“PKS yang memiliki ideologi Islam, kini berada di tengah-tengah partai NasDem yang bercorak nasionalis dan partai Demokrat yang bercorak kapitalis, memiliki potensi terbentuknya suatu koalisi. Di sisi lain, PKS semakin terbuka menjalin interaksi dengan berbagai parpol. Hal itu menempatkan PKS di tengah corak partai yang berbeda dan semakin menunjukkan sikap pragmatis. Namun dengan aturan yang berlaku, PKS pun tak dapat terhindarkan dari sikap pragmatis. Meski demikian, PKS yakin dengan tarbiyah, PKS bisa menekan sikap pragmatisnya agar tidak terlalu belebihan.”
PKS semakin dekat dengan terbentuknya Koalisi dengan NasDem, dan Demokrat. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera yang diwawancarai secara khusus oleh tim KuatBaca.com di Warunk Wow KWB, Jakarta Selatan, pada Minggu (24/7/2022), enggan berkomentar lebih lanjut terkait potensi terbentuknya koalisi tersebut. Progres komunikasi antara PKS dengan NasDem dan Demokrat terkait peluang terbentuknya Koalisi Nasakap masih pada tahap proses ta’aruf alias perkenalan.
Proses ta’aruf ini juga termasuk tahap penjajakan yang menunjukkan politik simbolik dan masih belum pasti terbentuk. Namun, hal tersebut cukup menunjukkan posisi PKS yang saat ini berada di tengah partai dengan corak yang berbeda.
KuatBaca.com telah membedah corak partai NasDem dan Demokrat dalam tulisan telik yang berjudul “Kini Muncul Nasakap, dulu ada Nasakom”. Telah tergambarkan corak NasDem sebagai partai politik nasionalis dan Demokrat yang dideskripsikan sebagai partai kapitalis. PKS yang bercorak agama menjadikan ketiga parpol menggabungkan tiga poros corak parpol yang bisa dinamakan dengan NASAKAP (Nasionalis, Agama, dan Kapitalis).
Menjalankan mesin partai tentu tidak bisa lepas dari permodalan politik. PKS menjalankan peran sebagai oposisi selama dua periode pemerintahan Jokowi. Selama itu pula PKS memberdayakan kader dan simpatisan untuk memiliki loyalitas yang tinggi. Hal itu menjadi modal politik berharga bagi PKS untuk menyukseskan program partainya.
Program-program tersebut dapat kita lihat antara lain 'Tebar 2 Juta Paket Takjil' saat Bulan Ramadhan 2022, program Posko Mudik Dr. Salim saat mudik 2022, dan program tebar 1,5 juta paket kurban se-Indonesia saat Idul Adha 2022. Ketiga program tingkat nasional tersebut tentu memerlukan biaya yang tidak kecil. Namun para kader dan pengurus internal PKS rela berkontribusi, baik dari segi biaya maupun tenaga dan waktu.
“Modal PKS selalu kader yang solid. Dan itu bermakna besar dalam proses pemenangan. Biaya kerja PKS kecil karena selalu berbasis pembiayaan melalui kader. Dan tidak dipenuhi kemewahan. Jadi urunan kader,” papar Mardani Ali Sera melalui pesan teks.
Mardani Ali menambahkan, kerelaan untuk berkontribusi tersebut dapat terjadi dengan adanya tarbiyah atau istilah lainnya yaitu pendidikan. Fungsinya sebagai pondasi utama yang menghubungan para kader dari akar rumput, pengurus partai, hingga elit partai.
“Menurut saya sih tarbiyah. Setiap kita kan ada pembinaan anggota yang bernama Unit Pembinaan Anggota (UPA). Saya pertahankan itu. Di situ (UPA) para kader diingatkan akhirat, Al Quran, akhlakul karimah, serta diingatkan untuk berkorban dalam membangun Indonesia dan PKS yang maju,” kata Mardani.
Tarbiyah yang diterapkan PKS memiliki beberapa sarana seperti liqo/halaqah (pertemuan rutin mingguan), ta’lim dan tatsqif (pembekalan intelektual Islam), dauroh (pelatihan), mukhayyam (perkemahan), mabit (malam bina iman dan taqwa) dan rihlah (rekreasi).
Seluruh kader PKS senantiasa diajak agar ikhlas berkorban untuk kepentingan rakyat, jadi Mardani menyebut bahwa tarbiyah ini harganya mahal. Alhasil, akhirnya para kader dan pengurus akan rela untuk berkontribusi.
“Karena kalau gak ada tarbiyah jadi mahal. Duitnya dari mana? Di sini kan kita mengajak untuk berkorban, jadi duitnya dari kantong sendiri. Karena tarbiyah yang menjaga iman dan tidak ada yang mampu mengikat untuk orang berkorban, taat, dan senantias bekerja terus,” tegasnya.
Menempatkan diri di Tengah Pragmatisme
Selain dengan NasDem dan Demokrat, Mardani mengakui bahwa partainya juga tengah melakukan komunikasi yang baik dengan Golkar dan PKB. Belum terlihat jelas ke mana PKS akan bergabung lantaran saat ini progres menuju terbentuknya koalisi baru sampai tahap perkenalan.
“Jumping into conclusion kita dengan NasDem dan Demokrat benar berkomunikasi. Tapi dengan PKB kita juga jalan dan dengan Golkar kita juga jalan. Jadi belum tentu nanti NasDem, PKS, Demokrat. Ini belum diputuskan, masih musyawarah, komunikasi dan ta’aruf”, ujar Mardani.
Menjelang Pemilu 2024 mendatang, PKS terjun ke dalam interaksi bersama berbagai parpol dengan corak yang berbeda-beda dan semakin pragmatis, yang dapat tergambar dengan jelas dari manuver yang dilakukan oleh PKB dan PAN.
Sikap pragmatis PAN dimulai sejak Ketua Umum (Ketum) PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas menilai partainya harus berpikir pragmatis. Menurut dia, sudah saatnya PAN berhenti untuk jualan surga dan neraka dalam politik.
"Berdasarkan diskusi yang panjang, publik sekarang perlu pragmatis dalam artian yang positif. Jualan surga dan neraka enggak diterima lagi. Ini yang perlu kita diskusikan panjang," ucap Zulhas, Sabtu (7/12/2019).
Diperkuat dengan sikap PAN yang membuahkan hasil pasca bergabung pada koalisi pemerintahan Jokowi. Selang 9 bulan, PAN berhasil menduduki kursi menteri. Zulhas dilantik menjadi Menteri Perdagangan pada Rabu (15/6/2022).
Sementara PKB, menjadi salah satu partai yang menyuarakan wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 melalui Ketua Umum Muhaimin Iskandar. Ia mengaku tak masalah bila usulan menunda Pemilu 2024 yang ia lontarkan ditolak banyak pihak.
Setahun silam, PKB juga menunjukkan sikap pragmatisnya. PKB cukup pragmatis menghadapi pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Muhaimin Iskandar menyampaikan partainya siap berkoalisi dengan siapa saja untuk kontestasi mendatang. Di sisi lain, PKB juga selalu menyodorkan nama ketumnya untuk diusung menjadi calon presiden (capres) di 2024.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menyebut bahwa semua partai itu akan bersikap pragmatis, termasuk PKB dan PAN. Ia berpendapat bahwa berpolitik itu tidak ada berbasiskan ideologi, karena ideologi hanyalah sebuah kebohongan. Yang ada justru pragmatis sebagai kepentingan itu.
“Jadi soal PKB ya sama dengan PAN dan partai-partai lain bahwa sifatnya pragmatisme secara politik. Kalau menguntungkan ya sikat, kalau tidak menguntungkan ya jauhi. Seperti itu konstruksi politik kita selama ini. Oleh karena itu nilai idealisme, ideologi, dan keadaban hampir hilang dari politik kita karena lebih condong ke pragmatisme,” terang Ujang kepada wartawan KuatBaca melalui pesan suara, Jumat (29/7/2022).
Dengan aturan yang berlaku, PKS pun tidak bisa menghindarkan diri dari sikap pragmatis. Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menjelaskan mengenai hal tersebut.
“Saya rasa PKS pun tidak kuat dalam mengusung ideologinya. Pragmatis juga. Lihat saja saat pemilihan kepala daerah, sikapnya pragmatis. Di Pilpres juga pragmatis. Di dalamnya, PKS itu pragmatis sama dengan partai-partai lain,” tegas Ujang.
Meski demikian, PKS berupaya menghindari sikap pragmatis berlebihan dengan mengandalkan program tarbiyah. Upaya tersebut diyakini PKS dapat meredam sikap pragmatis para kader dan pengurusnya yang berlebihan. Mardani pun menjelaskan langkah yang dijalankan partainya agar tidak terlalu menunjukkan sikap pragmatis yang berelebihan yaitu dengan mempertahankan nilai istiqamah dan konsistensi.
“Kita ini partai Islam. Salah satu yang dinilai itu istiqamah konsistensi. Bahwa kita ingin agar tidak semua partai berorientasi pada kekuasaan. Kalau kita dapat amanah kekuasaan karena nilai kita, itu yang kita jaga nilainya,” terangnya.
Melihat sejarah PKS yang terlahir dari anak-anak muda yang mengenyam pendidikan di kampus-kampus, PKS meyakini bahwa Tarbiyah menjadi kunci dari terbentuknya loyalitas kader dan pengurus PKS yang ditunjukkan selama ini.
Hal itu sangat menguntungkan PKS, baik untuk kepentingan modal politik PKS, membangun hubungan baik dari level grass root hingga elit, modal suara untuk PKS di kontestasi Pemilu 2024 mendatang, hingga menekan sikap pragmatis meskipun PKS masih tetap memiliki sikap pragmatis politik yang ditunjukkannya. (*)