Sebagai seorang ibu rumah tangga (IRT) bukan berarti seorang perempuan hanya akan menjalani 24 jam di dalam sebuah ruang yang kerap dianggap ‘rumahku istanaku’, tempat paling nyaman, tanpa mampu mengembangkan potensi dan mengepakkan sayap yang tersembunyi di balik punggungnya, salah satunya menjadi ibu produktif.
Memainkan peran penting dalam sebuah keluarga, seorang ibu nyatanya tidak hanya terbatas pada tugas-tugas seperti melahirkan, merawat buah hati serta suami, atau sibuk dengan pekerjaan rumah tangga hingga tanggung jawab dalam membentuk karakter dan moral pada anak-anak. Perempuan yang kerap dipanggil sebagai malaikat tak bersayap ini juga mampu menjalani hidup secara bermakna dan berdaya lewat berbagai peran.
Belum lagi apabila melihat proporsi pertumbuhan ibu hamil di Indonesia berdasarkan rilisan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan setiap tahunnya ada 4,8 juta kehamilan dengan 4,4 juta yang lahir hidup. Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan persentase proporsi perempuan sebagai kepala rumah tangga menunjukkan kenaikkan 0,01 persen apabila dibandingkan antara 2023 dengan 2022. Bahkan, pada 2021 proporsi perempuan sebagai kepala rumah tangga jauh lebih tinggi dibandingkan 2022.
Artinya, sebagai perempuan yang mengemban berbagai peran tak lantas terbatas hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengalokasikan banyak waktu untuk keluarga. Ada sela untuk berdaya dengan berwirausaha, terindikasikan dari geliat perempuan meramaikan sektor kewirausahaan dengan komposisi 64,5 persen dari total pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Maka dikenal istilah mompreneur atau mom and entrepreneur, work-life balance ala ibu rumah tangga yang kekinian ini ternyata bukanlah hal baru di kalangan para ibu. Istilah ini pernah digunakan oleh Majalah Entrepreneur dari Amerika Serikat (AS) untuk menggambarkan para ibu yang merintis jalan di dunia bisnis.
Seperti halnya Junika Mariana Manalu atau yang akrab disapa Mom Ana, seorang ibu rumah tangga sekaligus pendiri Fun With Momi (FWM), sebuah komunitas yang fokus terhadap aktualisasi para ibu rumah tangga. Didirikan pada 5 Mei 2019, berawal dari 44 anggota, kini Mom Ana mengepalai sedikitnya 1.005 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia hingga beberapa negara.
“Komunitas Fun With Momi ini berfokus pada aktualisasi diri, dulunya edukasi, tapi kita tau momi-momi jangan hanya pintar di edukasi saja, harus belajar ekonomi, budaya, dan sosial. Sekarang membernya sudah 1.005 dari Sabang sampai Merauke, ada yang dari Australia, Malaysia dengan warga kewarganegaraan Malaysia, hingga Amerika Serikat,” papar Mom Ana pada edisi program Wellbeing KuatBaca.com, Jumat (01/03/2024).
Bukan tanpa alasan ibu satu anak yang melabeli dirinya sebagai seorang mompreneur ini mendirikan komunitas, selain karena anjuran dari teman-teman di media sosial, Mom Ana memaparkan peran ganda yang dilakukannya memiliki kelebihan yaitu kebebasan.
“Sebenarnya dengan jadi mompreneur itu ada satu kelebihan, kelebihannya ‘freedom of choice’, aku bebas memilih banyak hal, untuk menyenangkan diriku, aku mau belanja, fokus dengan keluarga, memberikan pelayanan kepada keluarga,” jelas Mom Ana.
Bagi Mom Ana, kebebasan dalam memilih memberikan manfaat bagi dirinya yang seorang ibu rumah tangga karena bisa berperan ganda, baik dalam berdaya sebagai seorang ibu produktif, termasuk sebagai pebisnis jasa laundry, di sisi lain ia juga dapat meluangkan waktu untuk anak dan keluarga.
Namun, menjalankan dua peran juga tak bisa disepelekan, sehingga mengatur waktu dengan mengklasifikasikan skala prioritas antara urusan rumah dengan produktivitas dan kerja sama dengan suami ditekankan Mom Ana sebagai solusi menjawab permasalahan.
Mengingat layaknya manusia biasa, seorang ibu juga bisa mengalami stres yang akhirnya memengaruhi dirinya dan keluarga. BKKBN melaporkan, angka ibu mengalami gejala baby blues syndrome mencapai 57 persen dengan Indonesia sebagai negara peringkat tertinggi di Asia. Menghindari kondisi yang tanpa pandang bulu ini, Mom Ana mengatakan bahwa menjaga keseimbangan dengan ilmu parenting harus dilakukan mengingat ada kebahagiaan seisi rumah yang dipertaruhkan.
Bahkan, sebagai mompreneur juga membuka peluang baru untuk ibu rumah tangga membangun koneksi dan relasi, termasuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Seperti yang dilakukan anggota Fun With Momi (FWM), beberapa di antaranya membuat gebrakan melalui video pembelajaran hingga kegiatan untuk para ibu.
“FWM ini momi wajib mengisi Google Form ‘Apa sih aktualisasi diri kamu?’, misalnya guru, momi yang jadi guru ini aku ajak kerja sama ngajar online, bikin video dan dibikinin harga untuk momi-momi lain beli. Ada lagi tim event, aku bilang ke mereka minta bikin event, misal playdate di kafe atau museum,” jelas Mom Ana.
Sementara itu, melihat popularitas tren mompreneur di kalangan para ibu rumah tangga, psikolog anak, remaja, dan keluarga, Sani Budiantini memaparkan transisi zaman yang mengandalkan media sosial memberikan dampak munculnya ibu-ibu kreatif. Mereka tidak hanya sibuk urusan rumah, tetapi bisa membantu penghasilan keluarga dengan bekerja.
“Karena zaman sudah berubah, banyaknya media sosial yang bisa diunggah oleh para ibu, sekarang ini muncul ibu-ibu kreatif, ibu tidak hanya berperan sebagai pengasuh anak, tetapi bisa menambah penghasilan keluarga, salah satunya ibu yang bekerja, baik itu bekerja rutin di kantor atau usaha kecil-kecilan di rumah, sehingga perannya menjadi dua, peran ibu dan mompreneur,” jelas Psikolog anak, remaja, dan keluarga, Sani Budiantini pada KuatBaca.com, Jumat (23/02/2024).
Mengenai manfaat sebagai mompreneur, psikolog yang juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani mengatakan sebelum mereka terjun umumnya ada dua peluang, yakni untuk membantu kebutuhan finansial keluarga dan untuk aktualisasi diri sebagai bagian dari menyalurkan bakat, sehingga memberikan rasa percaya diri.
Seperti yang dikatakan Mom Ana, trik jitu mengakali peran ganda ini juga dijelaskan psikolog yang juga mengaku telah menjadi mompreneur selama 23 tahun bahwa mengatur skala prioritas dan manajemen waktu merupakan solusi menghindari stres.
“Terpenting di sini adalah time management dan prioritas, jadi semakin seorang ibu yang bekerja bisa mengatur waktunya dengan baik dan memiliki prioritas, maka dia pun akan lebih rileks melakukan perannya dibanding ibu-ibu yang tidak ada prioritas, semuanya dianggap penting, sehingga dia kecapekan, akhirnya stres, atau malah ke fisik, punya penyakit dan sebagainya,” jelas Sani Budiantini.
Namun, peran ganda ini juga tak lepas dari teropong elemen di lingkungan. Sehingga memungkinkan adanya stereotip negatif terhadap perempuan yang berperan sebagai istri, ibu dan menjalankan bisnis. Hal itu tentu tidak mudah dihadapi.
Meski begitu, sebagai ahli psikologis, Sani menekankan alih-alih menumbuhkan pola pikir yang merugikan, semestinya setiap orang mampu berpikir bahwa menjadi ibu bukan perkara mudah, termasuk ibu yang juga memutuskan mengais rezeki melalui bekerja. Apabila sebagai mompreneur ada di dalam kondisi di lingkungan yang ‘tidak mendukung’ ia menambahkan ada baiknya untuk diabaikan karena hanya menguras energi.
“Justru mindset yang dibangun adalah menghargai karena seorang ibu sudah nggak mudah, menjadi seorang ibu tapi juga dia harus bekerja. Kalau ada stereotip yang negatif, para ibu ini harus meng-ignore saja karena segala sesuatu yang sifatnya negatif malah akan menguras energi, akhirnya lelah karena stres. Kita tidak bisa mengubah persepsi orang, cuma kita bisa mengontrol apa yang bisa kita lakukan, jadi selama kita merasa itu baik dan bermanfaat untuk diri dan keluarga yauda lakukan saja,” jelas Sani.
Sani juga mengatakan daripada memusingkan tanggapan orang lain, lebih baik mompreneur mengendalikan pola pikir. Bahkan, dalam hal ini Sani juga menekankan yang terpenting merupakan komunikasi, dukungan dan izin dari suami sebagai pendamping karena untuk menghindari konflik mengingat pada dasarnya ibu bekerja juga sebagai bonus membantu keluarga. Oleh karena itu, sebagai seorang ibu secara bijak harus bisa mengatur skala prioritas dan waktu sebelum memutuskan sebagai mompreneur tanpa mengorbankan anak atau keluarga.
“Kita harus yakin bahwa kita bekerja itu walau sebagai seorang ibu memiliki manfaat yang positif. tidak boleh mengorbankan anak untuk bekerja atau bekerja untuk anak, kita harus punya kesadaran, mampu gak melakukan dua hal, ada gak dukungan dari suami, kalaupun nggak pelan-pelan coba sambil kita mendapat dukungan. Menurut saya misal ketika sudah mendapat izin dari suami, maka kita bisa mengatur mau seperti apa bekerja, paruh waktu, fleksibel, atau di kantor dan wanita bekerja itu harusnya bangga bahwa dia punya peran lebih, meski menjadi ibu juga sudah susah banget, namun seandainya kita belum bisa membagi peran tersebut dan anak membutuhkan, marilah kita fokus kepada anak dulu," tutup Sani.