SidebarKanan
Sosial & Budaya

Helvy Tiana Rosa, Melawan Bullying dengan Menulis

Kuatbaca

20 May 2023 16:09

Test

Edisi safari sastra kuatbaca.com berkesempatan mengunjungi kediaman Helvy Tiana Rosa di area Depok. Helvy adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa puisi, cerita pendek, novel, drama, dan esai sastra yang dimuat di berbagai media massa. Helvy merupakan pendiri Forum Lingkar Pena, Teater Bening, dan turut membesarkan Majalah Annida. Selain menulis, keseharian Helvy adalah sebagai dosen Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta.

 

Kiprahnya di dunia penulisan mejadikan ia meraih banyak penghargaan diantaranya: The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2021), Tanah Perempuan sebagai Karya Sastra Unggulan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (2019), The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Centre, Jordan (2022), Film Indonesia Terbaik dari Sinematek Indonesia 2021, sebagai Produser, The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2021), The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2020), The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan (2019), dll. Ia sudah menghasilkan karya lebih dari 60 buku dan menjadi editor dari sejumlah buku baik buku fiksi maupun non-fiksi.

 

Kepada kami, Helvy menceritakan bagaimana ia memulai proses kreatifnya di dunia kepenulisan, bergiat di pelbagai komunitas budaya, hingga ketertarikannya pada dunia film. Dalam obrolan ini, kami menjumpai kisah menarik dari pengalaman Helvy di masa sekolah keika ia menjadi korban bullying. Perlakuan bullying yang Helvy terima, justru menginspirasi ia untuk berkarya.

 

“Semasa SMA, saya melawan bullying dengan menulis. Saya sering dibully oleh teman-teman, dan yang saya lakukan adalah melawan dengan tulisan. Saya memasukkan nama-nama teman saya sebagai tokoh dalam karya fiksi saya, di mana mereka mengalami nasib yang buruk”, kenang Helvy.

 

Menurutnya, cara yang ia lakukan rupanya cukup efektif untuk membalas pelaku bullying agar merasa jera dan kapok. Ia juga berharap, hal yang ia lakukan dapat ditiru oleh para korban bullying agar mereka bisa tetap produktif dan kreatif.

 

“Sejak remaja, saya sudah punya konsen untuk mengangkat isu-isu berkaitan kesehatan mental khususnya bagi remaja”, ungkap Helvy.

 

Sebagai Redaktur Majalah Annida selama belasan tahun, Helvy berupaya membangun kesehatan mental mereka melalui cerita-cerita yang mereka tulis. Helvy cukup berhasil mentransformasikan persoalan bullying menjadi energi positif yang ia salurkan melalui karya.

 

Hingga hari ini, bullying masih terus menjadi persoalan yang serius. Sebagai lonceng pengingat bagi kita semua, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini. Tidak hanya itu, data riset yang pernah dirilis oleh Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 juga menunjukkan bahwa sebanyak 41,1 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan.

 

Situasi ini tentu sangat mencemaskan, dari apa yang dilakukan Helvy, setidaknya ini bisa menjadi salah satu metode dalam upaya gerakan #stopbullying yang bisa diadopsi.

 

Selain menulis, Helvy juga tercatat dalam beberapa organisasi maupun komunitas kebudayaan seperti : Sekretaris Dewan Kesenian Jakarta (2003), Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (2003-2006), Anggota Majelis Sastra Asia Tenggara (2006-2014), Anggota Komisi Seni Budaya Islam, Majelis Ulama Indonesia (2011-2020), Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam MUI. Helvy juga menggeluti dunia seni peran dengan bergabung Teater 78 dan menulis beberapa naskah drama, kemudian belakangan alih wahana ke dunia film.



Helvy terjun ke dunia perfilman sebagai produser film, seperti “Ketika Mas Gagah Pergi” (2016), “Duka Sedalam Cinta” (2017), “212: The Power of Love” (2018), “Hayya: The Power of Love 2” (2019), “Hayya 2: Hope, Dream & Reality” (2019). Saat ini Helvy juga tengah menyiapkan garapan film berjudul “Jomblo Fi Sabilillah”, film yang disutradarai Jastis Arimba yang diadaptasi dari novel karya Asma Nadia dan Helvy Tiana Rosa.

 

Helvy terbilang cukup nekad untuk terjun ke dunia film dan memilih sebagai produser. Terjun langsung sebagai produser dari karya yang telah ia tulis “Ketika Mas Gagah Pergi” (2016), Helvy pun mengaku sempat menemui kesulitan dengan pendanaan untuk film perdananya tersebut.

 

“Akhirnya, para pembaca buku ini memutuskan untuk patungan membuat film. Hadir satu gerakan patungan pembaca, mereka patungan mulai dari Rp 500 perak dari anak SD hingga ada pula yang menyumbang Rp 100 juta,” ujarnya.

 

Alasan Helvy terdorong menjadi produser dalam film agar ia dapat mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam novel yang ia tulis, seperti “Ketika Mas Gagah Pergi” yang ditulis sejak 1992.


Melalui beberapa film yang ia garap, ia mengaku ingin melakukan dakwah budaya. Kepada tim Kuatbaca, Helvy juga menyampaikan salah satu tujuan alih wahana dari sastra ke film yang diharapkan dapat menemui audiens lebih luas, khususnya generasi muda. Menurutnya, film adalah cara efektif untuk menciptakan tren baru.


“Bagaimana film bisa ikut membangun karakter anak muda secara umum dan pemuda muslim khususnya,” harap Helvy.


Simak obrolan kami selengkapnya di #SafariSastra KuatBaca.com EPS.12

HELVY TIANA ROSA MELAWAN BULLYING DENGAN KARYA- #SAFARISASTRA EPS 12

https://youtu.be/PYGj9lbaowc


******

Jurnalis : Nissa Rengganis

Editor : Jajang Yanuar

Illustrator : Fandy Dwimarjaya

Infografis : Fandy Dwimarjaya


Komentar

Pencarian tidak ditemukan

Belum ada komentar

SidebarKanan
Kuatbaca.com

Informasi


Tentang Kami

Pedoman Media Siber

Susunan Redaksi

2023 © KuatBaca.com. Hak Cipta Dilindungi