SidebarKanan
Sosial & Budaya

Slamet Muljana Membesarkan Sejarah Majapahit

Kuatbaca

05 March 2023 12:24

Test

Profesor Slamet Muljana dikenal sebagai peneliti dan penulis sejarah yang tidak jarang mengundang kontroversi. Beberapa karyanya memuat kesimpulan yang mencengangkan dan berbeda dengan pengetahuan pada umumnya. Terhadap temuan-temuan yang diyakininya, ia berani mengemukakannya secara terbuka baik melalui artikel di surat kabar, majalah, maupun buku. Tidak jarang ia juga berdebat dengan para ahli sejarah lainnya.

 

Dalam melakukan penelusuran sejarah, tentu tidak bisa dilakukan dengan hanya mengedepankan klaim ataupun keyakinan. Dan, berkenaan tentang sejarah di Nusantara, terutama karena letak geografisnya yang strategis, tidak bisa tidak, sebuah penelusuran harus dilakukan secara serial yang sesuai dengan tahapan zamannya, ataupun juga pararel dengan penelaahan terhadap peristiwa bersejarah di bagian dunia yang lain.

 

Ada sebuah pola timbal-balik yang harus diikutkan dalam mengupas perspektif sejarah secara lokal, regional, dan internasional. Sebab, sejarah memang terbentuk dari masa ke masa yang sambung-menyambung, serta berjalan menembus batas-batas geografi maupun administrasi antar negara dan bangsa.

 

Penemuan berbagai situs sejarah ataupun berbagai catatan hikayat kuno yang didapat secara turun temurun, jelas merupakan jejak bagi adanya suatu proses eskalasi ataupun konversi peradaban dari masa silam. Melalui pecahan-pecahan situs serta berbagai catatan yang berhasil dan semakin banyak diketemukan tentang Nusantara, sesungguhnya telah cukup untuk membuktikan pernah ada kebudayaan di Nusantara yang sebanding dengan masa keemasan Persia, Tiongkok, Romawi, hingga Abassiyah dan Turki Osmani.

 

Dalam dunia penulisan sejarah klasik Nusantara, terdapat sebuah nama yang sebenarnya telah memberi andil amat besar dan kiprah yang luar biasa terhadap penulisan sejarah di Indonesia. Bahkan buku-bukunya banyak bertebaran di berbagai rak-rak sejarah perpustakaan dalam dan luar negeri. Akan tetapi, profil dari penulisnya sendiri, ternyata begitu sepi dari publikasi.

 

Dilihat dari sisi historiografi yang dominan tentang masa klasik di Nusantara, nama Prof. Slamet Muljana begitu populer. Buku-buku yang ditulisnya tentang kebesaran sejarah Majapahit yang begitu dibanggakan oleh bangsa Indonesia, merupakan acuan penting bagi penulis-penulis sejarah yang lain.

 

Slamet Muljana memang menghabiskan setengah dari umur usianya untuk mengulik sejarah Majapahit. Bahkan, hampir setengah dari semua buku yang sudah ditulisnya, mengambil tema Majapahit.

 

Buku pertamannya adalah tentang Majapahit yaitu “Nagarakrtagama”, yang terbit tahun 1953. Demikian pula buku terakhirnya, yang ditulis tiga tahun sebelum ia meninggal, juga tentang Majapahit, yang berjudul “Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit”, terbit di tahun 1983.

 

Profesor Doktor Slamet Muljana memiliki nama lengkap Raden Benedictus Slamet Muljana (baca: mulyana), lahir di Yogyakarta 21 Maret 1921. Ia memperoleh gelar B.A atau Bachelor of Arts dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1950. Kemudian, gelar M.A atau Master of Arts diperolehnya dari Universitas Indonesia pada tahun 1952. Dan, gelar doktor dalam bidang sejarah dan filologi yang mendalami ilmu tentang naskah kuno dari Universitas Louvain, Belgia pada tahun 1954.

 

Sejak tahun 1958, Slamet Muljana telah menjadi profesor di Universitas Indonesia. Ia adalah seorang dosen dan juga peneliti. Kemampuannya di bidang sejarah diakui baik di dalam maupun luar negeri. Ia juga pernah menjadi direktur lembaga bahasa dan kebudayaan, dan anggota dewan kurator lembaga studi-studi Asia Tenggara.

 

Slamet Muljana banyak sekali menulis artikel dan buku-buku. Artikel-artikelnya dipublikasi di jurnal dalam dan luar negeri. Sedangkan dalam bentuk buku, ia telah menulis 18 buku.

 

Dari karya-karyanya, dapat dibilang bahwa Slamet Muljana telah meneliti dan menulis sejarah dari tahun 400 Masehi, seperti dalam buku “Dari Holotan ke Jayakarta”, hingga sampai tahun 1945 yang tertuang dalam buku “Kesadaran Nasional-dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan".

 

Selain sebagai ahli sejarah, Slamet Muljana juga merupakan ahli bahasa. Dalam bidang bahasa, ia menulis beberapa buku tentang kaidah dan politik bahasa Indonesia, juga perbandingan bahasa-bahasa Asia Tenggara, seperti misalnya buku “Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara” yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1964.

 

Slamet Muljana juga dikenal sebagai peneliti dan penulis sejarah yang tidak jarang mengundang kontroversi. Beberapa karyanya ada memuat kesimpulan-kesimpulan yang mencengangkan dan berbeda dengan pengetahuan pada umumnya. Terhadap temuan-temuan yang diyakininya, Slamet Muljana berani mengemukakannya secara terbuka baik melalui artikel-artikelnya di surat kabar, majalah, maupun buku. Tidak jarang ia juga berdebat dengan para ahli sejarah lainnya.

 

Kontroversi Slamet Muljana yang paling terkenal dan menimbulkan reaksi keras muncul dalam buku “Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara” yang terbit tahun 1968. Slamet Muljana sudah menduga dari awal bahwa bukunya ini akan menimbulkan kontroversi. Bukunya inipun dibredel oleh pemerintah.

 

“Kenyataan historis kadang-kadang terlalu pahit untuk ditelan dan terlalu pedas untuk dirasakan. Namun, sekali fakta sejarah itu ditemukan, fakta itu tidak akan dapat diubah. Meskipun fakta sejarah itu mungkin terlalu pedas untuk dirasakan, ilmu sejarah tetap mengejar-ngejarnya.”



Tiga tahun kemudian, pada tahun 1971, ternyata buku ini dibredel, dan diputuskan agar ditarik dari peredaran oleh Kejaksaan Agung. Alasannya, buku ini terlarang karena isinya yang kontroversial, menimbulkan keresahan di masyarakat, dan bisa mengganggu stabilitas politik.

 

Pendapat Slamet Muljana di dalam bukunya itu menimbulkan reaksi yang keras baik di masyarakat maupun pemerintah, karena menyebut Walisongo adalah keturunan Cina. Selain bertentangan dengan pengetahuan umum, buku Slamet Muljana yang terbit persis di masa awal kejatuhan Orde Lama tentu memang rawan dikaitkan dengan persoalan politik dan sentimen anti Cina juga sudah meluas di Indonesia.

 

Pendapat Slamet Muljana itu disangkal secara menyeluruh oleh Buya Hamka yang kemudian menulis buku yang terbit di tahun 1974, berjudul Antara Fakta dan Khayal "Tuanku Rao": Bantahan terhadap tulisan-tulisan Ir. Mangaradja Onggang Parlindungan dalam bukunya "Tuanku Rao". Walaupun Hamka menulis bukunya untuk membantah MO Parlindungan, tetapi Slamet Muljana yang mengutip dari MO Parlindungan juga secara otomatis menjadi sepaket ikut terbantah.

 

Slamet Muljana meninggal dunia pada 2 Juni 1986 di Jakarta. Sepeninggalnya, beberapa buku karyanya dipublikasikan kembali oleh beberapa penerbit, termasuk bukunya yang pernah dibredel oleh pemerintah Orde Baru. (*)

Jurnalis : Nissa Rengganis

Editor : Jajang Yanuar

Illustrator : Priyana Nur Hasanah

Infografis : Priyana Nur Hasanah


Komentar

Pencarian tidak ditemukan

Belum ada komentar

SidebarKanan
Kuatbaca.com

Informasi


Tentang Kami

Pedoman Media Siber

Susunan Redaksi

2023 © KuatBaca.com. Hak Cipta Dilindungi