Ustaz Solmed dan Ketidaktegaannya Menyembelih Hewan Kurban

Kuatbaca - Setiap Hari Raya Idul Adha, umat Muslim di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan dan pengorbanan, termasuk keluarga Ustaz Soleh Mahmud, atau yang akrab dikenal dengan nama Ustaz Solmed. Bersama sang istri, April Jasmine, keluarga ini selalu berpartisipasi dalam tradisi kurban dengan menyumbangkan hewan untuk disembelih dan dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Namun, di balik partisipasi rutin itu, ada satu fakta menarik: Ustaz Solmed sendiri ternyata belum pernah sekalipun menyembelih hewan kurban secara langsung. Ia hanya menyaksikan prosesnya dari dekat, tanpa pernah memegang pisau dan melaksanakan penyembelihan.
Bukan Karena Trauma, Tapi Tidak Tega
Bagi sebagian orang, menyembelih hewan kurban adalah ibadah yang dijalankan penuh semangat dan keikhlasan. Namun bagi Ustaz Solmed, ada perasaan lain yang justru membayangi—rasa tidak tega. Meskipun menyembelih hewan kurban secara langsung termasuk salah satu sunah dalam Islam, ia merasa berat hati untuk melakukannya. Bukan karena takut darah atau trauma masa lalu, melainkan karena empati yang terlalu dalam terhadap hewan yang akan disembelih.
Perasaan kasihan, menurutnya, justru bisa membuyarkan niat baik dan menimbulkan keraguan saat prosesi berlangsung. Ia takut jika salah dalam teknik penyembelihan, akibatnya justru fatal. Daripada mengambil risiko, ia lebih memilih menyerahkan tugas tersebut kepada pihak yang lebih profesional dan terbiasa.
Tak Berani Menyembelih Ayam Sejak Kecil
Keengganan Ustaz Solmed terhadap penyembelihan bukanlah sesuatu yang baru muncul belakangan. Sejak masa kecil, ia sudah menunjukkan rasa takut terhadap proses menyembelih, bahkan untuk hewan sekecil ayam. Padahal, menurut pengakuannya, ayahnya dulu kerap mengajaknya belajar menyembelih ayam sendiri di rumah. Sayangnya, ajakan itu tak pernah berhasil. Ia selalu menolak, dan memilih menjauh saat ayam hendak dipotong.
Pengalaman masa kecil itu tampaknya membentuk karakter empati yang mendalam hingga kini. Bahkan di tengah posisinya sebagai tokoh agama, Ustaz Solmed tetap memegang prinsip: jika tidak mampu secara hati, maka lebih baik tidak memaksakan diri, terutama dalam hal yang menyangkut nyawa makhluk hidup.
Tidak Berniat Mengatasi Ketakutan
Meski setiap tahun menyaksikan langsung prosesi penyembelihan kurban, hingga kini Ustaz Solmed belum menunjukkan keinginan untuk mencoba mengatasi ketakutannya. Baginya, rasa tidak tega itu bukan sekadar emosi sesaat, tapi sesuatu yang bisa menimbulkan konsekuensi serius jika dipaksakan. Ia khawatir, jika tangan gemetar karena ragu, maka hasil penyembelihannya tidak sesuai syariat, dan berakibat hewan kurban menjadi bangkai yang tidak sah.
Ketegangan batin antara niat beribadah dan ketidaktegaan itulah yang terus menjadi dilema tahunan baginya. Meski begitu, ia tetap memastikan kurban keluarganya terlaksana dengan baik dan benar, dengan menyerahkan tugas penyembelihan kepada mereka yang lebih siap secara mental dan teknis.
Kurban bagi Ustaz Solmed bukan sekadar tentang menyembelih, melainkan soal makna. Ia dan keluarganya tetap menjalankan kewajiban ibadah kurban dengan penuh tanggung jawab. Daging hasil kurban dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan, sebagai wujud solidaritas dan bentuk nyata dari pesan sosial dalam ajaran Islam.
Dengan cara itulah ia mengekspresikan pengabdiannya. Meski tidak menyembelih langsung, perannya dalam ibadah kurban tidak berkurang nilainya. Ia tetap hadir, tetap peduli, dan tetap berbagi.