top ads
Home / Telik / Sosial & Budaya / LGBT di Panggung Piala Dunia, Bagaimana Sikap Indonesia?

Sosial & Budaya

  • 129

LGBT di Panggung Piala Dunia, Bagaimana Sikap Indonesia?

  • December 29, 2022
LGBT di Panggung Piala Dunia, Bagaimana Sikap Indonesia?

Polemik LGBT mencuat dalam Piala Dunia, tak terkecuali di Indonesia. Polemik ini menjadi pertentangan panjang antara kelompok agama dan kelompok lembaga swadaya. Pemerintah Indonesia seperti Hungaria, Polandia, dan Russia memiliki sikap tegas melarang LGBT, hanya saja tidak ada sanksi tegas yang melekat pada larangan tersebut.

 

 

Piala Dunia 2022 Qatar membawa warna baru. Selain mengadu kemampuan di lapangan hijau, sejumlah negara-negara yang bermain di pesta sepakbola terakabar itu juga mengadu agenda politik masing-masing. Tuan rumah Piala Dunia kali ini menjadi pemicu adanya ‘benturan peradaban’—meminjam istilah populer dari Samuel Huntington.

 

Benturan peradaban ini terjadi kala tuan rumah Qatar melarang kampanye LGBT. Kepolisian Qatar memberitahu larangan ini beberapa bulan sebelum perhelatan Piala Dunia 2022. Hal ini disampaikan oleh Kepala Keamanan Piala Dunia 2022, Abdullah Al Nasari.

 

“Jika seseorang penggemar mengibarkan bendera pelangi di stadion dan bendera itu diambil, bukan karena kami ingin menyinggungnya tetapi untuk melindunginya,” ujar Al Nasari dikutip dari Kompas TV, Jumat (24/6/2022).

 

Selain tuan rumah, Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA ikut melarang atribut LGBT di Piala Dunia kali ini. Lantas sejumlah negara Eropa menentang sikap ini dan tetap melanjutkan kampanye lewat aksi ban kapten OneLove. Kapten Timnas Inggris, Harry Kane, sudah bersiap untuk menggunakannya pada pertandingan Inggris versus Iran, meski akhirnya dilarang. Selain Inggris, ada Jerman, Belgia, Wales, Denmark, Belanda, Norwegia, Swedia, Swiss, dan Perancis yang juga hendak mengikuti aksi tersebut.

 

Dalam laga melawan Jepang, Timnas Jerman menanfaatkan momen sebelum kick-off dengan gestur tutup mulut. Tindakan ini sebagai simbol protes dari larangan kampanye OneLove Piala Dunia 2022.

 

Tak mau kalah, fans Qatar membalas aksi tersebut dengan mengangkat foto Ozil, mantan pemain Timnas Jerman. Ozil keluar dari timnas Jerman usai mendapatkan perlakuan rasis atas kekalahan Jerman di Piala Dunia 2018. “Saya adalah warga Jerman ketika kami menang, tapi saya adalah imigran ketika kami kalah,” tulis Ozil pada 2018 lalu.

 

Isu LGBT menjadi bagian narasi yang dipertentangkan di masyarakat Eropa. Otoritas Uni Eropa sendiri telah mendeklarasikan zona bebas LGBT. Di saat bersamaan, Hungaria salah satu anggota Uni Eropa dari Eropa Tengah mengesahkan UU anti LGBT. Mereka melarang promosi gaya hidup homoseksual pada usia di bawah 18 tahun. Keputusan tersebut mendapat dukungan dari salah satu negara Eropa Timur, yakni Polandia. Menteri Pendidikan Polandia Przemyslaw Czarnek bahkan mengusulkan untuk meniru kebijakan serupa.

 

“Aturan Hungaria mengatur bahwa dalam mengajarkan isu seksualitas, sekolah tidak boleh mempromosikan operasi penggantian gender ataupun homoseksualitas. Kita harus meniru regulasi itu di sini,” ucapnya dikutip dari Reuters, Senin (28/6/2021).

 

Paling baru, negara daratan Eropa yang turut melarang LGBT adalah Russia. Presiden Vladimir Putin secara resmi mengesahkan UU Anti LGBT pada 5 Desember 2022 lalu. Semua aktivitas dan kampanye publik menyoal LGBT dilarang. Bila ada individu atau organisasi yang melanggar, maka ia dijatuhkan dengan dari mulai Rp 103 juta hingga Rp 1,2 miliar.

 

 

Pro-Kontra LGBT di Indonesia

 

Seperti panggung internasional Piala Dunia Qatar 2022, Indonesia sebenarnya adalah panggung pro kontra LGBT. Percakapan pro kontra LGBT didominasi oleh dua kelompok: organisasi berbasis agama dan organisasi berbasis HAM dan kemanusiaan.

 

Tim Kuatbaca mengumpulkan sejumlah organisasi yang ikut dalam perbincangan publik mengenai LGBT. Indikator pro dan kontra terlihat dari sikap/pernyataan organisasi. Adapun pengelompokkan organisasi agama dan NGO/INGO didasarkan hasil riset tim Kuatbaca yang didominasi dua kelompok tersebut.

 

Sejumlah besar organisasi keagamaan di Indonesia menentang keberadaan dan aktivitas LGBT. Dua organisasi islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, menolak dengan tegas gerakan dan eksistensi LGBT yang dianggap menyimpang.

 

PBNU sendiri melalui Wakil Ketuanya KH Miftahul Akhyar menyebut menolak dengan tegas paham dan gerakan LGBT. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid IV bahwa LGBT haram dalam hukum islam.

 

Sikap serupa juga terlihat dari beberapa organisasi keagamaan lain: Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI), Konferensi Waligereja Indonesia, Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia.

 

Akan tetapi, tak semua kelompok atau organsisasi agama menolak LGBT. PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) misalnya menunjukkan keberpihakan positif kepada lGBT lewat Pernyataan Pastoral PGI.

 

“LGBT pada dirinya sendiri bukan sebuah persoalan. LGBT menjadi persoalan karena kitalah yang mempersoalkannya,” tulis surat yang terbit pada 28 Mei 2016 tersebut.

 

Sebagai persekutuan gereja, sikap PGI ini mendapatkan penolakan dari sejumlah gereja. Gereja Bethel Indonesia (GBI) mendesak untuk mencabut pernyataan tersebut.

 

 

Selain itu, ada beberapa organisasi islam yang menunjukkan keberpihakan mendukung LGBT di tengah besarnya gelombang penolakan kelompok islam lain. Salah satunya adalah Jaringan Islam Liberal atau JIL. Situs web Islamlib.com yang dipimpin tokoh JIL Ulil Abshar Abdalla menjadi jejak digital untuk mengetahui posisi organisasi tersebut. Semangat islam liberal ini mengantarkan mereka untuk menyajika tafsir baru di luar tafsir populer yang ada tentang LGBT.

 

Di sisi yang lain, dukungan atas LGBT didominasi oleh organisasi non pemerintah baik dari dalam maupun dari luar negeri. Sebagian besar mereka berfokus pada isu HAM dan kemanusiaan. Lembaga internasional pun ikut mensponsori kampanye LGBT di Indonesia. UNDP dan USAID mengirim bantuan USD8 juta atau Rp108 miliar kepada empat negara ASEAN, salah satunya Indonesia. Proyek ini dimulai dari Desember 2014 hingga September 2017.

 

Kelanjutan isu LGBT pasca Piala Dunina 2022 di Indonesia terus mengemuka ketika pemerintah Amerika Serikat mengutus Jessica Stern untuk memajukan HAM LGBTQI+.

 

“Utusan Khusus Amerika Serikat untuk memajukan hak asasi manusia (HAM) LGBTQI+ Jessica Stern akan melakukan perjalanan ke Vietnam mulai tanggal 28 November – 2 Desember, ke Filihina tangal 3-6 Desember dan ke Indonesia 7-9 Desember,” tulis siaran pers resmi pemerintah AS, Rabu (30/11/2022).



Rencana kunjungan ini langsung ditolak oleh tiga organisasi Islam terbesar: NU, Muhammadiyah, dan MUI. Pada akhirnya, kunjungan ini batal usai penolakan tersebut. Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim mengatakan membatalkan kunjungan usai berdiskusi dengan pemerintah Indonesia. Sung Kim menjelaskan pihaknya berharap dialog dengan pemimpin keagamaan, pejabat, dan masyarakat dapat terjadi agar hak asasi manusaia LGBT terjamin.

 

Kementerian Agama sendiri pernah bersuara menentang prilaku LGBT meskipun melarang adanya pengucilan. “Tidak ada agama yang mentolerir tindakan LGBT,” ucap Menteri Agama saat itu Lukman Hakim, Senin (18/12/2017).

 

Di samping itu, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram soal homoseksualitas pada 2014 lalu. Fatwa No. 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan ini menganggap pencabulan dan sodomi sebagai tindak kejahatan seksual.

 

Adanya beragam sikap di antara masyarakat mempertanyakan ulang bagaimana sikap Indonesia terhadap LGBT. Presiden Jokowi sendiri menyatakan tidak perlu ada perubahan hukum khusus untuk kelompok LGBT. Selain itu, ia menyebut tidak boleh ada diskriminasi terhadapnya.

 

Dari segi hukum, ada UU Perkawinan yang hanya menyebutkan pernikahan antara lawan jenis. Itu artinya, pernikahan sesama jenis menjadi ilegal. Selain itu, UU Pornografi juga melarang adanya konten yang menampilkan hubungan seksual sesama jenis kelamin dengan ancama pidana tujuh tahun. Di luar peraturan di atas, Indonesia tidak pernah memiliki regulasi khusus baik yang melegalkan atupun melarang LGBT. Hal ini membuat Indonesia menjadi negara abu-abu yang belum memiliki sikap tegas hingga saat ini. (*)

Jurnalis :Muhammad Fakhri
Editor :Jajang Yanuar
Illustrator :Priyana Nur Hasanah
Infografis :Priyana Nur Hasanah
side ads
side ads