi global dalam jangka panjang.
Kebijakan dalam negeri negara-negara besar seperti RUU pemotongan pajak AS juga dinilai berpotensi memperbesar defisit anggaran mereka, yang bisa berdampak pada kebijakan suku bunga The Fed. Hal ini tentu dapat memengaruhi arus modal dan volatilitas pasar keuangan global, termasuk bagi negara berkembang seperti Indonesia.
3. Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tetap Terkendali
Meski dunia berada dalam ketidakpastian, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup kuat. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025 tercatat sebesar 4,87% year-on-year, mempertahankan posisi Indonesia di atas beberapa negara lain seperti Malaysia, Thailand, Jepang, dan bahkan Amerika Serikat.
Konsumsi rumah tangga sebagai tulang punggung ekonomi domestik tumbuh 4,89% yoy, mencerminkan daya beli masyarakat yang tetap terjaga. Sejumlah sektor juga menunjukkan pertumbuhan impresif, seperti:
Hal ini menjadi bukti bahwa diversifikasi ekonomi Indonesia mampu menopang stabilitas di tengah tekanan global.
4. Stabilitas Harga dan Optimisme Konsumen Terjaga
Dalam hal stabilitas harga, inflasi nasional masih terkendali di angka 1,95% yoy, yang berada dalam rentang target Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga tetap positif, tercatat pada level 121,7, menunjukkan bahwa masyarakat masih optimistis terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Sri Mulyani menegaskan bahwa peran APBN tidak hanya sebagai alat pembiayaan negara, tetapi juga sebagai “agen utama” untuk melindungi dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"APBN sebagai TOP AGENT akan terus dikelola secara hati-hati, namun tetap ekspansif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat fondasi ekonomi nasional," tutupnya.