Kuatbaca
06 March 2023 10:54
“Di tengah gemuruh dukungan Koalisi Perubahan kepada Anies, Gerindra tidak tinggal diam dan melakukan beberapa serangan kepada Mantan Gubernur DKI Jakarta Tersebut, mulai dari sindiran halus, hingga mengeluarkan kartu as melalui pengungkapan perjanjian Anies yang disinyalir menurunkan elektabilitas Anies. Pengamat ungkap serangan Gerindra tersebut diajukan lantaran Anies tidak pamit dan merebut ceruk-ceruk suara Prabowo Subianto”
Di tengah gemuruh dukungan Koalisi Perubahan kepada Anies Baswedan untuk maju ke Pilpres 2024, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyindir keras Anies yang seakan tidak berpamitan kepada Prabowo. Hal ini diungkapkan langsung oleh Anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade.
Lantaran Partai Gerindra mengaku telah membawa Anies Baswedan memenangkan kursi Gubernur DKI Jakarta pada 2017.
“Mohon maaf ya, Mas Anies kami usung kami dukung dan kami bantu pembiayaannya, pamit pun tidak sama sekali dengan Pak Prabowo dan Partai Gerindra,” kata Andre, Kamis (09/02/2023).
Kemudian pada akhir Februari 2023, Andre kembali mewanti-wanti untuk balas budi kepada Gerindra yang telah membawanya menjadi tokoh populer setelah dipecat oleh Jokowi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Di saat yang sama ia juga menyebut Anies sebagai tokoh yang suka pindah-pindah partai.
"Habis dipecat pak Jokowi, kami dukung, kami antarkan, dan kami modali lah jadi Gubernur DKI 2017. Meskipun sampai sekarang gak pamit ke pak Prabowo. " kata Andre.
Pernyataan itu juga pernah ia lontarkan kepada Anies pada akhir Desember 2022. Menurut Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul, hal itu terlontarkan karena Gerindra telah merasa dikhianati oleh Anies Baswedan.
“Sebab, Anies besar karena didukung Prabowo dan Partai Gerindra. Hal tersebut mungkin akan menimbulkan resistensi untuk Anies. Anies bisa saja dianggap pengkhianat Prabowo. Sama seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada masa lalu,” ujar Adib, Senin (12/12/2022).
Kartu AS Gerindra Jegal Anies
Atas dasar itulah, Gerindra mengeluarkan kartu as melalui pengungkapan perjanjian Prabowo-Anies pada 2017. Hal itu terlontar dari mulut seorang Sandiaga Uno dalam tayangan Youtube Akbar Faizal pada Kamis, (26/01/2023).
Hal itu Sandi ungkapkan beberapa hari setelah ia mengadakan pertemuan empat mata dengan Prabowo Subianto pada Selasa, (10/01/2023).
Terlebih, di dalam forum yang sama ia juga mengatakan bahwa perjanjian itu akan terus berlaku hingga kontestasi Pilpres 2024 berlangsung. Meskipun demikian, ia enggan untuk mengungkapkan isi perjanjian tersebut.
"Kalau perjanjian itu kan pasti berlaku, berlaku, dan jika tidak diakhiri perjanjian itu akan terus berlangsung," kata Sandi.
Isu ini seketika viral dan diprediksi dapat menurunkan elektabilitas Anies Baswedan. Sehingga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan menduga bahwa memang perjanjian itu memang sengaja dibocorkan.
Karena menurutnya, pengungkapan isu perjanjian tersebut berpotensi dapat mendiskreditkan Anies Baswedan secara negatif.
"Ada kemungkinan itu (sengaja dibocorkan). Pertama, karena berpotensi untuk memotret Anies secara lebih negatif kan. Kita tahu bahwa basis suara Anies dan Prabowo itu memang sampai hari ini masih overlapping, masih berhimpitan," ujar Djayadi Hanan.
Ternyata benar saja karena berdasarkan Survei Kompas, Prabowo berhasil mengunguli elektabilitas Anies Baswedan dengan selisih 14.6% jika melalui skema survei head to head periode 25 Januari hingga 04 Februari 2023.
“Prabowo akan mendapatkan 57,3 persen, sementara Anies 42,7 persen," tulis Litbang Kompas, Kamis (23/02/2023).
Hal ini juga mendapatkan sorotan dari pengamat politik sekaligus Pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti. Menurutnya, perjanjian itu perlu diungkap sebagai manuver Gerindra untuk menjegal Anies, karena Partai berlambang Garuda itu merasakan kejengkelan karena dua hal.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, Anies pergi dan dideklarasikan sebagai calon presiden (capres) Koalisi Perubahan tanpa pamit terlebih dahulu kepada Prabowo. Tidak sampai disitu, ternyata Anies juga telah banyak merebut suara Prabowo melalui berbagai safari politiknya secara sengaja.
“Jadi ibaratnya Prabowo ini udah jatuh ketimpa tangga lagi, udah pergi tanpa pamit eh pemilihnya pun diborong gitu loh, dibawa ikut serta oleh anies baswedan gitu loh, (pengungkapan perjanjian) Itu menunjukan betapa kejengkelan Gerindra kepada Anies begitu tinggi.” ujar Ray Rangkuti kepada Kuatbaca, Jumat (24/02/2023).
Beberapa lembaga survei mengungkapkan keberhasilan Anies merebut suara Prabowo dengan bersafari politik ke berbagai daerah yang menjadi titik pemenangan Prabowo-Sandi.
Dikabarkan sejak ia turun jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies bergerak ke beberapa daerah seperti Kabupaten Ciamis, Aceh, Riau, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Beberapa kota tersebut disinyalir merupakan jantung pemilih dari Prabowo-Sandi di 2019.
Indikator Politik menemukan bahwa gencarnya operasi Anies telah berhasil mengambil alih suara Prabowo Subianto.
"Dari membangun basis awal inilah kemudian nanti Anies Baswedan perlahan-lahan bisa meluaskan basis dukungan dari kelompok pemilih lain dan juga daerah lain," ujar Peneliti Indikator Politik, Bawono Kumoro, Selasa (06/12/2022).
Dikabarkan elektabilitas Anies terus meningkat pada akhir 2022. Pada September elektabilitas Anies mencapai 25,7%, dan kemudian melonjak hingga 32.2% di November.
Berkebalikan dari itu, elektabilitas Prabowo yang mencapai 29,1% pada September, kemudian merosot tajam di November menjadi 23,9%.
Berdasarkan temuan survei terbaru SMRC, 44% pemilih Prabowo-Sandi beralih mendukung Anies Baswedan, tersisa 37% yang tetap mendukung Prabowo.
“Ternyata Anies mengambil paling banyak dari suara Prabowo-Sandi di Pilpres 2019,” ujar Pendiri SMRC, Saiful Mujani, Kamis (12/01/2023.
Meskipun demikian, Ray berpendapat bahwa diungkapnya hal itu memiliki efek yang bagus untuk meningkatkan elektabilitas Prabowo berdasarkan Survei Kompas terbaru.
“Tapi memang efeknya bagus juga, bagusnya apa, yah sekarang kan prabowo naik lagi tuh dari elektabilitasnya, pemilih Anies berkurang kembali, mungkin setelah surat itu diedarkan pemilih yang sebelumnya ikut Anies itu, kembali lagi ke Prabowo. Artinya ada untungnya surat itu diungkapkan oleh Gerindra” ucap Ray Rangkuti.
Belum lagi ditambah dengan adanya kabar hutang Anies sebesar 50 miliar kepada Sandi yang mengiringi isu perjanjian Anies-Prabowo di pemberitaan, Hal itu disinyalir juga dapat berimbas buruk kepada elektabilitas Anies kedepannya.
Kabar ini diungkapkan langsung oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Erwin Aksa di dalam forum yang sama beberapa setelah Akbar Faizal mengundang Sandiaga Uno.
“Nah dalam kondisi surat (perjanjian) yang pertama aja elektabilitas Anies anjlok, apalagi soal urusan hutang 50 miliar ini,” tandas Ray.
Situasi terkini memang memuluskan pencapresan Anies Baswedan oleh parpol pendukungnya. Akan tetapi, parpol lain tampaknya tak membiarkan begitu saja elektabilitas Anies Baswedan berkibar, sehingga berusaha melimitasinya dengan image yang buruk. (*)
Komentar
Belum ada komentar