top ads
Home / Telik / Sejarah / Laskar Mataram Bergerak ke Giri

Sejarah

  • 337

Laskar Mataram Bergerak ke Giri

  • July 15, 2022
Laskar Mataram Bergerak ke Giri

“Inggris bersaing dengan VOC di Banjarmasin. Di saat bersamaan Susuhunan Hanyakrakusuma menginginkan Giri Kedaton tunduk pada Mataram. Misi tersebut dijalankan Pangeran Pekik putra Adipati Jayalengkara yang sebelumnya telah menjadi pemimpin Ampel”.

 

 

Di Kalimantan, VOC berhasil membuat suatu kontrak dengan Kesultanan Banjar pada tanggal 4 September 1635. Isi kontrak tersebut antara lain berkenaan dengan pembelian lada dan tentang bea cukai. Selain itu, VOC juga akan membantu Kesultanan Banjarmasin dalam upayanya menaklukkan Pasir dan melindungi Kesultanan Banjar dari serangan Mataram.

 

Namun begitu, kedatangan kapal Pearl milik Inggris di Banjarmasin pada 17 Juni 1635, Tewseling dan Gregory, menambah masalah baru. Inggris yang juga meminta agar diperbolehkan secara resmi berdagang dan mendirikan loji menjadi ancaman bagi kedudukan VOC di Banjarmasin. Maka, sultan pun menolak permintaan Inggris. Sebab, selain itu Inggris ternyata juga menghasut orang Makassar agar menyerang Banjarmasin. Akan tetapi penolakan sultan kepada Inggris tidak sepenuhnya disetujui oleh kerabat istana Banjarmasin. Sebagian anggota Dewan Mahkota seperti Pangeran Marta Sahary, Raja Kotawaringin dan Raja Sukadana bersedia menerima Inggris.

 

Keadaan tersebut lalu menyebabkan munculnya Contract Craemer Opperkoopman VOC, yang memaksakan agar kontrak sebelumnya tetap diberlakukan. Maka, pada pelaksanaannya, pelayaran niaga Banjarmasin ke Batavia oleh VOC diberikan surat pas, tetapi tidak ke Cochin Cina, meskipun sultan Banjar telah memintanya. Selain itu, VOC juga tidak memperkenankan Kesultanan Banjarmasin menjalankan perniagaan dengan pedagang Jawa, Cina, Melayu dan Makassar.

 

Memasuki medio tahun 1636, Susuhunan Hanyakrakusuma menginginkan Giri Kedaton tunduk pada Mataram. Dalam hal ini, Sunan Kawis Guwa tetap dipersilahkan memimpin Giri namun dengan syarat harus tunduk pada Mataram.

 

Pangeran Pekik (putra Adipati Jayalengkara) yang telah menjadi pemimpin Ampel ditugaskan oleh Susuhunan untuk melakukan penumpasan terhadap Giri. Sedangkan sebelumnya, sejak tahun 1633, Pangeran Pekik telah diikat oleh Susuhunan ke dalam lingkaran kekuasaan Mataram melalui pernikahan dengan adiknya, Ratu Pandansari. Dan, pasangan suami istri inilah yang berangkat memimpin upaya penaklukan terhadap Giri Kedaton.

 

Di dalam Serat Kandha diceritakan secara panjang lebar tentang pilihan raja, bahwa: Tidak seorang pun dari pembesar-pembesar Mataram yang berani memaksa Panembahan Giri dengan kekerasan untuk tunduk dan taat lantaran takut akan malapetaka, juga karena takut akan balasan dan amarah Tuhan. Hanya Pangeran Pekik yang berani tampil untuk menyerang Giri. Sebab ia adalah keturunan ulama masyhur tanah Jawa, Sunan Ampel. Sedangkan Sunan Giri sebagai moyang dari Panembahan Giri, dahulunya pun berguru kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel) di Ampel Denta. Pangeran Pekik pun diberikan uang 10.000 rial, emas dan perak, dan bahan tekstil lainnya. Bersama dengan istrinya, Ratu Pandan Sari, Pangeran Pekik berangkat setelah mencium kaki dan didoakan oleh Susuhunan.

 

Di Surabaya, Pangeran Pekik mengumpulkan semua pembesarnya dan memerintahkan pengumpulan 10.000 orang bersenjata untuk bersama-sama bergerak ke Giri. Untuk ekspedisi ini pula, seluruh keperluan perlengkapan materil, tenaga prajurit dan keuangan diurus sendiri oleh raja Mataram.

 

Sementara itu, Raden Indrasena, seorang Cina Islam yang merupakan anak angkat Panembahan Giri membawa 250 orang sebangsanya guna mempertahankan Giri. Mereka adalah para penembak yang jitu. Tembakan-tembakan mereka yang selalu mengenai sasaran betul-betul menimbulkan kesulitan besar bagi laskar Mataram. Selain itu, Indrasena juga diikuti oleh sekitar 1.000 orang yang juga termasuk diantaranya merbot, modin, santri, khatib dan penghulu.

 

Di dalam Daghregister (catatan harian) tertanggal 14 dan 16 Juni 1636, memberitakan perjalanan kembali raja Surabaya ke Mataram dengan kekuatan besar terdiri dari 100 tingang (tongkang) menuju Semarang. Selain itu, ada pula sebagian pengikut Pangeran Pekik yang menempuh perjalanan melalui darat. Nampaknya, ini merupakan perjalanannya kembali yang termasyhur setelah kemenangan atas Giri.

 

Sejak saat itu wibawa Giri Kedaton memudar. Raden Indrasena dipenggal kepalanya. Pengganti Sunan Kawis Guwa tidak lagi bergelar Sunan Giri, melainkan bergelar Panembahan Ageng Giri. Sesudah masa itu, nampaknya gelar Panembahan dan Giri juga turut mempengaruhi penguasa Kerajaan Tanjungpura di Kalimantan Barat, yang ketika memeluk Islam menggunakan gelar Panembahan Giri Kusuma. Dan, di tahun 1636 pula, Susuhunan Hanyakrakusuma mengirim Pangeran Silarong untuk menaklukkan Blambangan yang terletak di ujung timur Pulau Jawa.



Masih di tahun 1636, di Banten, Pangeran Pekik kembali dengan membawa gelar “sultan” dari Syarif Mekah bagi ayahnya, Pangeran Ratu atau raja Abdul Kadir, (1596-1651), dengan nama Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir. Sedangkan Pangeran Pekik, yang menjadi utusan Banten ke Mekkah, memperoleh gelar Sultan Abul Ma'ali Ahmad.

 

Dalam medio 1637, Terjadi migrasi dari Jawa ke Kalimantan secara besar-besaran akibat dari politik agresi Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa ini mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa. Kemudian, masih di tahun yang sama juga, Susuhunan di Mataram kembali memerintahkan Cirebon supaya "orang Banten ... dengan suka hati atau dengan tak suka hati mempersembahkan baktinya" ("den Bantammer . . . tot syn devotie by minne of onminne to condescenderen"), sebagaimana terangkum dari keterangan Antonio van Dieman kepada De Jong. (*)

Jurnalis :Bayu Widiyatmoko
Editor :Jajang Yanuar
Illustrator :
Infografis :
side ads
side ads