Jakarta - Politikus senior PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menilai pernyataan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan soal jangan maksa jadi presiden kalau bukan orang Jawa cukup tendensius. Sebab, bagi Hendrawan pernyataan Luhut kurang bijak.
"Pernyataan yang kurang bijaksana dan tendensius," kata Hendrawan kepada wartawan, Jumat (23/9/2022).
Menurut Hendrawan, persoalan soal suku sudah harus ditinggalkan dalam konteks kebangsaan. Kekhawatiran Luhut itu, kata Hendrawan, seharusnya menjadi tantangan yang dihadapi bersama dalam menjalankan program dan literasi politik, serta membangun keadaban demokrasi.
"Dalam mimpi kolektif kita sebagai negara bangsa, persoalan asal usul suku dan wilayah, sudah seyogyanya kita tanggalkan dan tinggalkan," katanya.
"Justru fakta demografis dan sosiologis yang dikhawatirkan Pak Luhut, harus menjadi tantangan kita dalam program edukasi dan literasi politik dan keadaban demokrasi yang terus kita bangun," imbuh dia.
Pernyataan Luhut tersebut saat bincang-bincang di kanal YouTube Rocky Gerung terkait penerus Presiden Jokowi di 2024. Dalam ngobrol-ngobrol santai itu, Luhut sempat bicara soal banyak orang yang ingin jadi Presiden.
"Kan kita ingin pastikan ada suksesi di 2024, suksesi itu lewat sistem elektoral, tapi ada kecemasan di publik sekarang melihat persaingan politik terlalu tajam, dan ketajaman itu bukan hanya adu konsep tetapi adu ide nggak terlihat gitu, kita nggak lihat ada calon presiden, bahkan dari dalam kabinet, yang datang misalnya mengatakan 'saya ada ide jadi presiden oleh karena itu saya mau minta diundang RGTV' ini misal unutk debat soal kebijakan," tanya Rocky di YouTube RGTV Channel seperti dilihat, Jumat (23/9). Rocky telah mengizinkan konten tersebut untuk dikutip.
"Kebanyakan orang pasang spanduk baliho tinggi-tinggi kita nggak tahu di belakang kepala yang besar di baliho ada isinya atau nggak itu, kan itu intinya? Rakyat merasa kok nggak ada percakapan intelektual ya di antara pemimpin itu, Pak Luhut rasain nggak itu keadaan itu? Agak jujur bikin evaluasi Pak Luhut," lanjut Rocky.
Luhut lantas menjawab Rocky Gerung dengan menyebut banyak orang saat ini yang ambisius untuk menjadi Presiden. Padahal, kata dia, mengabdi untuk negara tidak harus menjadi Presiden.
"Anda itu terlalu pintar makanya kadang men-judge orang. Rock gini lah kita sebagai teman ya, saya bilang memang kadang-kadang semua berpikir pengen jadi presiden, saya berkali-kali bilang 'apa mesti jadi presiden ngabdi itu?' Presiden cuma 1 loh, dan itu menurut saya sudah takdir alam ini, Tuhan punya mau itu, God scenario, jadi kita boleh bersaing, dan boleh tadi juga melakukan itu, tapi kita harus mengenali diri kita dulu, kenali dirimu, kenali musuhmu, 100 kali kau perang 100 kali kau menang, tapi kadang kita nggak mengenali itu kita nggka tanya diri kita," ucapnya.
Rocky pun mengomentari soal power yang sempat disinggung Luhut. Kemudian, Luhut menjawab dengan membeberkan lagi soal banyaknya orang yang akhirnya berambisi untuk jadi Presiden. Dia lalu mengingatkan bahwa sulit untuk mencapai ambisi itu jika bukan lah keturunan Jawa.
"Ada yang belum punya power tapi sudah ada syndrome-nya?" tanya Rocky.
"Ya, Rocky ini aku bilang untuk Anda, teman-teman pasti banyak yang nonton aneh-aneh lah, apa harus jadi presiden aja kau bisa ngabdi? Kan nggak juga, harus tahu diri juga lah, kalau kau bukan orang Jawa jangan terus, ini anu ini antropologi, kalau Anda bukan orang Jawa, pemilihan langsung hari ini, saya nggak tahu 25 tahun lagi, udah lupain deh, nggak usah kita memaksakan diri kita, sakit hati, yang bikin sakit hati kita kan kita sendiri," tutur Luhut.
Rocky lalu menanggapi statemen Luhut. Dia menegaskan apa yang disampaikan Luhut benar secara ilmu antropologi.
"Iya kalau mereka nggak baca, iya saya ingetin ada orang yang nggak baca, bahwa antropologi kita itu basisnya adalah etnis civil, dan faktualitas itu yang kadang kala membatalkan ambisi orang untuk jadi presiden," ujar Rocky Gerung.
Luhut mengamini dengan mengaku mengurungkan ambisinya untuk jadi Presiden lantaran menjadi minoritas di Indonesia.
"Yes, termasuk saya, betul saya, saya double minoritas, saya sudah Batak Kristen lagi. Jadi saya bilang sudah cukup itu, kita harus tahu, ngapain saya menyakiti hati saya, istri saya juga bilang 'kamu ngapain sih pah?', ya memang nggak mau, 'syukurlah haleluya' dia bilang, ya sudah," sebut Luhut.