Sesudah Pangeran Maurits mengirim utusan untuk menyampaikan penyesalannya atas kelakuan orang Belanda dan meminta agar Aceh menjalin hubungan dengan negaranya, di tahun berikutnya giliran Inggris mengirimkan misi diplomatik. Ratu Elizabeth I menguutus James Lancaster untuk menghadap Sultan Alauddin Riayat Syah Saidi Mukammil di Aceh.
James Lancaster tiba di Pelabuhan Aceh pada tanggal 6 Juni 1602 bersama rombongan yang terdiri dari tiga kapal, yakni "Dragon", "Hector" dan "Ascention". Dalam "Historische beschrijving der reizen of nieuwe en volkoome verzamelling van de allerwaardigste en zeldzaamste Zee-en Landtogten ter intdekkinge en naspreuringe geddan, enz. 'sGravenhage en Amsterdam 1747-1767", antara lain didapati laporan-laporan perjalanan Lancaster ini. Disitu dicatat tibanya di pelabuhan Banda Aceh, 2 mil jauhnya dari kota, pada tanggal 6 Juni 1602, sesudah empat hari lebih dulu mereka melihat dari jauh daratan pulau Sumatera.
Mereka menaksir di pelabuhan sedang berlabuh 16 sampai 18 buah kapal-kapal dagang dari segala bangsa, Benggali, Kalikut, Malabar, Gujerat, Pegu, Patani, dan lain-lain.
Masa itu, ada dua orang Belanda turut dengan pembesar Aceh yang datang memeriksa. Mereka adalah pedagang yang ditinggalkan mengurus faktori Belanda, hasil izin yang belum selang lama telah diperoleh Belanda. Lancaster belum ingin mendarat. Dia menyuruh kapten Harry Middleton.
Diceritakan, James Lancaster sendiri belum turun ke darat karena menjaga sesuatu kemungkinan. Lancaster nampaknya tidak ingin betaruh resiko.
Ketika mendarat ke kota, Middleton dan pengiringnya disambut dengan baik. Dia datang sekedar untuk bertanya dapatkah surat Ratu Inggris untuk baginda "His Mayesty King of Acheen and Sumatra" diantarkannya.
Sultan menyetujui untuk menyambut surat itu. Untuk tanda simpati, maka kepada Middleton dihadiahkan sepersalin pakaian yang mahal, lengkap dengan songkok yang bertahtakan emas.
Pada hari ke-3, turunlah James Lancaster diiringi oleh 30 orang pengikut. Mereka disongsong oleh seorang pembesar yang menyediakan enam ekor gajah untuk kendaraan ke Dalam (kraton --pen). Gajah-gajah tersebut diberi pakaian dan hiasan. Gajah yang di tengah khusus untuk tempat surat dari Ratu Elizabeth, dan Lancaster berada pada gajah di belakangnya.
Sebaik tiba di hadapan Sultan, Lancaster lalu memberi hormat, seperti cara memberi hormat kepada Raja negerinya. Dia menyatakan sekali bahwa maksud kadatangannya adalah menyampaikan surat Ratu Elizabeth. Isinya mengandung usul supaya diadakan hubungan parsahabatan dan perdagangan.
Lancaster juga menyerahkan bingkisannya, terdiri dari: sebuah pasu besar dari perak dengan pancurannya di tengah, 20 kg beratnya; sebuah teko perak besar; sebuah kaca muka yang besar; sabuah ketopong dengan jambaknya; sebuah torak dengan pistol tembak yang cantik; kain sandangan tekatan indah; kipas bulu burung.
Hari-hari berikutnya dilakukan perundingan. Sultan menugaskan dan mewakilkan pertemuan kepada ulama Syamsuddin Al Sumaterani dan Kali Maliku'1-Adil. Cerita lengkap mengenai pengalaman Lancaster ini kemudian telah dihimpun dalam “The Voyage of Sir JameS Lancaster to the East Indies”.
Perundingan-perundingan dilakukan dalam bahasa Arab. Lancaster membawa seorang Jahudi dari Inggris untuk juru-bahasa yang fasih berbahasa Arab dan banyak membantu Jenderal (Lancaster).
Tentang kedatangan Lancaster di Aceh, ada pula disesuaikan cerita dengan kutipan Marsden, dalam bukunya "History of Sumatra" hal 436 di Indonesiakan, antara lain sebagai berikut:
"Lancaster yang menjadi pemimpin ketiga kapal tersebut telah disambut oleh Sultan dengan upacara luar biasa dan penghargaan. Surat Ratu Inggris telah diarak ke istana dan jenderal telah menyerahkan bingkisan yang berharga, terdiri dari barang-barang yang dikagumi, diantaranya sebuah kipas bulu burung. Dia nyatakan persahabatan antara yang dipertuannya Ratu Inggris dengan kakandanya yang tercinta, Raja Aceh yang besar dan perkasa.
Dia (Lancaster) telah diundang dalam jamuan yang sengaja diadakan untuk kesenangan. Jamuan itu terhidang alat-alat daripada emas, ketika mana dayang-dayang Raja meladeni, mereka lengkap dengan perhiasan gelang dan permata; mereka menari dan bernyanyi untuk kesenangan tamu. Sebelum berangkat, Sultan telah menyerahkan hadiah sebagai balasan untuk disampaikan pada Ratu, diantaranya sepasang cincin delima yang mahal".
Mengenai surat menyurat Ratu Elizabeth dan Sultan Aceh masing-masing pihak telah membubuhi suratnya dengan pujian atas kebesaran masing-masing. Ratu Elizabeth memuji kegagahan Sultan menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1575 dibawah pimpinan panglima perangnya yang gagah berani, menurut surat Elizabeth itu namanya Ragamakota.
Sebaliknya, Sultan Aceh membalasnya sambil menyatakan kagumnya pada kebesaran Ratu Inggris, yang masa itu ditulis oleh Aceh telah memerintah kerajaan Inggris, Perancis, Irlandia, Hollanda dan Vriesland. Sultan nyatakan juga kagumnya bahwa Ratu Inggris dapat mengalahkan Sultan Afranjiah (maksudnya Raja Spanyol yang waktu itu menguasai Portugis).
Menurut catatan dari laporan tentang kedatangan James Lancaster, segera setelah berhasil persetujuan tersebut, orang Inggris lalu minta kesempatan untuk membeli lada langsung ke Pariaman. Untuk ini Lancaster meminta agar Sultan sudi memberi surat guna dibawa oleh Middleton kesana, karena dialah yang akan pergi dengan kapal "Susanna".
Tampaknya Lancaster dalam perjalanannya kali ini merasa tidak beruntung. Katanya, John Davis telah membohongi mereka sewaktu masih di London; Davis mengatakan harga lada hanya 4 real, tapi sebetulnya berharga 20 real per satu kwintal.
Karena khawatir hubungannya dengan Aceh terganggu oleh Portugis, Lancaster juga meminta izin supaya bisa dibuka satu kantor (factory) dan juga dimintanya supaya diperbolehkan mendirikan sebuah benteng di kuala pelabuhan. Maksudnya untuk menjaga supaya barang-barangnya yang ada di kota dapat diselamatkan, jika terjadi bahaya kebakaran, katanya. Namun permintaan ini segera ditolak oleh Sultan. (*)