Mengungkap Sesar Citarik: Pemicu Getaran dan Dentuman di Bogor

Kuatbaca - Gempa berkekuatan magnitudo 4,1 yang mengguncang wilayah Bogor pada Kamis malam, 10 April 2025, meninggalkan jejak kepanikan di tengah masyarakat. Selain getaran yang cukup terasa, warga juga melaporkan adanya suara dentuman keras yang menyertai gempa. Fenomena ini mengundang pertanyaan besar: apa sebenarnya yang menyebabkan peristiwa tersebut?
Ternyata, jawabannya mengarah pada satu nama yang sudah dikenal di kalangan geolog: Sesar Citarik. Retakan memanjang di kerak bumi yang membentang di wilayah barat Pulau Jawa ini kembali menunjukkan aktivitasnya. Dalam beberapa tahun terakhir, sesar ini memang menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, meski belum masuk kategori sangat aktif secara seismik.
Karakteristik Gempa dan Kejutannya
Gempa yang terjadi pada malam itu bukan hanya dirasakan di pusat episentrum, tetapi juga menjalar hingga ke Kota Depok. Intensitas getarannya berada di level III hingga IV MMI, yang berarti cukup kuat untuk menggoyangkan benda-benda ringan dan membuat sebagian orang berlarian keluar rumah.
Uniknya, gempa ini tidak hanya berupa guncangan. Sejumlah warga melaporkan suara dentuman yang cukup keras, bahkan ada yang mengira itu ledakan. Fenomena dentuman ini, menurut para ahli, biasanya terjadi pada gempa-gempa yang memiliki kedalaman sangat dangkal. Ketika getaran frekuensi tinggi menjalar di dekat permukaan tanah, ia bisa menghasilkan suara seperti gemuruh atau ledakan yang cukup mengagetkan.
Mengenal Lebih Dekat Sesar Citarik
Sesar Citarik merupakan salah satu sesar aktif yang membelah sebagian wilayah barat Jawa. Membentang dari kawasan Pelabuhan Ratu, melalui Bogor, hingga Bekasi, sesar ini menjadi potensi sumber gempa yang cukup signifikan. Secara geologis, Sesar Citarik adalah jenis sesar geser mengiri (left-lateral strike-slip), artinya dua bagian kerak bumi di sepanjang sesar ini bergerak secara horizontal ke arah yang berlawanan.
Sesar ini terbentuk sejak zaman Miosen Tengah, sekitar 15 juta tahun silam. Pada awalnya, ia berfungsi sebagai sesar transtensional—retakan yang terbentuk karena pergerakan lempeng yang saling menjauh. Namun, perubahan dinamika tektonik membuatnya kini bergerak sebagai sesar geser, di mana tekanan horisontal mendominasi.
Segmentasi dan Potensi Gempanya
Dengan panjang total sekitar 250 kilometer, Sesar Citarik terbagi dalam tiga segmen utama: selatan, tengah, dan utara. Masing-masing segmen memiliki potensi seismik yang berbeda tergantung struktur batuan, tekanan tektonik, dan riwayat aktivitas sebelumnya.
Meskipun belum seaktif sesar-sesar lain seperti Sesar Lembang atau Sesar Cimandiri, Sesar Citarik telah beberapa kali memicu gempa yang cukup merusak. Tercatat, pada Maret 2020 dan Desember 2023, wilayah sekitar sesar ini sempat diguncang gempa yang menyebabkan kerusakan ringan hingga sedang. Bahkan, beberapa ahli menduga bahwa sesar ini mungkin turut andil dalam gempa besar bermagnitudo 7,0 yang terjadi pada tahun 1833 di wilayah Jawa Barat.
Yang menjadi perhatian utama adalah letak sesar ini yang melintasi wilayah padat penduduk, termasuk kawasan Bogor, Bekasi, dan sebagian wilayah Jabodetabek. Jika terjadi gempa berkekuatan besar, dampaknya bisa jauh lebih merusak, apalagi di area yang berdiri di atas tanah lunak seperti Jakarta. Kondisi tanah semacam ini dikenal dapat memperkuat gelombang gempa, membuat guncangan terasa lebih hebat daripada di daerah berbatu padat.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk lebih waspada dan meningkatkan mitigasi bencana. Pemantauan terhadap aktivitas sesar harus ditingkatkan, dan masyarakat perlu diberi edukasi mengenai tanda-tanda awal gempa serta langkah-langkah penyelamatan diri.
Peristiwa gempa Bogor ini adalah pengingat bahwa Indonesia, sebagai negara yang terletak di atas cincin api Pasifik, memiliki risiko geologis yang tinggi. Aktivitas sesar-sesar aktif seperti Citarik bisa saja terjadi kapan saja dan sering kali tanpa peringatan.
Memahami karakteristik sesar dan potensi bahayanya adalah langkah awal dalam membangun ketahanan terhadap bencana. Semoga gempa kecil ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk lebih serius dalam menghadapi ancaman gempa bumi—bukan hanya saat terjadi, tetapi juga dalam upaya pencegahan dan persiapan ke depan.