Kuatbaca
17 March 2023 15:52
“Kebakaran Depo BBM Plumpang pada Jumat, 3 Maret 2023 yang menewaskan sekitar 19 orang, 49 orang luka-luka, dan 3 orang warga masih dalam pencarian menyingkap fakta sengkarut kisah lama yang belum usai mengenai kepemilikan lahan di kawasan Tanah Merah sejak 1960 hingga saat ini. Tak hanya itu, bara api tak hanya berimbas pada pemindahan, jajaran direksi PT Pertamina pun ikut terkena percikannya.”
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (ET) resmi memutuskan untuk merelokasi Depo BBM Pertamina Plumpang ke lahan milik PT Pelindo (Persero) ke Kalibaru, Kecamatan Clincing, Jakarta Utara.
Hal itu diungkapkan setelah dirinya melakukan rapat dengan Direktur Utama PT Pertamina pada Senin, 6 Maret 2023. Ia mengungkapkan bahwa Pemerintah dan PT Pertamina sepakat atas tindakan tersebut.
“Kami juga sudah memastikan akan memindahkan kilang (Terminal BBM Plumpang) ke Tanah Pelindo,” kata Erick.
Keputusan itu diambil lantaran imbas dari kebakaran Depo BBM Plumpang pada Jumat, 3 Maret 2023 yang menewaskan sekitar 19 orang, 49 orang luka-luka, dan 3 orang warga masih dalam pencarian.
Bara api tak hanya berimbas pada pemindahan, jajaran direksi PT Pertamina pun ikut terkena percikannya. Salah satunya, Direktur Penunjang Bisnis yaitu Dedi Sunardi dicopot oleh ET.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) PSSI, Erick Thohir memberikan alasan atas pemecatan Dedi Sunardi. Ia menegaskan, pencopotan tersebut dilakukannya karena adanya pejabat Pertamina yang ogah pulang ke Jakarta usai Depo Plumpang terbakar.
“Saya kemarin meminta seluruh direksi Pertamina pulang. Ada yang pulang, ada yang enggak pulang. Ya saya catet dong yang enggak pulang. Ketika rakyat ada yang meninggal, masa kita enggak hadir. Saya aja pulang dari Surabaya. Padahal saya ada event besar di Surabaya. Tapi saya pulang. Hal-hal ini menjadi tanggung jawab. Kita duduk sebagai pejabat publik,” singgung Erick, Jum’at (10/3/2023).
Seperti diketahui, sebelum adanya putusan pemindahan depo BBM Plumpang. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sempat memberikan dua opsi jangka panjang untuk mencegah kejadian kebakaran terulang kembali. Dua opsi tersebut yaitu warga yang direlokasi atau geser depo plumpang ke lokasi lain.
“Bisa saja Deponya yang kita geser ke reklamasi, atau penduduknya yang kita geser, kita relokasi.” Ucap Jokowi, saat berkunjung ke Posko Pengungsian di Ruang Publik Terpadu Rumah Anak (RPTRA) Plumpang, Jakarta Utara, Minggu (5/3/2023).
Dua opsi itu lantas menjadi polemik di tengah pemangku kebijakan. Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap agar depo Pertaminalah yang menjauh dari permukiman bukan warga yang direlokasi.
“Nanti yang jadi masalah selanjutnya mengenai penataan di daerah sini. Saya harap depolah yang dipindahkan ke kawasan Pelindo untuk peningkatan keamanan. Ini saya kira begitu,” ucap Ma’ruf Amin.
Selain itu, Wakil Presiden Ma'ruf mengatakan, kawasan pemukiman di sekitar Depo Pertamina Plumpang akan ditata ulang. Hal ini untuk menjamin keamanan dan ketertiban kawasan tanah merah.
“Kemudian daerah ini akan ditata ulang supaya lebih teratur, lebih baik, dan aman, dan memenuhi persyaratan sebagai suatu daerah yang berada di wilayah Ibu Kota. Itu saya kira barangkali sementara yang kami sampaikan,” tuturnya.
Berbeda dari Ma’ruf, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan malah menilai warga kawasan Tanah Merahlah yang seharusnya pindah. Menurutnya, tempat yang ditinggali warga di sekitar Depo Plumpang adalah buffer zone atau zona penyangga berbahaya.
“Jangan dibalik ya. Plumpang itu sudah dibuat di sana ada daerah kosong atau buffer zone untuk tidak ada kejadian. Jangan ini disuruh pindah. Orang yang tidak berhak di situ yang disuruh pindah,” kata Luhut, Senin (6/3/2023).
Lebih lanjut, Luhut menyampaikan masyarakat yang dipindahkan akan dipertimbangkan untuk diberikan kompensasi oleh pemerintah. Bahkan ia menyinggung pihak yang memberikan izin kepada warga merupakan hal yang tidak patut ditiru.
“Orang yang begini, nanti pemerintah akan dikaji memberikan kompensasi atau dibangunkan (tempat tinggal) apa atau bagaimana. Tapi tidak boleh lagi terulang seperti ini. Yang memberikan izin itu saya kira tidak benar. Karena itu tanggung jawab lah nyawa yang hilang berapa orang itu,” tambahnya.
Di samping itu, meski perdebatan relokasi warta atau depo telah usai dengan keputusan Menteri BUMN, Erick Thohir. Timbul pertanyaan besar, lebih murah mana biaya relokasi depo atau depo?
Guru Besar Ekonomi Politik Insititut Pertanian Bogor, Didin. S Damanhuri mengatakan pilihan itu merupakan suatu yang dilematis.
Di satu sisi, pemindahan depo membutuhkan biaya yang cukup tinggi serta memakan waktu yang lama. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti biaya pemindahan warga menjadi lebih murah daripada pemindahan Depo.
“Dalam arti finansial, relokasi warga bisa jadi lebih murah. Tapi secara ekonomi, yang meliputi finansial, kesempatan kerja warga, perlindungan hak tanah warga yang sudah memiliki Surat Hak Milik (SHM), hingga sekolah anak-anak, maka relokasi Depo Pertamina menjadi lebih murah,” ucap Didin kepada KuatBaca.com melalui sambungan telepon, Kamis (9/3/2023).
Dalil Kebenaran Sengketa Lahan Tanah Merah
Kebakaran Depo BBM Plumpang juga menyingkap fakta sengkarut kisah lama yang belum usai mengenai sengketa kepemilikan lahan di kawasan Tanah Merah sejak 1960 hingga saat ini. Menurut hasil Tambang Data yang berjudul ‘Mulai Dari Nol Menata Kawasan Tanah Merah’ menyebut terdapat 9 KK yang menetap terlebih dahulu ketimbang Pertamina. Tak hanya itu, sengketa lahan masih terus berlanjut hingga masuk kepada pemilihan Gubernur DKI 2012 dan 2017.
Sementara itu, Sekretaris RW 09 Kelurahan Rawa Badak Selatan, Muktar saat ditemui KuatBaca.com di lapangan menyampaikan, sengketa lahan seharusnya bukanlah menjadi topik pembicaraan. Melainkan, asal usul bocornya pipa depo BBM Pertamina menjadi penyebab kebakaran terjadi.
“Mestinya yang dicek itu ya disana (Red: PT Pertamina) kan di sana asal usul kebakaran. Jelas jelas apinya itu di dalam. Kami ini manusia jangan digeser-geser ke politik. Intinya, tuntutan kami jelas, Pertamina harus bertanggung jawab tentang situasi ini,” kata Muktar, Rabu (8/3/2023).
Selain itu, Muktar lebih lanjut dengan tegas mengatakan tanah yang mereka tempati sudah jelas keabsahannya secara hukum. Hal itu ditunjukkan sebagian warga sudah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) yang didaftarkan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Jadi biar paham dan statusnya adalah status nama negara di sini. Apalagi kita sudah diPTSL kan, baik itu tanah negara, baik itu BUMN, kami sudah diPTSL kan. Dan sudah muncul yang namanya nomor induk bidang,” ucap Muktar.
Sebagai informasi, program PTSL ini merupakan salah satu program pemerintah demi mendukung integritas dan aktualisasi dari kepemilikan lahan secara resmi, baik merupakan milik pribadi ataupun perusahaan.
Berdasarkan data terkini dari laman ATR/BPN Jakarta Utara seakan membenarkan ucapan Muktar. Sebanyak 1.276 lahan di Kelurahan Rawa Badak Selatan, yang merupakan kawasan terdampak, telah terdaftar di program tersebut.
Di lain pihak, Direktur Jendral Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Gabriel Triwibawa mengungkapkan bahwa regulasi memperbolehkan masyarakat tinggal di wilayah tersebut. Artinya, tidak ada larangan untuk membangun rumah di dekat Objek Vital Negara.
Untuk itu, Melalui Perpres No. 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur, penyusunan tata ruang dilakukan melalui mekanisme eksisting.
Sehingga masyarakat yang sudah bermukim di mana pun, termasuk yang berada di dalam zona kawasan pertahanan nasional (sebelah depo Pertamina) yang seharusnya ada buffer (jarak), tetap masuk di dalam perencanaan tersebut, alias bukan diatur ulang.
“Sehingga ketika zonanya seperti itu, maka keberadaan masyarakat di sana sudah seusai dengan rencana tata ruang,” kata Gabriel Triwibawa, Selasa (7/3/2023).
Jika menilik polemik diatas, penyelesaian sengeketa lahan dapat dilakukan melalui musyawarah mufakat antara warga dengan PT Pertamina sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada BAB IX Pasal 67 yang berbunyi:
(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Jurnalis : Ahmad Hendy Prasetyo
Editor : Jajang Yanuar
Illustrator : Rahma Monika
Infografis : Rahma Monika
Komentar
Belum ada komentar