Gempa Dahsyat 7,7 M Guncang Myanmar, Pemimpin Junta Militer Tampil di Publik

Kuatbaca - Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 mengguncang Myanmar pada Jumat (28/3), menyebabkan kerusakan parah di berbagai wilayah, termasuk negara tetangga seperti Thailand. Gempa yang berpusat di wilayah Sagaing ini menimbulkan kehancuran yang luas, merobohkan bangunan, dan menelan ribuan korban jiwa. Getarannya bahkan terasa hingga Bangkok, mengakibatkan runtuhnya beberapa gedung pencakar langit yang masih dalam tahap konstruksi.
Korban Jiwa dan Kerusakan yang Meluas
Dampak gempa ini sangat mengerikan. Jumlah korban tewas di Myanmar telah melampaui 1.000 jiwa, dengan lebih dari 2.300 orang mengalami luka-luka. Sementara di Thailand, setidaknya delapan orang tewas akibat ambruknya bangunan. Otoritas setempat masih terus melakukan pencarian terhadap korban yang diduga terjebak di bawah reruntuhan.
Badan Geologi Amerika Serikat (USGS) memperkirakan jumlah korban tewas bisa mencapai lebih dari 10.000 orang. Prediksi ini didasarkan pada skala intensitas gempa serta kepadatan populasi di daerah terdampak. Namun, jumlah akhir masih bisa bertambah karena pencarian korban masih berlangsung.
Kemunculan Langka Pemimpin Junta Militer Myanmar
Dalam situasi yang semakin genting, pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, muncul ke publik dengan pernyataan yang cukup mengejutkan. Ia meminta bantuan dari komunitas internasional untuk menangani bencana ini.
Dalam pidato yang disiarkan melalui televisi nasional, Min Aung Hlaing menyampaikan bahwa pemerintahannya telah mengumumkan keadaan darurat dan siap menerima bantuan dari negara lain. Myanmar, yang selama ini tertutup terhadap intervensi luar sejak kudeta militer 2021, kini membuka pintu bagi bantuan kemanusiaan.
"Kami telah berkomunikasi dengan beberapa negara, termasuk India, yang telah menyatakan kesiapannya untuk mengirimkan bantuan," ujar Min Aung Hlaing. Ia juga mengundang organisasi kemanusiaan internasional untuk datang dan membantu warga Myanmar yang terkena dampak gempa.
Langkah ini cukup mengejutkan mengingat junta militer Myanmar selama ini menghadapi sanksi internasional serta tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Bahkan, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengajukan surat perintah penangkapan terhadapnya atas dugaan kejahatan terhadap komunitas Rohingya.
Kekuatan Gempa Setara Ratusan Bom Atom
Para ahli geologi menyebut gempa di Myanmar ini melepaskan energi setara dengan 334 ledakan bom atom. Selain kerusakan struktural yang signifikan, gempa ini juga berpotensi memicu gempa susulan dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas lempeng tektonik India yang terus bergerak dan menekan lempeng Eurasia di bawah Myanmar.
Jess Phoenix, seorang ahli geologi asal Amerika Serikat, memperingatkan bahwa situasi di Myanmar dapat semakin memburuk mengingat negara ini tengah dilanda konflik internal. Infrastruktur yang rusak dan akses bantuan yang terbatas akan membuat upaya penyelamatan semakin sulit.
Gempa ini tidak hanya menghancurkan Myanmar, tetapi juga berdampak besar di Thailand. Beberapa bangunan tinggi di Bangkok mengalami kerusakan parah akibat fenomena Vibrasi Periode Panjang atau Long Vibration Period. Fenomena ini terjadi ketika gelombang seismik dari gempa besar meresonansi dengan tanah lunak, menyebabkan getaran yang lebih lama dan berdampak lebih besar pada struktur bangunan tinggi.
Seorang ahli dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, Daryono, menjelaskan bahwa efek ini mirip dengan gempa besar yang melanda Meksiko pada tahun 1985. Saat itu, meskipun pusat gempa berjarak 350 km dari Mexico City, resonansi tanah menyebabkan kehancuran besar di ibu kota negara tersebut.
"Bangunan tinggi di Bangkok yang berdiri di atas tanah lunak sangat rentan terhadap efek resonansi ini," ungkap Daryono. Fenomena serupa juga dapat terjadi di wilayah perkotaan lain yang memiliki kondisi tanah yang sama.
Dengan skala bencana yang begitu besar, tantangan dalam penanganan dampaknya menjadi sangat kompleks. Selain kondisi infrastruktur yang hancur, ketegangan politik di Myanmar juga bisa menghambat upaya bantuan. Beberapa organisasi kemanusiaan internasional telah menyatakan kesiapannya untuk membantu, tetapi akses ke daerah terdampak masih menjadi kendala.
Pemerintah Myanmar kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, mereka harus menerima bantuan dari dunia internasional untuk menyelamatkan warganya. Di sisi lain, mereka masih berada dalam tekanan komunitas global akibat berbagai pelanggaran yang dilakukan sejak kudeta 2021.
Gempa ini bukan hanya menguji ketahanan infrastruktur Myanmar, tetapi juga kesanggupan junta militer dalam menangani krisis kemanusiaan yang semakin memburuk.