Cikal Bakal Blue Bird, Bu Djoko Dulu Jualan Batik dan Telur

Jakarta -Siapa yang tidak tahu taksi Blue Bird? Pastinya, kebanyakan masyarakat sudah tahu. Namun, tahukan Anda bagaimana perusahaan taksi ini dibentuk?
Blue Bird sudah eksis sejak 50 tahun lalu. Perusahaan ini didirikan seorang wanita bernama Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono.
Kini perusahaan dengan nama PT Blue Bird (Tbk) telah menjadi perusahaan terbuka yang tidak hanya menyediakan taksi biasa, tetapi ada juga berbagai macam model kendaraan.
Tetapi siapa sangka, Mutiara Siti yang akrab disapa Ibu Djoko melalui proses panjang dalam kehidupannya sampai akhirnya bisa membangun Blue Bird. Sebelum membangun Blue Bird, Djoko terlebih dahulu menjadi dosen, penjual batik keliling, dan pedagang telur.
"Blue Bird didirikan oleh wanita yang memang berusaha menghidupi keluarganya dengan tujuan misinya menjadi pilar utama untuk menghasilkan uang. Sebelum mendirikan Blue Bird, kegiatan yang dilakukanmenjadi guru di sekolah hukum, berjualan batik dan telur," kata Direktur Utama Blue Bird, Sigit Djokosoetono, beberapa waktu lalu dalam Media Gathering.
Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono lahir di Malang 17 Oktober 1921. Mutiara Siti lahir dengan keadaan keluarga yang berkecukupan. Namun keadaan itu berubah saat Mutiara Siti umur 5 tahun di mana orang tuanya jatuh bangkrut.
Mengutip dari buku 'Sang Burung Biru' penulis Alberthiene Endah, Kamis (11/8/2022) Kondisi keluarganya pun berbalik yang sebelumnya berkecukupan, saat bangkrut, makan apa adanya, memakai pakaian seadanya, bahkan Mutiara tidak pernah mendapatkan uang jajan.
Singkat cerita, Mutiara yang tidak menyerah akan keadaannya terus berusaha untuk bisa bersekolah. Pada tahun 1930-an, Mutiara lulus Sekolah Guru Belanda atau Eropese Kweekschool. Pada jenjang perkuliahan Mutiara memilih untuk masuk Fakultas Hukum di Universitas Indonesia.
Berjalannya waktu, Mutiara bertemu dengan Djokosoetono, dosen yang mengajarnya. Dia juga pendiri serta Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian yang menikahi Mutiara selagi masih kuliah.
Pada tahun 1950-an, Indonesia mengalami krisis ekonomi hingga membuat orang berebut makanan. Sementara keluarga Mutiara dengan gaji apa adanya, tetap berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anaknya.
Kemudian pada tahun 1960-an, muncul ide berjualan batik untuk menambah pendapatan rumah tangga Mutiara. Tak memikirkan gengsi, Mutiara berkeliling menjual batik door to door. Berdagang batik pun diakuinya memperbaiki kondisi perekonomian keluarga.
Ide lain lagi muncul untuk berjualan telur. Di mana kala itu telur merupakan bahan pokok makanan yang eksklusif. Belum banyak yang berbisnis komoditas itu dan hanya orang-orang menengah ke atas lah yang banyak membeli.
Namun, beberapa sektor bisnis juga membutuhkan telur. Kebutuhan itulah yang dimanfaatkan Mutiara untuk mendapatkan peluang. Sektor yang membutuhkan telur mulai dari rumah tangga, katering, pembuat kue, restoran, hingga hotel.
Sigit Djokosoetono mengatakan dari berdagang telur dan batik menjadi modal awal Mutiara membangun usaha. Pada 1965 Ibu Djoko beserta dua anaknya, Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro, mulai mengoperasikan taksi tanpa argo dengan nama "Chandra Taxi".
Rumah no.107 Jl. Cokroaminoto menjadi cikal bakal lahirnya Bluebird. Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, pertama kali menjalankan bisnis taksi di rumah ini.
Kemudian pada 1972, secara resmi 25 armada Blue bird Holden Torana mengaspal di Jakarta. Bluebird menjadi taksi pertama yang menggunakan sistem tarif berdasarkan argometer.
Seiring berjalannya waktu, Blue Bird semakin terbang tinggi. Perusahaan itu pun resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia pada November 2014. Kini, Blue Bird terus berkembang menjadi perusahaan transportasi yang juga mengikuti perkembangan zaman digital.
PT. Blue Bird Tbk.
meluncurkan taksi listrik pertama engan mengusung armada BYD e6 untuk e-Bluebird dan Tesla X untuk e-Silverbird. Tahun ini, perusahaan yakin bisa menyediakan 75 sampai 100 unit mobil listrik hingga akhir tahun 2022. Untuk mencapai target tersebut perusahaan menyiapkan belanja modal atau capex sebesar Rp 75 miliar.
Sementara penyediaan tambahan armada total, ditargetkan bisa membeli kendaraan sebanyak 4.000 sampai 5.000 unit mobil. Hingga Juli ini baru sebanyak 800 unit kendaraan yang dibeli untuk tahun ini.
Jumlah armada mobil yang dimiliki oleh Bluebird mencapai lebih dari 24.000 unit, sementara untuk armada mobil listriknya mencapai 60 unit, 30 unit untuk taksi dan 30 unit untuk rental.
Hingga saat ini, totalnya ada empat (4) model mobil listrik Bluebird, yaitu Tesla X 75D untuk e-Silverbird, BYD E6 dan BYD T3 untuk e-Bluebird serta Hyundai Ionic dan Kona untuk kendaraan sewa jangka panjang Golden Bird.