SidebarKanan
Sejarah

Prahara Dalam Negeri Belanda Ditengah Ekspansionisme - [Bagian 02]

Kuatbaca

21 May 2023 12:52

Test

Perang agama antara Katolik dan Protestan begitu sengit terjadi di dalam Belanda. Meskipun akhirnya, di bawah kepemimpinan Willem I antar provinsi membangun perdamaian agama. Motif yang terbangun kedua kubu adalah melawan raja Philip II melalui Pasifikasi Ghent untuk mendirikan bentuk pemerintahan Republik. Apa yang lahir di Belanda ini kemudian mencetuskan Perjanjian Westphalia merupakan kongres diplomatik tingkat tinggi yang berhasil menciptakan sistem tatanan politik baru di Eropa Tengah.

 

 

Sepuluh tahun setelah terbentuknya Republik Belanda pada 1588, Republik (yang jantungnya tidak lagi terancam) melakukan penaklukan luar biasa di utara dan timur melawan Kekaisaran Spanyol yang sedang kewalahan, dan menerima pengakuan diplomatik dari Prancis serta Inggris pada tahun 1596. Sesudah itu, kekuatan Belanda mulai muncul dan mengambil inisiatif serangan terhadap Portugal yang menjadi bagian dari Tahta Suci Roma dimanapun mereka berlayar dan menemui kapalnya.

 

Baik di pihak Spanyol maupun Belanda sama-sama menghadapi kebuntuan, sampai kedua belah pihak akhirnya bersedia menyetujui Gencatan Senjata Dua Belas Tahun pada 1609; dimana ketika berakhir di tahun 1621, pertempuran dilanjutkan sebagai bagian dari Perang Tiga Puluh Tahun yang lebih luas. Dan, kondisi yang lebih menentukan akhirnya dapat dicapai pada tahun 1648 melalui Perdamaian Münster (perjanjian yang menjadi bagian dari Perdamaian Westphalia), ketika itu Spanyol pun mengakui Republik Belanda sebagai negara merdeka.

 

Buntut dari Perang Delapan Puluh Tahun memiliki pengaruh militer, politik, sosio-ekonomi, agama, dan budaya yang luas di Negara-Negara Rendah (Nederland), Kekaisaran Spanyol, Kekaisaran Romawi Suci (Holy Roman Empire), Inggris, serta wilayah lain di Eropa maupun koloni Eropa di luar negeri.

 

Perdamaian Westfalen (Westphalia) adalah serangkaian perjanjian perdamaian yang ditandatangani antara 24 Oktober 1648 di Osnabrück dan Munster. Perjanjian ini mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (1618–1648) di Kekaisaran Romawi Suci dan Perang Delapan Puluh Tahun (1568–1648) antara Spanyol dan Republik Belanda. Perjanjian ini melibatkan Kaisar Romawi Suci, Ferdinand III, dari Wangsa Habsburg, Kerajaan Spanyol, Kerajaan Prancis, Kekaisaran Swedia, Republik Belanda, Pangeran Kekaisaran Romawi Suci, dan perwakilan berdaulat dari kota-kota yang otonom di bawah Holy Roman Empire.

 

Perjanjian Westphalia merupakan kongres diplomatik tingkat tinggi yang berhasil menciptakan sistem tatanan politik baru di Eropa Tengah, yang kelak disebut sebagai kedaulatan Westfalen. Perjanjian ini tidak hanya menandakan akhir dari peperangan berkelanjutan yang menerjang Eropa, tetapi juga mewakili kemenangan golongan nasional atas imperium, yaitu kedaulatan yang berhasil diperjuangkan dalam melawan hegemoni Wangsa Habsburg. Isi perjanjian ini juga menjadi bagian integral dari hukum konstitusional Holy Roman Empire (Kekaisaran Romawi Suci) dan menjadi perintis bagi perjanjian-perjanjian internasional tingkat tinggi selanjutnya dan bagi perkembangan hukum internasional secara umum.

 

Perjanjian Westphalia memang tidak menciptakan perdamaian di seluruh Eropa, karena Prancis dan Spanyol terus berperang sampai sebelas tahun berikutnya. Namun, setidaknya perjanjian ini mampu menciptakan dasar penentuan nasib sendiri bagi suatu bangsa.

 

Republik Belanda — yang secara resmi disebut Republik Tujuh Belanda Bersatu (Republiek der Zeven Verenigde Nederlanden), Republik Belanda Bersatu, atau Republik Tujuh Provinsi Bersatu (Republiek der Zeven Verenigde Provinciën) — merupakan sebuah republik federal di Eropa yang berdiri sejak tahun 1581 hingga 1795. Republik Belanda ini menjadi republik pertama bagi Eropa sejak pernah mengenal demokrasi di zaman Romawi pra Kristen.

 

Belanda sebagai Republik terdiri dari negeri-negeri yang awalnya tunduk sebagai propinsi bagi Spanyol, mereka adalah Groningen, Frisia, Overijssel, Guelders, Utrecht, Holland dan Zeeland. Republik ini kemudian secara cepat berkembang menjadi kekuatan global melalui kapal-kapal dagangnya serta mengalami periode pertumbuhan ekonomi, ilmu, serta budaya.

 

Meskipun negaranya kecil dan hanya berisi sekitar 1,5 juta penduduk, namun Belanda berhasil menguasai jaringan rute perdagangan pelayaran di seluruh dunia melalui perusahaan dagangnya, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC, Vereenigde Oostindische Compagnie, 20 Maret 1602) dan Perusahaan Hindia Barat Belanda (GWC, Geoctroyeerde Westindische Compagnie, 3 Juni 1621). Pendapatan dari perdagangan ini selanjutnya memungkinkan Republik Belanda untuk bersaing secara militer melawan negara-negara yang jauh lebih besar. Pada waktu itu Belanda berhasil mengumpulkan armada sebesar 2.000 kapal, jumlah ini lebih besar dari gabungan armada Inggris dan Prancis.

 

Dalam perjuangannya merebut dan melebarkan kedaulatan, Belanda terlibat dalam konflik-konlik besar seperti Perang Delapan Puluh Tahun melawan Spanyol (sejak berdirinya Republik Belanda hingga 1648), Perang Belanda–Portugis (1602–1663), empat Perang Inggris-Belanda (yang pertama melawan Persemakmuran Inggris, dua melawan Kerajaan Inggris, dan yang keempat melawan Kerajaan Inggris Raya (Britania Raya): 1652–1654, 1665–1667, 1672–1674 dan 1780–1784), Perang Prancis-Belanda (1672–1678), Perang Aliansi Besar ( 1688–1697), Perang Suksesi Spanyol (1702–1713), Perang Suksesi Austria (1744-1748) dan Perang Koalisi Pertama (1792-1795) melawan Kerajaan Prancis.

 

Sebagai republik, Belanda membuka diri lebih toleran terhadap berbagai agama dan ilmu pengetahuan (sains) daripada negara-negara umumnya Katolik. Dan, akibat dari perkembangan perdagangan, sains, militer, dan seni, yang sebagian besar terjadi di abad ke-17, periode ini dikenal dalam sejarah Belanda sebagai zaman keemasan.

 

Di Belanda, setiap provinsi yang bersatu sebagai republik dipimpin oleh seorang pejabat yang dikenal sebagai stadtholder (bahasa Belanda untuk pemangku atau pelayan); jabatan ini secara nominal terbuka untuk siapa saja, tetapi sebagian besar provinsi cenderung menunjuk anggota House of Orange, dimana posisi tersebut berangsur-angsur jadi berlaku turun-temurun.

 

Dengan posisi Pangeran Oranye yang secara bersamaan memegang sebagian besar atau semua jabatan stadt, pada akhirnya membuat ia secara efektif menjadi kepala negara. Akan tetapi, selain kaum Orangis yang menyukai kekuasaan berada di tangan stadtholder, ada pula para Republikan yang lebih menyukai kekuatan dipegang oleh Jenderal Negara, sehingga perbedaan ini pun membuahkan persaingan di antara faksi-faksi politik di dalam negeri Belanda sendiri.

 

Saat terjadinya era penurunan ekonomi, sempat berlangsung periode ketidakstabilan politik yang dikenal sebagai Patriottentijd (1780–1787). Pada era ini, perubahan bentuk perang terjadi di Hindia Timur, dimana perang oleh raja atau sultan mulai berganti menjadi perang rakyat. Untuk sementara, kegaduhan politik Belanda dapat diredam akibat datangnya invasi Prusia yang membuat stadtholder berhasil memperoleh dukungan. Akan tetapi, adanya Revolusi Prancis dan Perang Koalisi Pertama berikutnya, menyebabkan ketegangan kembali menyala.



Menyusul kekalahan militer Belanda oleh Prancis, dengan dukungan penuh dari Prancis, meletus pula Revolusi Batavia di tahun 1795. Peristiwa ini akhirnya mampu menyudahi umur Republik Belanda yang segera digantikan oleh Republik Batavia (Republiek Bataaf), dan kemudian juga membubarkan VOC serta memulai era kolonial bagi Hindia Timur.

 

Oleh Prancis di bawah Napoleon Bonaparte, Belanda disebut sebagai "sister of republic". Waktu itu kedatangan Prancis justru disebut sebagai momentum pembebasan. Raja Willem V, keturunan dari Willem I van Nassau, yang bertindak sebagai Stadhouder (stadtholder) disingkirkan dan melarikan diri ke Inggris.

 

Dahulu, Republiek der Zeven Verenigde Provincien atau Republiek der Zeven Verenigde Nederlanden, yaitu Republik Kesatuan Tujuh Provinsi Belanda, berdiri tahun 1581 sampai 1795. Republik ini mampu mencapai kejayaannya berkat VOC, yang berhasil memukul pengaruh Portugal di Hindia Timur serta menundukkan raja-raja di Nusantara dan secara simultan mampu memompa kekayaan besar bagi Belanda.

 

Apa yang terjadi di Belanda saat merdeka dari Spanyol menjadi prelude bagi konsep-konsep republik di kemudian hari. Negara Kesatuan Republik Belanda (Tujuh Provinsi) adalah contoh awal bagi negara republik yang berbentuk federal atau konfederasi.

 

Sedangkan dari Prancis, Revolusi Borjuis yang menentang kekuasaan kodrati raja pada akhirnya dapat diterima sebagai ide rasional oleh orang-orang Eropa secara luas. Dan, bukan hanya soal menentang raja, ide tentang kekuasaan yang seharusnya berada di tangan atau sekurang-kurangnya berpihak menurut kepentingan rakyat (republik) juga muncul. Selain itu, revolusi ini juga menghendaki dunia Kristen dapat independen dari ketaatan tunggal pada Paus. Dari sinilah kemudian bentuk-bentuk hukum bagi sebuah negara di Eropa menapaki pembaruan jalan, dimana oleh sebagian orang juga dianggap sebagai pembuka bagi datangnya masa renaissance dan age of enlighment (abad pencerahan). Para borjuis yang kemudian berhasil memegang pengaruh politik ini, pada hakekatnya adalah juga kaum merkantilis yang mampu mendorong terjadinya Revolusi Industri di Eropa. (*)


Jurnalis : Bayu Widiyatmoko

Editor : Jajang Yanuar

Illustrator : Rahma Monika

Infografis : Rahma Monika


Komentar

Pencarian tidak ditemukan

Belum ada komentar

SidebarKanan
Kuatbaca.com

Informasi


Tentang Kami

Pedoman Media Siber

Susunan Redaksi

2023 © KuatBaca.com. Hak Cipta Dilindungi